Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 25/05/2015, 16:14 WIB

Catatan Kaki Jodhi Yudono

Semula saya dihinggapi rasa kecewa kepada tokoh idola saya, Aung San Suu Kyi, yang diam seribu basa menyaksikan Muslim Rohingya dinistakan di Myanmar. Tahun-tahun kekaguman saya terhadap puteri Jenderal Aung San itu nyaris luntur begitu saja ketika Suu Kyi tak berkata apa-apa, bahkan saat kekejaman berlangsung di depan matanya.

Saya mengira, dia juga seperti sebagian aktivis demokrasi dan kemanusiaan lainnya yang bersikap ambigu; hanya peduli kepada mereka yang seiman atau segolongan saja, sementara jika yang jadi korban di luar golongan, mereka pun pura-pura tuli dan bisu.

Saya juga sempat berpikir, barangkali diamnya Suu Kyi disebabkan oleh sikap hati-hati seorang pemimpin. Itulah sebabnya dia butuh informasi selengkap-lengkapnya mengenai perkara Muslim Rohingya ini. Maklumlah, berita yang beredar memang sedemikian rimba rayanya. Antara fakta dan fitnah bersabung di dunia maya dan dunia nyata, sehingga jika tak hati-hati, kita terjebak dalam ketololan karena termakan oleh foto-foto atau membaca berita busuk alias hoax.

Seiring berjalannya waktu, kita yang semula bingung oleh sengkarut berita yang beredar, mendadak dikejutkan oleh fakta yang membentang di pelataran negeri kita. Orang-orang Muslim Rohingya itu nyawanya sedang diayun gelombang samudera di sekitar Aceh dan Sumatera Utara. Ya, akhirnya mata kita menyaksikan betapa korban yang berjatuhan bukanlah kabar burung. Demikian juga mereka yang terusir dari negeri yang selama ini melindungi, terkatung-katung di laut, juga bukan isapan jempol.

Dari fakta-fakta itulah, barangkali yang membangkitkan kesadaran Suu Kyi untuk angkat bicara. Setelah sekian tahun diam dan menolak menitikan air mata saat Muslim Rohingya dibantai dan dinistakan, Aung San Suu Kyi -- tokoh oposisi dan puteri pahlawan kemerdekaan Myanmar -- angkat bicara.

Maklumlah, Suu Kyi bukan sekadar tokoh oposisi, tapi juga peraih Nobel Perdamaian. Lebih dari itu, Suu Skyi mewarisi cita-cita Jenderal Aung San, tentang sebuah negara untuk segala etnis yang beranak-pinak di Myanmar, termasuk Muslim Rohingya, Muslim Kaman, Muslim Panthay, dan Muslim Burma.

Melalui Nyan Win, juru bicara Liga Nasional untuk Demokrasi (NLD), Suu Kyi mengatakan Muslim Rohingya punya hak diperlakukan sebagai manusia. "Jika mereka tidak diterima sebagai warga negara, jangan dorong mereka ke laut," ujar Nyan Win kepada wartawan di sela-sela pertemuan antara NLD dan Presiden Myanmar Thein Sein di Yangoon.

"Aku hanya ingin melihat mereka diperlakukan sebagai manusia yang memiliki hak-haknya," lanjut juru bicara itu.

Untuk pernyataannya itu, Suu Kyi dan NLD dipastikan menghadapi serangan dari sebagian pendukungnya yang menolak Muslim Rohingya. Ia juga akan menghadapi kelompok biksu garis keras, yang melihat Muslim sebagai ancaman bagi masa depan masyarakat Buddhis Myanmar.

Kini, bagai laron, Muslim Rohingya meninggalkan gubuk-gubuk mereka di Rakhine untuk mencari penghidupan baru. Tujuan mereka adalah Malaysia, setelah mereka menjadi korban perdagangan manusia di Thailand.

Tapi sial, mereka ditolak di Malaysia, dan awalnya juga dilarang merapat ke pantai Indonesia. Untunglah, sebagian dari mereka diselamatkan nelayan yang masih punya rasa perikemanusiaan. Di Aceh, 677 dari mereka diselamatkan nelayan, setelah nyaris mati kelaparan dan sakit.

Sekira 130 ribu Muslim Rohingya, atau sepuluh persen dari populasi mereka di Rakhine, kini terkatung-katung di laut. Entah berapa ribu dari mereka yang mati akibat kelaparan, atau berebut makanan terakhir di atas perahu kayu.

Begitulah, konflik yang meletus antara orang Buddha Rakhine melawan Muslim Rohingya di negara bagian Rakhine utara, Myanmar, meletus dan meretakkan sendi-sendi moral dan kemanusian. Penyebab utamanya masih belum jelas, meski banyak komentator menyebut pemerkosaan dan pembunuhan seorang perempuan Rakhine yang diikuti oleh pembunuhan sepuluh Muslim Burma oleh orang Rakhine sebagai pemicunya.

Pemerintah Myanmar menanggapi dengan menetapkan jam malam dan mengirim pasukan ke wilayah konflik. Pada 10 Juni, keadaan darurat dinyatakan di Rakhine. Pada 22 Agustus, 88 orang tewas – 57 di antaranya Muslim dan 31 di antaranya Buddha. Diperkirakan 90.000 orang terlantar akibat kekerasan.Sekitar 2.528 rumah dibakar, dengan 1.336 di antaranya milik Rohingya dan 1.192 di antaranya milik Rakhine. Tentara dan polisi Burma dituduh menarget orang Rohingya melalui penangkapan massal dan kekerasan.

Kerusuhan meletus lagi pada bulan Oktober. Akibatnya, 80 orang tewas, 20.000 orang terlantar, dan ribuan rumah dibakar.

Maka, seperti yang kita saksikan pada hari-hari belakangan ini, gelombang pengungsi dari Myanmar mencoba menepi ke berbagai negara. Sebagian ditolak, sebagian yang mujur diterima oleh warga sipil maupun negara yang berbaik hati kepada mereka, sebagian lainnya tetap meneruskan pelarian.

Maka pada hari-hari belakangan ini, kita menyaksikan lebih dari 600 pengungsi Bangladesh dan Rohingya asal Myanmar mendarat di pantai Langsa, bagian timur Provinsi Aceh, pada Jumat (15/05) pagi WIB. Rombongan ini adalah yang kedua setelah rombongan pertama terdampar di perairan Aceh utara, Minggu (10/05) lalu. Sebagaimana dilaporkan jurnalis BBC di Aceh, Sri Lestari, rombongan kedua tersebut kini berada di kawasan pelabuhan Langsa. Mereka terdiri dari 210 orang Rohingya asal Myanmar dan 395 orang dari Bangladesh. Kondisi kesehatan mereka buruk bahkan delapan orang di antara mereka kini berada dalam perawatan intensif.

Belum diketahui apakah mereka adalah rombongan pengungsi yang dilepas dari perairan Thailand, pada Jumat (15/05) dini hari. Sebagaimana dilaporkan wartawan BBC di Thailand, Jonathan Head, sejumlah personel militer Thailand menaiki perahu pengungsi, memperbaiki mesin perahu, memberi makan pengungsi, dan melepas mereka ke arah selatan. Sebuah perahu yang mengangkut sedikitnya 300 pengungsi Rohingya asal Myanmar dilepas dari perairan Thailand menuju Indonesia, Jumat (15/05) dini hari waktu setempat.

Keterangan itu disampaikan kerabat para pengungsi di dalam perahu yang menghubungi mereka melalui sambungan telepon. Hal tersebut diamini Dejrat Limsiri, gubernur Provinsi Satun di Thailand. “Kami memperbaiki mesin dan melepas kapal itu setelah pukul 3 dini hari,” kata Limsiri kepada kantor berita AFP.

Militer Thailand dan Malaysia telah dengan tegas menolak kehadiran pengungsi Rohingya dan Bangladesh di perairan mereka. Limsiri mengaku aparat Thailand telah memberikan mereka makanan siap santap.

“Mereka sekarang sudah meninggalkan wilayah Thailand...Mereka akan mencoba pergi ke Indonesia karena tampaknya tidak bisa ke Malaysia. Mereka mengikuti rute ke Aceh,” tambahnya, mengacu pada provinsi di Indonesia tempat sebuah kapal migran lain terdampar dua pekan lalu.

Limsiri menyangkal mendorong perahu itu keluar dari perairan Thailand. Mereka ingin ke Malaysia tapi tidak bisa. Mereka tidak ingin ke Thailand karena tahu akan menghadapi tuntutan hukum,” katanya.

Dunia internasional memang sudah mendesak aparat di Myanmar untuk melindungi Muslim Rohingya, para aktivis juga sudah berteriak agar pemerintah Myanmar berlaku adil. Sementara kepada mereka yang memusuhi Muslim Rohingya juga sudah diimbau untuk menghentikan tindak kekerasan.

Tapi lihatlah, korban telah banyak berjatuhan. Muslim Rohingya yang terusir pun masih terkatung-katung nasibnya. Negara-negara ASEAN pun seperti tak peduli dengan nasib saudaranya sendiri.

Ya, ya.. untunglah akhirnya pemerintah Indonesia bersedia menerima kedatangan para "pelarian" politik dari Myanmar itu. Entah terpaksa atau sukarela, yang jelas Indonesia masih lebih peduli kepada para pengungsi itu ketimbang negara-negara Asia Tenggara yang seharusnya memiliki solidaritas sebagai sesama negara ASEAN.

***
Mengenangkan Muslim Rohingya, adalah juga mengenangkan kesakitan saudara sendiri. Dan kesakitan serupa ini, rasanya kerap benar berulang terjadi di belahan bumi mana pun, termasuk di Indonesia. Kenangkanlah, betapa sebagian dari kita yang biasa berteriak tentang HAM dan demokrasi, terdiam seribu basa saat mendengar dan menyaksikan saudara-saudara kita yang memilih Syiah atau Ahmadiyah sebagai keyakinannya; dinistakan dan dihinakan oleh saudara sendiri; atau juga saat pemeluk agama minoritas lainnya terusir dari rumah-rumah ibadah mereka.

Mengenangkan Muslim Rohingya, adalah juga fakta kekejaman yang sedang berlangsung di hadapan mata kita. Rasanya, tidak ada waktu lagi untuk kita menimbang-nimbang untuk menerima mereka dengan alasan apapun. Siapa pun, mereka adalah saudara kita, sesama manusia. Di sana ada anak-anak, para perempuan, dan juga orang-orang tua renta yang membutuhkan pertolongan kita, segera!

@JodhiY

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Gantikan Yusril Jadi Ketum PBB, Fahri Bahcmid Fokus Jaring Kandidat Pilkada

Gantikan Yusril Jadi Ketum PBB, Fahri Bahcmid Fokus Jaring Kandidat Pilkada

Nasional
APEC 2024, Mendag Zulhas Sebut Indonesia-Korsel Sepakati Kerja Sama di Sektor Mobil Listrik dan IKN

APEC 2024, Mendag Zulhas Sebut Indonesia-Korsel Sepakati Kerja Sama di Sektor Mobil Listrik dan IKN

Nasional
Kebebasan Pers Vs RUU Penyiaran: Tantangan Demokrasi Indonesia

Kebebasan Pers Vs RUU Penyiaran: Tantangan Demokrasi Indonesia

Nasional
Tanggapi Keluhan Warga, Mensos Risma Gunakan Teknologi dalam Pencarian Air Bersih

Tanggapi Keluhan Warga, Mensos Risma Gunakan Teknologi dalam Pencarian Air Bersih

Nasional
Profil Fahri Bachmid Gantikan Yusril Ihza Mahendra Jadi Ketum PBB

Profil Fahri Bachmid Gantikan Yusril Ihza Mahendra Jadi Ketum PBB

Nasional
Ibu Negara Beli Batik dan Gelang di UMKM Mitra Binaan Pertamina

Ibu Negara Beli Batik dan Gelang di UMKM Mitra Binaan Pertamina

Nasional
GWK Jadi Lokasi Jamuan Makan Malam WWF Ke-10, Luhut: Sudah Siap Menyambut Para Tamu

GWK Jadi Lokasi Jamuan Makan Malam WWF Ke-10, Luhut: Sudah Siap Menyambut Para Tamu

Nasional
Hujan Kritik ke DPR dalam Sepekan karena Pembahasan 3 Aturan: RUU MK, Penyiaran, dan Kementerian

Hujan Kritik ke DPR dalam Sepekan karena Pembahasan 3 Aturan: RUU MK, Penyiaran, dan Kementerian

Nasional
Yusril Ihza Mahendra Mundur dari Ketum PBB, Digantikan Fahri Bachmid

Yusril Ihza Mahendra Mundur dari Ketum PBB, Digantikan Fahri Bachmid

Nasional
PDI-P Dianggap Tak Solid, Suara Megawati dan Puan Disinyalir Berbeda

PDI-P Dianggap Tak Solid, Suara Megawati dan Puan Disinyalir Berbeda

Nasional
Jokowi Disebut Titipkan 4 Nama ke Kabinet Prabowo, Ada Bahlil hingga Erick Thohir

Jokowi Disebut Titipkan 4 Nama ke Kabinet Prabowo, Ada Bahlil hingga Erick Thohir

Nasional
Akan Mundur dari PBB, Yusril Disebut Bakal Terlibat Pemerintahan Prabowo

Akan Mundur dari PBB, Yusril Disebut Bakal Terlibat Pemerintahan Prabowo

Nasional
Yusril Bakal Mundur dari Ketum PBB demi Regenerasi

Yusril Bakal Mundur dari Ketum PBB demi Regenerasi

Nasional
Hendak Mundur dari Ketum PBB, Yusril Disebut Ingin Ada di Luar Partai

Hendak Mundur dari Ketum PBB, Yusril Disebut Ingin Ada di Luar Partai

Nasional
[POPULER NASIONAL] Anies Dikritik karena Ingin Rehat | Revisi UU Kementerian Negara Disetujui, RUU Perampasan Aset Hilang

[POPULER NASIONAL] Anies Dikritik karena Ingin Rehat | Revisi UU Kementerian Negara Disetujui, RUU Perampasan Aset Hilang

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com