Kejahatan korporasi
KPK ke depan harus tetap menangani korupsi yudisial. Tak mungkin memberantas korupsi dengan baik dan tuntas kalau aparat penegak hukumnya terlibat dalam kejahatan korupsi. Dengan demikian, kasus korupsi yang terjadi dalam institusi peradilan yang melibatkan jaksa, hakim, polisi, pengacara perlu mendapat prioritas utama.
Menindak jaksa, hakim (bahkan ketua mahkamah konstitusi), pengacara kelihatannya relatif gampang. Demikian juga menindak wali kota/bupati, gubernur, anggota DPR/DPRD, politisi, pebisnis, menteri, hampir tanpa perlawanan dan kegaduhan berarti. Namun, menindak petinggi polisi agak lain. Inilah salah satu tantangan KPK ke depan: bagaimana menangani kasus dugaan korupsi yang melibatkan pejabat tinggi Polri.
Perseteruan cicak versus buaya jilid I yang melibatkan Susno Duadji, jilid II yang melibatkan Djoko Susilo, dan jilid III yang melibatkan Budi Gunawan berakar pada masalah ini. Polisi punya uang, senjata, pasukan (anak buah) dengan semangat korps dan jejaring politik yang kuat, dan yang paling penting memiliki kewenangan sama dengan KPK, menyelidik dan menyidik.
Kriminalisasi dan pelemahan KPK merupakan konsekuensi, ekses, dari cara KPK menindak dugaan kasus korupsi yang melibatkan petinggi Polri. Apakah ini berarti KPK ke depan harus menghindar menindak petinggi polisi yang diduga terlibat korupsi? Tidak juga. Dalam budaya Sunda ada ungkapan "herang caina, benang laukna". Maksudnya, bagaimana menyelesaikan masalah tanpa menimbulkan masalah. Ke depan KPK bisa menerapkan prinsip ini dalam menindak tersangka korupsi yang sangat berpengaruh.
Presiden mediasi
Mediasi yang dimainkan mantan Presiden SBY dalam perseteruan cicak versus buaya jilid I dan II memberikan pelajaran yang berharga. Pertama, posisi dan pengaruh presiden sangat penting dan perlu didayagunakan untuk menindak tersangka orang yang sangat berpengaruh.
Kedua, mediasi itu sukses memilah dan meyakinkan kepolisian bahwa persoalan Susno dan Djoko Susilo adalah persoalan pribadi, bukan institusi.
Ketiga, membangun relasi dan komunikasi dengan presiden dan aktor lain yang juga berpengaruh sangat penting, tanpa harus khawatir akan kehilangan otonomi dan kebebasan.