Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Wapres Yakin Tidak Ada Beras Plastik

Kompas.com - 26/05/2015, 18:37 WIB
Icha Rastika

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com - Wakil Presiden Jusuf Kalla yakin tidak ada beras mengandung bahan plastik di pasaran. Menurut Kalla, beras plastik hanya istilah yang dimunculkan di tengah masyarakat.

"Jangan memberikan suatu istilah yang orang nanti salah tangkap. Saya kira, saya yakin bukan plastik yang kita kenal sebagai plastik itu," kata Kalla di Kantor Wakil Presiden Jakarta, Selasa (26/5/2015).

Istilah serupa pernah dimunculkan ketika masa Order Baru. Saat itu muncul istilah beras Tekad, singkatan dari ketela, kacang, dan djagung. "Itu biasa saja, dulu juga ada namanya beras Tekad. Beras apa, mungkin semacam itulah bahannya, yang memang bening, bukan plastik. Kalau plastik dimasak itu pasti tidak bisa dong, hangus," kata Kalla.

Wapres meminta masyarakat untuk tidak khawatir tentang isu beredarnya beras plastik ini. Menurut Kalla, beras yang diistilahkan sebagai beras plastik sebenarnya hanyalah beras yang kurang bagus jika dimasak.

"Kalau plastik tidak bisa hancur kan kalau dimasak, bukan plastik buat bungkus, bukan seperti itu," ucap Kalla.

 

Berdasarkan uji laboratorium PT Sucofindo, beras yang dijual di Pasar Tanah Merah, Kompleks Mutiara Gading Timur, Kota Bekasi, Jawa Barat, terbukti positif mengandung senyawa kimia berbahaya yang biasa digunakan untuk pembuatan pipa dan kabel. Untuk itu, beras tersebut dinyatakan tidak layak untuk dikonsumsi. (Baca Kapolri: Hasil Tes Negatif, Tidak Ada Beras Plastik)

Kepala Bagian Pengujian Laboratorium PT Sucofindo Adisam ZN mengungkapkan, dari hasil uji laboratorium, beras tersebut mengandung senyawa polyvinyl chloride atau PVC yang biasa digunakan sebagai material untuk pipa, kabel, dan lantai. PVC adalah produk polimer plastik sintetis yang paling banyak diproduksi di dunia urutan ketiga, setelah polyethylene dan polypropylene. Hasil bentukan PVC bisa berupa material keras atau kaku maupun material fleksibel.

Selain itu, beras tersebut juga mengandung tiga senyawa lain, yakni benzyl butyl phtalate (BBP), Bis (2-ethylhexyl phtalate/DEHP), dan diisononyl phtalate (DINP). BBP merupakan bahan bersifat plastik yang sering ditemukan pada lapisan keramik lantai, dikenal toksik atau beracun yang sudah dilarang di banyak negara.

Menurut Wikipedia, sama seperti BBP, DEHP dan DINP sering dipakai untuk membentuk atau melenturkan material seperti PVC agar memiliki efek seperti plastik. Istilah industrinya sebagai plasticizer, yaitu senyawa adiktif yang ditambahkan kepada polimer untuk menambah fleksibilitas dan daya kerja. Terkait kontak dengan makanan, ketiganya dikenal memiliki efek toksik dan sudah dilarang di beberapa negara.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Biaya Ibadah Umrah dan Kurban SYL pun Hasil Memeras Pejabat Kementan

Biaya Ibadah Umrah dan Kurban SYL pun Hasil Memeras Pejabat Kementan

Nasional
SYL Sebut Perjalanan Dinas Atas Perintah Presiden untuk Kepentingan 280 Juta Penduduk

SYL Sebut Perjalanan Dinas Atas Perintah Presiden untuk Kepentingan 280 Juta Penduduk

Nasional
DKPP Sebut Anggarannya Turun saat Kebanjiran Kasus Pelanggaran Etik

DKPP Sebut Anggarannya Turun saat Kebanjiran Kasus Pelanggaran Etik

Nasional
Lima Direktorat di Kementan Patungan Rp 1 Miliar Bayari Umrah SYL

Lima Direktorat di Kementan Patungan Rp 1 Miliar Bayari Umrah SYL

Nasional
DKPP Terima 233 Aduan Pelanggaran Etik, Diprediksi Terus Bertambah Jelang Pilkada

DKPP Terima 233 Aduan Pelanggaran Etik, Diprediksi Terus Bertambah Jelang Pilkada

Nasional
KPK Bakal Usut Dugaan Oknum BPK Minta Rp 12 Miliar Terkait 'Food Estate' Ke Kementan

KPK Bakal Usut Dugaan Oknum BPK Minta Rp 12 Miliar Terkait "Food Estate" Ke Kementan

Nasional
Pejabat Kementan Tanggung Sewa 'Private Jet' SYL Rp 1 Miliar

Pejabat Kementan Tanggung Sewa "Private Jet" SYL Rp 1 Miliar

Nasional
Pejabat Kementan Tanggung Kebutuhan SYL di Brasil, AS, dan Arab Saudi

Pejabat Kementan Tanggung Kebutuhan SYL di Brasil, AS, dan Arab Saudi

Nasional
Gubernur Maluku Utara Akan Didakwa Terima Suap dan Gratifikasi Rp 106,2 Miliar

Gubernur Maluku Utara Akan Didakwa Terima Suap dan Gratifikasi Rp 106,2 Miliar

Nasional
MK Jadwalkan Putusan 'Dismissal' Sengketa Pileg pada 21-22 Mei 2024

MK Jadwalkan Putusan "Dismissal" Sengketa Pileg pada 21-22 Mei 2024

Nasional
Mahfud Ungkap Jumlah Kementerian Sudah Diminta Dipangkas Sejak 2019

Mahfud Ungkap Jumlah Kementerian Sudah Diminta Dipangkas Sejak 2019

Nasional
Tanggapi Ide Tambah Kementerian, Mahfud: Kolusinya Meluas, Rusak Negara

Tanggapi Ide Tambah Kementerian, Mahfud: Kolusinya Meluas, Rusak Negara

Nasional
[POPULER NASIONAL] Perbandingan Jumlah Kementerian Masa Megawati sampai Jokowi | Indonesia Kecam Serangan Israel ke Rafah

[POPULER NASIONAL] Perbandingan Jumlah Kementerian Masa Megawati sampai Jokowi | Indonesia Kecam Serangan Israel ke Rafah

Nasional
Tanggal 12 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 12 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Tanggal 11 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 11 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com