Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

KPK Rawan Dikriminalisasi

Kompas.com - 25/05/2015, 15:00 WIB


JAKARTA, KOMPAS
- Seleksi pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi periode 2015-2019 patut dijadikan momentum untuk memperkuat KPK. Selama ini, pimpinan lembaga anti rasuah itu rawan dikriminalisasi, antara lain dengan dijadikan tersangka hingga harus nonaktif.

Hingga kini, ada lima unsur pimpinan KPK yang pernah dan telah dijadikan tersangka hingga harus nonaktif. Mereka adalah tiga unsur pimpinan KPK periode kedua (2007-2011), yaitu Antasari Azhar, Bibit Samad Rianto, dan Chandra Hamzah, serta Abraham Samad dan Bambang Widjojanto yang merupakan unsur pimpinan KPK periode ketiga (2011-2015).

Antasari bahkan divonis penjara 18 tahun karena dinyatakan terlibat pembunuhan berencana terhadap Direktur PT Putra Rajawali Banjaran Nasrudin Zulkarnaen tahun 2009. Sampai saat ini perkara itu masih menyimpan sejumlah pertanyaan.

Pelaksana Tugas Wakil Ketua KPK Johan Budi, Minggu (24/5/2014), di Jakarta, menuturkan, kriminalisasi tetap menjadi tantangan pimpinan KPK mendatang.

Selain mengganggu dan bahkan dapat melumpuhkan KPK, ancaman kriminalisasi ditengarai menjadi salah satu penyebab orang segan mendaftar menjadi pimpinan KPK. Ini terlihat dari terus menurunnya jumlah pendaftar KPK setelah ada pimpinan komisi itu yang diterpa masalah.

Padahal, ketika pimpinan KPK periode pertama mengakhiri tugasnya tanpa ada satu pun yang diproses hukum, ada 661 orang yang mendaftar untuk menjadi pimpinan KPK periode kedua, lebih banyak daripada pendaftar KPK periode pertama yang berjumlah 513 orang.

Ancaman kriminalisasi memang bukan satu-satunya penyebab terus menurunnya pendaftar pimpinan KPK. Pakar hukum pidana Universitas Indonesia, Akhiar Salmi, menuturkan, secara umum memang ada tren penurunan peminat jabatan publik seperti di komisi-komisi.

Namun, jika dibiarkan, terus berkurangnya pendaftar pimpinan KPK akan menghancurkan KPK. Pasalnya, seperti kata Nanang Farid Syam, seorang pegawai fungsional KPK, peluang untuk menjadi pimpinan KPK dapat diambil justru oleh mereka yang selama ini tidak pro terhadap pemberantasan korupsi dan ingin melemahkan KPK.

Apalagi, lanjut Nanang, setelah satu dasawarsa KPK berdiri, perlawanan terhadap KPK dirasakan makin besar. Selain kriminalisasi pimpinan KPK, upaya pelemahan komisi itu ditengarai juga berusaha dilakukan dengan langkah lain, seperti merevisi Undang-Undang KPK dan memangkas sejumlah kewenangan lembaga itu.

Uji materi

Celah untuk melakukan kriminalisasi terhadap pimpinan KPK antara lain ada di Pasal 32 Ayat (1) Huruf c dan Ayat 2 UU No 30/2002 tentang KPK.

Isi Pasal 32 Ayat (1) Huruf (c): "Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi berhenti atau diberhentikan karena menjadi terdakwa karena melakukan tindak pidana kejahatan". Pasal 32 Ayat (2) berbunyi: "Dalam hal Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi menjadi tersangka tindak pidana kejahatan".

Ketentuan dalam Pasal 32 Ayat (2) itu pada tahun 2009 membuat Bibit Samad Rianto dan Chandra Hamzah dinonaktifkan karena menjadi tersangka. Namun, mereka kembali aktif di KPK setelah kejaksaan mengeluarkan surat ketetapan penghentian penuntutan.

Kini, Pasal 32 Ayat (2) membuat Bambang Widjojanto dan Abraham Samad nonaktif karena menjadi tersangka. Bambang disangka mengarahkan saksi bersaksi palsu dalam sidang di Mahkamah Konstitusi tahun 2010, sedangkan Abraham menjadi tersangka kasus pemalsuan dokumen kependudukan yang terjadi pada tahun 2007. Mereka dinyatakan sebagai tersangka oleh Polri, beberapa waktu, setelah KPK mengumumkan Komisaris Jenderal Budi Gunawan sebagai tersangka.

Bambang tengah mengajukan uji materi terkait isi Pasal 32 UU KPK itu ke MK. MK diminta membatasi jenis dan kualifikasi tindak pidana yang menyebabkan pimpinan KPK harus berhenti sementara saat ditetapkan sebagai tersangka. "Pembatasan penetapan tersangka diperlukan agar tidak menjadi modus melumpuhkan KPK," kata Abdul Fickar Hadjar, kuasa hukum Bambang.

Dalam permohonannya, Bambang minta agar pimpinan KPK dinyatakan berhenti sementara jika ditetapkan sebagai tersangka dalam tindak pidana korupsi, terorisme, makar, tindak pidana terhadap keamanan negara, perdagangan manusia, dan tindak pidana yang terkait dengan kewenangan yang dilakukan pada masa jabatannya sebagai pimpinan KPK. Adapun terkait prosedur, penetapan tersangka dilakukan atas izin presiden.

Senin hari ini MK akan melanjutkan sidang pengujian Pasal 32 UU KPK ini dengan mendengarkan keterangan dari DPR dan ahli.

Sementara itu, Johan Budi berharap Panitia Seleksi Pimpinan KPK bisa memastikan bahwa calon yang akan dipilih DPR tak punya masalah hukum. Untuk itu, panitia seleksi bisa meminta bantuan penegak hukum, baik KPK, kepolisian, maupun kejaksaan, untuk melacak rekam jejak calon pimpinan KPK.

"Jika dalam proses seleksi itu panitia seleksi telah menyatakan bahwa orang ini (calon pimpinan KPK) tak pernah ada masalah yang berurusan dengan hukum, jangan ada lagi pihak-pihak yang mempersoalkan masa lalu pimpinan KPK," kata Johan.

Langkah itu dibutuhkan karena Bambang dan Samad menjadi tersangka kasus yang terjadi saat mereka belum menjadi pimpinan KPK. Saat seleksi pimpinan KPK pada 2011, mereka juga tidak ditanya kasus yang kini membuat mereka menjadi tersangka.

Kepala Polri Jenderal (Pol) Badrodin Haiti menegaskan siap membantu panitia seleksi menelusuri rekam jejak calon pimpinan KPK. Hal senada disampaikan Jaksa Agung HM Prasetyo. (BIL/ANA/SAN/IAN)

* Artikel ini terbit di harian Kompas edisi 25 Mei 2015 dengan judul "KPK Rawan Dikriminalisasi".

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Gerindra Sebut Jokowi Justru Dorong Prabowo untuk Bertemu Megawati

Gerindra Sebut Jokowi Justru Dorong Prabowo untuk Bertemu Megawati

Nasional
Tak Cemas Lawan Kandidat Lain pada Pilkada Jatim, Khofifah: Kenapa Khawatir?

Tak Cemas Lawan Kandidat Lain pada Pilkada Jatim, Khofifah: Kenapa Khawatir?

Nasional
Khofifah Tolak Tawaran Jadi Menteri Kabinet Prabowo-Gibran, Pilih Maju Pilkada Jatim

Khofifah Tolak Tawaran Jadi Menteri Kabinet Prabowo-Gibran, Pilih Maju Pilkada Jatim

Nasional
Soal Duetnya pada Pilkada Jatim, Khofifah: Saya Nyaman dan Produktif dengan Mas Emil

Soal Duetnya pada Pilkada Jatim, Khofifah: Saya Nyaman dan Produktif dengan Mas Emil

Nasional
Pertamina Goes To Campus, Langkah Kolaborasi Pertamina Hadapi Trilema Energi

Pertamina Goes To Campus, Langkah Kolaborasi Pertamina Hadapi Trilema Energi

Nasional
Respons Luhut Soal Orang 'Toxic', Golkar Klaim Menterinya Punya Karya Nyata

Respons Luhut Soal Orang "Toxic", Golkar Klaim Menterinya Punya Karya Nyata

Nasional
Ditanya Soal Progres Pertemuan Prabowo-Megawati, Gerindra: Keduanya Mengerti Kapan Harus Bertemu

Ditanya Soal Progres Pertemuan Prabowo-Megawati, Gerindra: Keduanya Mengerti Kapan Harus Bertemu

Nasional
Gerindra Tangkap Sinyal PKS Ingin Bertemu Prabowo, tapi Perlu Waktu

Gerindra Tangkap Sinyal PKS Ingin Bertemu Prabowo, tapi Perlu Waktu

Nasional
Mencegah 'Presidential Club' Rasa Koalisi Pemerintah

Mencegah "Presidential Club" Rasa Koalisi Pemerintah

Nasional
Nasdem-PKB Gabung Prabowo, Zulhas Singgung Pernah Dicap Murtad dan Pengkhianat

Nasdem-PKB Gabung Prabowo, Zulhas Singgung Pernah Dicap Murtad dan Pengkhianat

Nasional
Pengamat HI Harap Menlu Kabinet Prabowo Paham Geopolitik, Bukan Cuma Ekonomi

Pengamat HI Harap Menlu Kabinet Prabowo Paham Geopolitik, Bukan Cuma Ekonomi

Nasional
PDI-P Harap MPR Tak Lantik Prabowo-Gibran, Gerindra: MK Telah Ambil Keputusan

PDI-P Harap MPR Tak Lantik Prabowo-Gibran, Gerindra: MK Telah Ambil Keputusan

Nasional
Sepakat dengan Luhut, Golkar: Orang 'Toxic' di Pemerintahan Bahaya untuk Rakyat

Sepakat dengan Luhut, Golkar: Orang "Toxic" di Pemerintahan Bahaya untuk Rakyat

Nasional
Warung Madura, Etos Kerja, dan Strategi Adaptasi

Warung Madura, Etos Kerja, dan Strategi Adaptasi

Nasional
BMKG: Suhu Panas Mendominasi Cuaca Awal Mei, Tak Terkait Fenomena 'Heatwave' Asia

BMKG: Suhu Panas Mendominasi Cuaca Awal Mei, Tak Terkait Fenomena "Heatwave" Asia

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com