Hingga kini atau sebulan setelah Ade divonis bersalah menerima suap oleh pengadilan, kepala daerah masih berperan memutuskan keluarnya perizinan. "Persyaratan perizinan tetap diurus di PTSP, tetapi saya tetap harus tahu sebelum perizinan keluar karena menyangkut sosiologi masyarakat," kata Pelaksana Tugas Bupati Karawang Cellica Nurrachadiana.
Namun, Direktur Jenderal Bina Pembangunan Daerah Kemendagri Muhammad Marwan yakin hal itu tidak berlangsung lama. "Setelah Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah disahkan tahun lalu, jika masih ada yang tidak melaksanakan PTSP, sanksi bisa dijatuhkan ke kepala daerahnya," katanya.
Sanksi terberat, perizinan diambil alih Mendagri jika PTSP tidak dilaksanakan gubernur dan gubernur mengambil alih perizinan jika bupati/wali kota tidak menerapkan PTSP.
Menurut Robert, hal penting lain yang tak bisa dilupakan ketika PTSP dan sistem pengadaan barang/jasa secara elektronik sudah diterapkan adalah menempatkan orang-orang berintegritas di balik kedua sistem itu. Pengawasan terhadap jalannya sistem pun penting. Jika tidak, korupsi hanya akan pindah ke orang-orang yang mengendalikan sistem tersebut.
Masih ditemukannya banyak kelemahan dalam sistem pengawasan, akuntabilitas, dan transparansi juga ditunjukkan dari hasil verifikasi Kemendagri terhadap Aksi Daerah Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi oleh Pemerintah Daerah Tahun 2014.
Aksi pencegahan korupsi yang harus dilakukan daerah itu, seperti pembentukan PTSP, pelimpahan kewenangan ke PTSP, transparansi anggaran, dan transparansi pengadaan barang/jasa.
Berdasarkan verifikasi itu, 147 provinsi dan kabupaten/kota sama sekali belum menggelar aksi pencegahan dan pemberantasan korupsi. Namun, bagi pemda yang sudah melaksanakan pun, tak sedikit di antaranya yang masih mendapat rapor merah.
Dengan sistem di daerah yang masih buruk, sulit berharap korupsi di daerah tidak akan terulang meski negara telah mencoba mencegahnya dengan menambah sejumlah aturan main baru dalam pemilu kepala daerah. Aturan main itu bisa menekan ongkos politik calon kepala/wakil kepala daerah yang selama ini kerap dinilai menjadi penyebab utama maraknya korupsi di daerah (Kompas, 28 Maret 2015).
Seperti kata Kepala Lembaga Administrasi Negara Agus Dwiyanto dalam bukunya, Reformasi Birokrasi Kontekstual: Kembali ke Jalur yang Benar, yang belum lama diterbitkan, upaya mengendalikan korupsi menuntut kebijakan menyeluruh.
Penindakan hukum yang intens dilakukan selama ini memang penting. Begitu pula sejumlah aturan main baru di pilkada. Namun, menurut Agus, selama mesin "produksi korupsi" tak dihentikan, yaitu tak ada perbaikan serius terhadap tata kelola pemerintahan, pemberantasan korupsi tidak akan efektif.
* Artikel ini terbit di harian Kompas edisi 21 Mei 2015 dengan judul "Menangkal Siasat Korupsi di Daerah".
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.