JAKARTA, KOMPAS.com - Peneliti Masyarakat Pemantau Peradilan Indonesia Dio Ashar menganggap, belakangan nampak jelas upaya sejumlah pihak untuk melemahkan Komisi Yudisial. Salah satunya yang menonjol adalah penetapan dua komisioner KY, Suparman Marzuki dan Taufiqurahman Syahuri sebagai tersangka dugaan pencemaran nama baik hakim Sarpin Rizaldi.
"Penetapan ini terkesan ganjil mengingat kedua komisoner tersebut mengeluarkan pernyataan dalam rangka melaksanakan tugas Komisi Yudisial," ujar Dio melalui siaran pers, Minggu (12/7/2015).
Tak hanya pelemahan melalui komisionernya, Dio menilai, ada upaya lain yang digencarkan untuk memengaruhi kinerja KY. Dio mengatakan, KY juga dilemahkan melalui judicial review UU KY. (baca: Dua Komisioner Dijerat Bareskrim, KY Merasa Senasib dengan KPK)
Tahun 2006, Mahkamah Konstitusi membatalkan kewenangan KY dalam melakukan pengawasan terhadap hakim MK. Di tahun 2012, Mahkamah Agung membatalkan 8 poin dalam Surat Keputusan Bersama Mahkamah Agung dan Komisi Yudisial tentang Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim.
Baru-baru ini, IKAHI mengajukan judicial riview UU KY ke MK terkait keterlibatan KY dalam Seleksi Pengangkatan Hakim. (baca: Dua Komisioner Dijerat Bareskrim, KY Berharap Jokowi Turun Tangan)
"Padahal keterlibatan KY dalam seleksi pengangkatan hakim merupakan upaya menjaga integritas dan profesionalitas calon hakim demi peradilan bersih dan bermartabat," kata Dio.
Kemudian, Dio mendapati sejumlah rekomendasi KY terhadap hakim yang melanggar etik tidak ditindaklanjuti oleh MA. Termasuk rekomendasi KY terhadap dugaan pelanggaran etik hakim Sarpin.
"Rekomendasi atas dugaan pelanggaran Kode Etik yang dilakukan oleh hakim sarpin hingga kini tak kunjung direspons," kata dia. (baca: Ketua MA: Diam-diam, Kami Sudah Panggil Sarpin)
Sejumlah hakim pun dianggap tidak kooperatif dengan KY karena mangkir untuk diperiksa. Lagi-lagi, salah satunya adalah hakim Sarpin. (baca: Sarpin: Saya Tanggung Jawab ke Tuhan, Bukan KY!)
Lebih jauh, Wakil Ketua MA Bidang non Yudisial Suwardi beberapa waktu lalu meminta Majelis Permusyawaratan Rakyat untuk menghapus keberadaan KY dari Pasal 24B UUD 1945.