Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

"Manipulasi Hasil Pilkada Bisa Dilakukan dalam Beberapa Cara"

Kompas.com - 18/04/2015, 05:26 WIB
JAKARTA, KOMPAS.com- Pengamat politik dari Universitas Indonesia Chusnul Mar'iyah mengungkapkan, masih ada potensi manipulasi dalam hasil Pemilihan Umum Kepala Daerah (Pilkada) yang dilaksanakan serentak 9 Desember 2015.

"Isu yang berkembang saat ini ada alat penyedot data KPU. Sebetulnya manipulasi hasil pemilu yang dilakukan oleh penyelenggara pemilu dan berkoalisi dengan peserta pemilu bisa dalam bentuk beberapa cara," kata Chusnul saat dihubungi di Jakarta, Jumat (17/4/2015).

Pertama, Chusnul menjelaskan dari permainan dalam data pemilih yang bisa diciutkan dan digelembungkan untuk kepentingan kelompok tertentu. "Dengan data pemilih yang salah, maka ada ruang untuk memanipulasi hasil pemilu," ujar mantan Komisioner KPU itu.

Lebih lanjut, dia mengatakan sebaiknya untuk melakukan pendataan pemilih adalah demografer dari BPS karena lingkup kerjanya memang ranah badan tersebut. Ini perlu dilakukan agar data yang dihasilkan tidak timbul kerancuan dan polemik seperti yang sudah-sudah.

"Data e-KTP pada tahun 2012 dengan melihat data sensus penduduk 2010 agak aneh coba anda lihat data yang di-upload dalam web KPU. Pertumbuhan penduduk yang terjadi di atas 6 persen. Padahal pertumbuhan penduduk di Indonesia hanya sekitar 1,5 hingga 2 persen, artinya ada kesalahan data di banyak kabupaten dan kota di seluruh Indonesia," ujar Chusnul.

Selain itu, pemilu juga bisa dimanipulasi karena Korupsi penyelenggara, pemerintah dan pesertanya dengan mengganti hasil yang didapat mulai dari mulai TPS, PPS, PPK, KPU Kabupaten/Kota, KPU Provinsi dan KPU Nasional.

"Dalam hal ini adanya vote buying and votes selling. Dalam hal ini peran pengawas pemilu (Bawaslu) tidak berfungsi dengan baik, paling tidak kenapa dalam sidang di Mahkamah Konstitusi tentang sengketa hasil pemilu, Bawaslu tidak dihadirkan oleh MK menjadi saksi. Padahal secara UU Bawaslu adalah lembaga resmi untuk mengawasi pemilu," ucap Presiden Direktur Centre for Election and Political Party (CEPP) Universitas Indonesia itu.

Selain itu, kata Chusnul, media, pengamat, LSM dan lembaga survey juga bisa melakukan manipulasi dengan mengumumkan data yang salah secara terus menerus.

Dia menambahkan, untuk mengatasi hal tersebut pihak yang berwenang bisa melakukan pemendekkan proses perhitungan hasil pemilu dan menggunakan sumber daya di daerah agar mengurangi kesempatan manipulasi dilakukan oleh penyelenggara pemilu atau peserta yang melakukan transaksi dan juga siapapun yang akan mengganti hasil pemilu.

"Misalnya, KPU membangun jaringan di 34 Provinsi dilengkapi dengan Data Center dan Disaster Recovery Center. Lalu KPU menggunakan sumber daya dari mahasiswa, guru SMK dan para siswanya untuk mengisi formulir C1 dan diambil atau dikirim dari TPS langsung ke kecamatan, sehingga maksimal sekitar satu jam setelah TPS ditutup data hasil pemilu sudah bisa dilihat melalui laman KPU," ucapnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

MUI Minta Satgas Judi Online Bertindak Tanpa Pandang Bulu

MUI Minta Satgas Judi Online Bertindak Tanpa Pandang Bulu

Nasional
Tolak Wacana Penjudi Online Diberi Bansos, MUI: Berjudi Pilihan Hidup Pelaku

Tolak Wacana Penjudi Online Diberi Bansos, MUI: Berjudi Pilihan Hidup Pelaku

Nasional
MUI Keberatan Wacana Penjudi Online Diberi Bansos

MUI Keberatan Wacana Penjudi Online Diberi Bansos

Nasional
[POPULER NASIONAL] Menkopolhukam Pimpin Satgas Judi Online | PDI-P Minta KPK 'Gentle'

[POPULER NASIONAL] Menkopolhukam Pimpin Satgas Judi Online | PDI-P Minta KPK "Gentle"

Nasional
Tanggal 18 Juni 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 18 Juni 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Polisi Temukan Bahan Peledak Saat Tangkap Terduga Teroris di Karawang

Polisi Temukan Bahan Peledak Saat Tangkap Terduga Teroris di Karawang

Nasional
Polisi Tangkap Satu Terduga Teroris Pendukung ISIS dalam Penggerebekan di Karawang

Polisi Tangkap Satu Terduga Teroris Pendukung ISIS dalam Penggerebekan di Karawang

Nasional
BPIP: Kristianie Paskibraka Terbaik Maluku Dicoret karena Tak Lolos Syarat Kesehatan

BPIP: Kristianie Paskibraka Terbaik Maluku Dicoret karena Tak Lolos Syarat Kesehatan

Nasional
Sekjen Tegaskan Anies Tetap Harus Ikuti Aturan Main meski Didukung PKB Jakarta Jadi Cagub

Sekjen Tegaskan Anies Tetap Harus Ikuti Aturan Main meski Didukung PKB Jakarta Jadi Cagub

Nasional
PKB Tak Resisten Jika Anies dan Kaesang Bersatu di Pilkada Jakarta

PKB Tak Resisten Jika Anies dan Kaesang Bersatu di Pilkada Jakarta

Nasional
Ditanya Soal Berpasangan dengan Kaesang, Anies: Lebih Penting Bahas Kampung Bayam

Ditanya Soal Berpasangan dengan Kaesang, Anies: Lebih Penting Bahas Kampung Bayam

Nasional
Ashabul Kahfi dan Arteria Dahlan Lakukan Klarifikasi Terkait Isu Penangkapan oleh Askar Saudi

Ashabul Kahfi dan Arteria Dahlan Lakukan Klarifikasi Terkait Isu Penangkapan oleh Askar Saudi

Nasional
Timwas Haji DPR Ingin Imigrasi Perketat Pengawasan untuk Cegah Visa Haji Ilegal

Timwas Haji DPR Ingin Imigrasi Perketat Pengawasan untuk Cegah Visa Haji Ilegal

Nasional
Selain Faktor Kemanusian, Fahira Idris Sebut Pancasila Jadi Dasar Dukungan Indonesia untuk Palestina

Selain Faktor Kemanusian, Fahira Idris Sebut Pancasila Jadi Dasar Dukungan Indonesia untuk Palestina

Nasional
Kritik Pengalihan Tambahan Kuota Haji Reguler ke ONH Plus, Timwas Haji DPR: Apa Dasar Hukumnya?

Kritik Pengalihan Tambahan Kuota Haji Reguler ke ONH Plus, Timwas Haji DPR: Apa Dasar Hukumnya?

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com