Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ini Alasan JK Bersedia Jadi Saksi Meringankan Yance di Pengadilan

Kompas.com - 13/04/2015, 10:08 WIB
Icha Rastika

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com
 — Wakil Presiden Jusuf Kalla mengaku bersedia menjadi saksi meringankan bagi politisi Partai Golkar, Syafiuddin alias Yance, karena ingin menyampaikan bahwa proyek PLTU Sumuradem tidak menimbulkan kerugian negara.

Kalla akan hadir dalam persidangan Yance yang digelar di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Bandung, Senin (13/4/2015). Yance didakwa melakukan tindak pidana korupsi pembebasan lahan PLTU yang terletak di Indramayu, Jawa Barat.

Menurut Kalla, perhitungan Badan Pemeriksa Keuangan memperlihatkan bahwa proyek PLTU itu menguntungkan negara sekitar Rp 17 triliun. Di samping itu, kata dia, proses pembebasan lahan PLTU itu tergolong cepat selesai sehingga bisa cepat dirasakan manfaatnya oleh rakyat.

"Pembangunan pembangkit juga berlangsung cepat, hanya dua setengah tahun sehingga PLTU Indramayu bisa dengan cepat dinikmati rakyat. Dan, menurut BPK, menguntungkan negara Rp 17 triliun karena subsidi BBM berkurang setelah pembangkit ini dengan cepat beroperasi," kata Kalla seperti disampaikan juru bicaranya, Husain Abdullah.

Di samping itu, Kalla ingin menunjukkan agar staf pemerintahan seperti Yance tidak ragu mengambil kebijakan sepanjang sesuai dengan aturan.

Wapres juga mengaku bersedia menjadi saksi meringankan untuk menunjukkan pertanggungjawaban atas keputusannya yang pernah memerintah Yance untuk mempercepat pembebasan lahan PLTU tersebut.

"Atasan bertanggung jawab atas keputusan dan perintah kepada staf," kata Kalla.

Kalla sebelumnya mengaku pernah memerintahkan Yance yang ketika itu menjabat Bupati Indramayu untuk mempercepat proses pembebasan lahan. Perintah itu diatur dalam Peraturan Presiden Tahun 2006 Nomor 71. Saat itu, Kalla menjabat Wakil Presiden pada masa pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono.

"Waktu itu saya mendorong dan tentu memimpin pelaksanaannya. Itu pertama harus dengan pembebasan lahan di tempat itu," kata Kalla, di Istana Wakil Presiden, Jakarta, Jumat (10/4/2015). (Baca: Bela Yance, Kalla Sebut Pembebasan Lahan PLTU atas Perintah Dirinya)

Mengenai indikasi penggelembungan harga lahan yang diduga dilakukan Yance dalam pelaksanaannya, Kalla mengatakan bahwa masalah itu merupakan urusan pengadilan.

Yance didakwa melakukan penggelembungan ganti rugi tanah menjadi Rp 57.850 per meter persegi. Sedangkan harga nilai jual obyek pajak milik PT Wiharta Karya Agung hanya sebesar Rp 14.000 per meter persegi.

Akibat perbuatannya, negara diduga merugi Rp 4,1 miliar. Yance didakwa dengan dakwaan primer Pasal 2 dan 3 ayat 1 juncto Pasal 18 Undang-Undang Tipikor juncto Pasal 55 ayat 1 KUHP. Ancaman hukuman maksimalnya adalah 20 tahun penjara.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Setara Institute: RUU Penyiaran Berpotensi Perburuk Kebebasan Berekspresi melalui Pemasungan Pers

Setara Institute: RUU Penyiaran Berpotensi Perburuk Kebebasan Berekspresi melalui Pemasungan Pers

Nasional
Masuk Daftar Cagub DKI dari PDI-P, Risma: Belum Tahu, Wong Masih di Kantong...

Masuk Daftar Cagub DKI dari PDI-P, Risma: Belum Tahu, Wong Masih di Kantong...

Nasional
KPK Geledah Lagi Rumah di Makassar Terkait TPPU SYL

KPK Geledah Lagi Rumah di Makassar Terkait TPPU SYL

Nasional
Puan Minta DPR dan IPU Fokus Sukseskan Pertemuan Parlemen pada Forum Air Dunia Ke-10

Puan Minta DPR dan IPU Fokus Sukseskan Pertemuan Parlemen pada Forum Air Dunia Ke-10

Nasional
Yusril: Serahkan kepada Presiden untuk Bentuk Kabinet Tanpa Dibatasi Jumlah Kementeriannya

Yusril: Serahkan kepada Presiden untuk Bentuk Kabinet Tanpa Dibatasi Jumlah Kementeriannya

Nasional
Mensos Risma: Belum Semua Warga di Zona Merah Gunung Marapi Bersedia Direlokasi

Mensos Risma: Belum Semua Warga di Zona Merah Gunung Marapi Bersedia Direlokasi

Nasional
Pengamat Nilai Ahok Sulit Menang jika Maju pada Pilkada, Ini Alasannya

Pengamat Nilai Ahok Sulit Menang jika Maju pada Pilkada, Ini Alasannya

Nasional
Jadi Perantara Kebaikan, Dompet Dhuafa Siap Terima Hibah dari NAMA Foundation untuk Kaum Dhuafa

Jadi Perantara Kebaikan, Dompet Dhuafa Siap Terima Hibah dari NAMA Foundation untuk Kaum Dhuafa

Nasional
Kemenkes: Waspadai MERS-CoV, Jemaah Haji Mesti Hindari Kontak dengan Unta

Kemenkes: Waspadai MERS-CoV, Jemaah Haji Mesti Hindari Kontak dengan Unta

Nasional
Bocorkan Duet Khofifah-Emil pada Pilkada, Airlangga: Semua Akan Positif...

Bocorkan Duet Khofifah-Emil pada Pilkada, Airlangga: Semua Akan Positif...

Nasional
Airlangga Bertemu Khofifah Malam Ini, Bahas soal Emil Dardak pada Pilkada Jatim

Airlangga Bertemu Khofifah Malam Ini, Bahas soal Emil Dardak pada Pilkada Jatim

Nasional
Prabowo Sebut Punya Gaya Kepemimpinan Sendiri, PDI-P: Kita Berharap Lebih Baik

Prabowo Sebut Punya Gaya Kepemimpinan Sendiri, PDI-P: Kita Berharap Lebih Baik

Nasional
RUU Penyiaran Larang Jurnalisme Investigasi, PDI-P: Akibat Ketakutan yang Berlebihan

RUU Penyiaran Larang Jurnalisme Investigasi, PDI-P: Akibat Ketakutan yang Berlebihan

Nasional
Prabowo Ingin Jadi Diri Sendiri Saat Memerintah, PDI-P: Kita Akan Melihat Nanti

Prabowo Ingin Jadi Diri Sendiri Saat Memerintah, PDI-P: Kita Akan Melihat Nanti

Nasional
Sepanjang 2023, Pertamina Hulu Rokan Jadi Penghasil Migas Nomor 1 Indonesia

Sepanjang 2023, Pertamina Hulu Rokan Jadi Penghasil Migas Nomor 1 Indonesia

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com