JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi Pemberantasan Korupsi menetapkan anggota DPR RI Adriansyah dan Direktur PT Mitra Maju Sukses Andrew Hidayat sebagai tersangka setelah dilakukan operasi tangkap tangan, Kamis (9/4/2015). Selain Adriansyah dan Andrew, penyelidik KPK juga menangkap seorang anggota Polsek Menteng Briptu Agung Krisdianto.
Agung diduga berperan sebagai kurir yang mengantarkan uang dari Andrew ke Adriansyah. Namun, setelah diperiksa secara intensif selama 1x24 jam, Agung dilepaskan karena dianggap tidak memenuhi dua alat bukti tindak pidana korupsi.
"Belum ada bukti yang kuat dia (Agung) terlibat," ujar pimpinan sementara KPK Johan Budi, Minggu (12/4/2015).
Bebasnya Agung lantas menjadi pertanyaan besar karena dianggap terlibat dalam dugaan pidana korupsi, meski hanya sebagai kurir. Dalam beberapa kasus korupsi yang pernah ditangani sebelumnya, KPK tidak hanya menangkap pelaku suap, tetapi juga memproses kurir atau perantara yang ikut terlibat.
1. Perantara Suap Kasus SKK Migas, Deviardi
Deviardi merupakan pelatih golf Kepala Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas (SKK Migas), Rudi Rubiandini. Deviardi terbukti menerima uang untuk Rudi dari bos Kernel Oil Widodo Ratanachaitong dan Komisaris PT Kernel Oil Private Limited (KOPL) Indonesia Simon Gunawan Tanjaya sebesar 900.000 dollar AS dan 200.000 dollar Singapura.
Selain itu, Deviardi juga menjadi perantara suap dari bos PT Kaltim Parna Industri, Artha Meris Simbolon untuk diserahkan kepada Rudi sebesar 522.500 dollar AS. Semua uang tersebut disimpan Ardi di safe deposite box Bank CIMB Niaga cabang Pondok Indah.
Uang itu diberikan terkait pelaksanaan lelang terbatas minyak mentah dan kondensat Senipah, serta rekomendasi formula harga gas. Majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta pun menjatuhkan vonis 4 tahun 6 bulan penjara terhadap Deviardi.
2. Perantara Suap Kasus Bansos Bandung, Asep Triana
Majelis hakim menjatuhkan vonis 3,5 tahun penjara untuk Asep Triana yang berperan sebagai kurir dalam kasus ini. Asep merupakan orang suruhan Ketua Ormas Gazibu Padjadjaran Bandung Toto Hutagalung untuk mengantarkan uang suap kepada Hakim Setyabudi Tedjocahyo. Diketahui, Toto merupakan tangan kanan Wali Kota Bandung Dada Rosada. Toto diperintahkan Dada untuk menyuap Hakim Setyabudi yang pada saat itu menangani perkara bansos Pemkot Bandung.
3. Perantara Suap Kasus Pilkada Lebak, Susi Tur Andayani
Susi Tur Andayani merupakan pengacara yang ditunjuk Gubernur Banten nonaktif Atut Chosiyah untuk menangani perkara Pilkada Lebak di Mahkamah Konstitusi. Melalui Susi, Atut dan adiknya, Tubagus Chaeri Wardana menyuap mantan Ketua MK Akil Mochtar sebesar Rp 1 miliar.
Suap tersebut dimaksudkan untuk memenangkan memenangkan gugatan pasangan calon bupati dan wakil bupati Lebak, Amir Hamzah dan Kasmi di MK. Pasangan tersebut diusung oleh Partai Golkar, partai yang juga mengusung Atut menjadi Gubernur. Atas perbuatannya, Susi divonis 5 tahun penjara dan denda Rp 150 juta.
4. Perantara Suap Kasus Pilkada Palembang, Muhtar Ependy
Muhtar Ependy merupakan orang dekat mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Akil Mochtar yang berperan sebagai perantara suap dalam kasus ini. Wali Kota Palembang Romi Herton dan istrinya Masyito memberikan sejumlah uang kepada Akil untuk memenangkannya dalam perkara Pilkada Palembang melalui Muhtar.
Bersama sopirnya yang bernama Srino, Muhtar mendatangi Bank Kalbar cabang Jakarta untuk mengambil uang dari Romi dan Masyitoh. Uang tersebutnkemudian diantarkan Muhtar ke kediaman Akil di kawasan Pancoran.
Namun akhirnya, Muhtar memengaruhi Romi, Masyitoh, Srino, dan beberapa pegawai Bank Kaltim yang menjadi saksi dalam sidang Akil untuk mengaku tidak mengenal Muhtar. Atas perbuatannya, Muhtar divonis lima tahun penjara dan denda sebesar Rp 200 juta.
5. Perantara Suap Kasus Gas Alam Bangkalan, Abdul Rauf dan Darmono
Dalam kasus dugaan suap jual beli gas alam di Bangkalan, KPK menangkap empat orang yang seluruhnya menjadi tersangka. Empat orang tersebut adalah Ketua DPRD Bangkalan nonaktif Fuad Amin Imron sebagai penerima suap, Direktur PT Media Karya Sentosa Antonius Bambang Djatmiko sebagai pemberi suap, anak buah Fuad bernama Abdur Rauf, dan seorang tentara bernama Darmono.
Rauf dan Darmono berperan sebagai perantara suap. Darmono mengantarkan sejumlah uang dari Antonius kepada Rauf untuk kemudian diserahkan kepada Fuad. Karena KPK tidak berwenang mengadili tentara, penanganan hukum bagi Darmono diserahkan ke pengadilan militer. Saat ini, berkas perkara Rauf telah dilimpahkan ke tingkat penuntutan untuk segera disidangkan.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.