Kedua, kecepatan mengevaluasi dan mengambil keputusan pada setiap kegentingan yang muncul dan merusak ekspektasi. Termasuk di dalamnya mengganti personel kabinet yang tidak memenuhi harapan, terkesan "cari aman" dan politicking. Ketegasan menempuh mekanisme ini akan menyemburatkan optimisme membuncah dalam pacuan reformasi birokrasi yang menegasikan praktik bisnis seperti biasa, fokus pada kerja dan tujuan program. Ini sekaligus juga kesempatan besar mengonsolidasikan "orang-orang baik" dan memiliki nyali besar menghadapi tantangan dan rintangan.
Ketiga, komunikasi serta dialog yang lebih baik dan akuntabel. Seluruh informasi dan kebijakan yang diambil pemerintah wajar mengundang pro dan kontra. Akan tetapi, basis argumentasi dan penjelasan utuh penting disampaikan agar tidak menimbulkan ramifikasi dan polemik tidak mencerdaskan.
Keempat, dalam suasana transparansi dan kebangkitan aspirasi rakyat, Jokowi dan para pembantunya ditantang mengenyahkan kesadaran palsu (false consciousness) pada setiap problem krusial yang bersentuhan dengan hajat orang banyak. Empat indikator ini merupakan "daftar tagihan" langsung untuk membuktikan "negara hadir" dan bekerja untuk rakyat dengan menjunjung tinggi kepastian akan keadilan.
Jokowi-Kalla perlu memperhitungkan berimpitnya kekecewaan kelas menengah (juga mahasiswa) dan masyarakat yang kehilangan kesabaran dan tak tersentuh radar para pembantunya. Serangan bergelombang para pendukung kompetitornya dalam pilpres lalu mulai berseliweran di media sosial. Juga dari para relawan dan pendukung yang tidak puas dengan kebijakannya.
Korupsi
Masalah besar bangsa sedari dulu hingga sekarang tetap berkutat pada korupsi yang sangat merusak sendi-sendi kehidupan. Persekongkolan jahat minoritas elite politik-ekonomi-aparat hukum menjadi penghancur dahsyat moralitas bangsa dan masa depan anak-cucu. Seluruh daya upaya pencegahan dan pemberantasan korupsi terasa minimal dibandingkan fakta riilnya yang masif dan terstruktur. Lingkaran setan korupsi sistemik dapat diputus lewat moratorium dan amnesti terukur sembari menegakkan kepastian dan keadilan.
Reformasi Polri tak pernah sungguh-sungguh berjalan sejak Orde Baru. Berbeda dengan reformasi TNI yang mendapat dukungan penuh dari para pemimpinnya sehingga memuluskan langkah menjauhkan kekuatan bersenjata itu dari politik. Citra dan tingkat kepercayaan publik terhadap institusi Polri (juga DPR, kejaksaan, dan peradilan) konstan paling rendah dibandingkan terhadap institusi negara lainnya. Fakta ini tidak beroleh respons memadai dan cenderung diabaikan oleh pemerintahan saat ini.
Jokowi berjanji negara akan hadir dalam setiap ketidakadilan dan ketidakberdayaan rakyat. Kita akan selalu mencatat dan menunggu janji itu dengan tidak berhenti mengingatkan, mengawal, berdialog, dan mendoakan.
Suwidi Tono
Koordinator Forum "Menjadi Indonesia"
* Artikel ini sebelumnya tayang di Harian Kompas edisi Selasa (21/4/2015).
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.