Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Korban 27 Juli 1996: DPR Punya Cukup Bukti untuk Buka Keterlibatan Sutiyoso

Kompas.com - 30/06/2015, 16:47 WIB
Sabrina Asril

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Korban penculikan saat terjadi peristiwa kerusuhan 27 Juli 1966 atau yang dikenal dengan peristiwa "kuda tuli", Hendrik Dikson Sirait, menganggap bukti-bukti yang telah disampaikannya ke Komisi I Dewan Perwakilan Rakyat soal keterlibatan calon Kepala BIN Sutiyoso sudah cukup. Sehingga, dia berharap agar anggota dewan bisa mendalami keterlibatan mantan Pangdam Jaya tersebut.

"Sebagai korban penculikan oleh aparat Inteldam Jaya imbas peristiwa Kerusuhan 27 Juli 1996 (Kuda tuli), saya sangat berharap Komisi I DPR punya niat baik dan kemauan politik untuk sungguh-sungguh menggali rekam jejak Sutiyoso, terutama dalam soal dugaan kasus penculikan dan penyiksaan yang saya alami," ujar Hendrik.

Dia mengungkapkan, sejumlah bukti yang disampaikannya bersama kuasa hukum dari PBHI Jakarta ke perwakilan Komisi I DPR beberapa waktu lalu, harusnya sudah cukup untuk menggali lebih jauh tentang keterlibatan Sutiyoso dalam peristiwa penculikan yang saya alami 19 tahun silam. Apalagi, lanjut Hendrik, dalam salah satu dokumen yang ada, terdapat sebuah lampiran surat bernomor B/124/VIII/1996 yang ditandatangani Komandan Detasemen Inteldam V Jaya saat itu, Letkol Budi Purnama.

Dalam surat itu diakui adanya perintah dari Ketua Bakortanasda Jaya yang saat itu langsung dijabat oleh Pangdam Jaya Sutiyoso, yang dijadikan dasar operasi penculikan. "Sehingga, bagi saya sangat ironis jika dengan bukti yang cukup itu Komisi I tidak menjadikan rekam jejak Sutiyoso dalam soal dugaan keterlibatan kejahatan kemanusiaan di masa lalu sebagai bahan klarifikasi dalam fit and proper test," ucap Hendrik.

Dia pun berharap agar Komisi I DPR bisa berpihak dan menyuarakan kepentingan korban dalam fit and proper test calon Kepala BIN untuk kepentingan pelurusan sejarah dan penegakan Hak Asasi Manusia.

Pada kasus Kuda Tuli itu, Hendrik diculik pada 1-6 Agustus 1996 di Inteldam. Selama ditahan di Inteldam, Hendrik dituduh sebagai dalang kerusuhan dan penyerbuan kantor DPP PDI di Jalan Diponegoro. Hendrik dipaksa mengaku oleh pihak intelijen. Hendrik akhirnya dipindahkan ke Polda Metro Jaya pada 6 Agustus dan akhirnya ditangguhkan penahanannya pada 26 Agustus 1996.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Bertemu David Hurley, Jokowi Ingin Perkuat Pengajaran Bahasa Indonesia di Australia

Bertemu David Hurley, Jokowi Ingin Perkuat Pengajaran Bahasa Indonesia di Australia

Nasional
Pemerintah Diminta Kejar Target Pembangunan 25 Sabo Dam di Aliran Sungai Gunung Marapi

Pemerintah Diminta Kejar Target Pembangunan 25 Sabo Dam di Aliran Sungai Gunung Marapi

Nasional
Prabowo 'Tak Mau Diganggu' Dicap Kontroversi, Jubir: Publik Paham Komitmen Beliau ke Demokrasi

Prabowo "Tak Mau Diganggu" Dicap Kontroversi, Jubir: Publik Paham Komitmen Beliau ke Demokrasi

Nasional
JPPI: Meletakkan Pendidikan Tinggi sebagai Kebutuhan Tersier Itu Salah Besar

JPPI: Meletakkan Pendidikan Tinggi sebagai Kebutuhan Tersier Itu Salah Besar

Nasional
Casis yang Diserang Begal di Jakbar Masuk Bintara Polri lewat Jalur Khusus

Casis yang Diserang Begal di Jakbar Masuk Bintara Polri lewat Jalur Khusus

Nasional
Polri Buru Dalang 'Illegal Fishing' Penyelundupan Benih Lobster di Bogor

Polri Buru Dalang "Illegal Fishing" Penyelundupan Benih Lobster di Bogor

Nasional
Sajeriah, Jemaah Haji Tunanetra Wujudkan Mimpi ke Tanah Suci Setelah Menanti 14 Tahun

Sajeriah, Jemaah Haji Tunanetra Wujudkan Mimpi ke Tanah Suci Setelah Menanti 14 Tahun

Nasional
BPK Periksa SYL soal Dugaan Auditor Minta Rp 12 M

BPK Periksa SYL soal Dugaan Auditor Minta Rp 12 M

Nasional
UKT Meroket padahal APBN Pendidikan Rp 665 T, Anggota Komisi X DPR: Agak Aneh...

UKT Meroket padahal APBN Pendidikan Rp 665 T, Anggota Komisi X DPR: Agak Aneh...

Nasional
Dewas KPK Akan Bacakan Putusan Sidang Etik Nurul Ghufron Pekan Depan

Dewas KPK Akan Bacakan Putusan Sidang Etik Nurul Ghufron Pekan Depan

Nasional
Revisi UU Kementerian Negara, Pakar: Tidak Salah kalau Menduga Terkait Bagi-bagi Jabatan, jika...

Revisi UU Kementerian Negara, Pakar: Tidak Salah kalau Menduga Terkait Bagi-bagi Jabatan, jika...

Nasional
Pembangunan Tol MBZ yang Dikorupsi Menyimpan Persoalan, Beton di Bawah Standar, dan Lelang Sudah Diatur

Pembangunan Tol MBZ yang Dikorupsi Menyimpan Persoalan, Beton di Bawah Standar, dan Lelang Sudah Diatur

Nasional
Kasus 'Ilegal Fishing' 91.246 Ekor Benih Lobster di Jabar Rugikan Negara Rp 19,2 M

Kasus "Ilegal Fishing" 91.246 Ekor Benih Lobster di Jabar Rugikan Negara Rp 19,2 M

Nasional
Menlu Retno: Ada Upaya Sistematis untuk Terus Hambat Bantuan Kemanusiaan ke Gaza

Menlu Retno: Ada Upaya Sistematis untuk Terus Hambat Bantuan Kemanusiaan ke Gaza

Nasional
Pemprov Sumbar Diminta Bangun Sistem Peringatan Dini Banjir Bandang di Permukiman Sekitar Gunung Marapi

Pemprov Sumbar Diminta Bangun Sistem Peringatan Dini Banjir Bandang di Permukiman Sekitar Gunung Marapi

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com