Jika ditelusuri lebih jauh, ormas telah menanam investasi sejarah terkait dengan perannya dalam politik kebangsaan. Tengok saja pada era pergerakan. Tahun 1905, ormas pertama yang dibentuk kaum pribumi adalah Staats Spoorwegen Bond (Serikat Pekerja Kereta Api Negara) yang memiliki akar gerakan radikal melawan sistem kolonial. Gerakan buruh ini menandai awal gerakan sosial modern, antara lain berdirinya Boedi Oetomo. Tahun 1916, Boedi Oetomo berhasil memperjuangkan adanya Volksraad sebagai badan perwakilan rakyat. Peran Boedi Oetomo memberikan inspirasi munculnya organisasi lainnya, seperti Indische Partij (1912) dan Serikat Islam (1913).
Pada era awal pergerakan, muncul pula sejumlah ormas keagamaan yang tak kalah besar kontribusinya terhadap pembangunan karakter dan nilai-nilai kebangsaan, yang hingga kini masih memberikan sumbangsih dalam kehidupan kebangsaan, seperti Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama.
Menumpukan harapan
Dua organisasi keagamaan Islam yang kini sedang menggelar muktamar tersebut memiliki modal sejarah yang besar bagi pembangunan kebangsaan. Dalam era pra-kemerdekaan, kedua organisasi ini memiliki peran dalam menumbuhkan semangat kebangsaan, terutama saat-saat melawan kolonialisme.
Tahun 1937, tokoh-tokoh Muhammadiyah dan NU ikut serta berjuang melawan penjajah di garis depan. KH Mas Mansyur, Ketua Umum Muhammadiyah kala itu, memberikan semangat kepada barisan pemuda untuk melawan kedatangan tentara Belanda. Demikian juga NU yang mengobarkan semangat kebangsaan melalui Resolusi Jihad. Resolusi ini dikumandangkan KH Hasyim Asy'ari pada Oktober 1945 yang berisi fatwa mati syahid bagi mereka yang tewas melawan tentara sekutu.
Peran kedua organisasi keagamaan tersebut melekat dalam sejarah kebangsaan di negeri ini. Tak heran hasil survei ini menandaskan keduanya dipandang sebagai aset bangsa. Tingkat kepuasan publik terhadap peran NU dan Muhammadiyah dalam membentuk nilai kebangsaan, membangun karakter anak negeri, menumbuhkan demokrasi, dan memelihara toleransi relatif tinggi.
Penilaian ini semakin menguat jika dilihat dari latar belakang ikatan emosional publik terhadap tiap-tiap organisasi itu. Meskipun respons dari publik warga nahdliyin dan responden warga Muhammadiyah tak serupa terhadap peran terpenting yang dijalankan NU dan Muhammadiyah selama ini, pada dasarnya apresiasi terhadap dua institusi itu sangat baik.