Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ini Dua Kelemahan Putusan Hakim Sarpin dalam Praperadilan Budi Gunawan

Kompas.com - 16/02/2015, 21:23 WIB
Abba Gabrillin

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia (PSHK) menyebutkan, setidaknya terdapat dua kelemahan putusan hakim tunggal Sarpin Rizaldi dalam sidang praperadilan terhadap Komjen Budi Gunawan. PSHK menilai hakim Sarpin telah melampaui kewenangan dan menggunakan penafsiran berbeda dalam memutuskan perkara tersebut.

"Hakim menggunakan pembuktian hukum pidana, yang seharusnya diperiksa pada persidangan pokok perkara, bukan praperadilan," ujar peneliti PSHK Miko Ginting dalam keterangan tertulis, Senin (16/2/2015).

Menurut Miko, dalam praperadilan, hakim Sarpin menggunakan dalil-dalil yang dipertimbangkan dalam pembuktian unsur-unsur tindak pidana mengenai pokok perkara. Salah satunya, seperti kualifikasi penyelenggara negara atau penegak hukum.

Dalam sidang putusan Senin pagi, hakim menganggap bahwa Budi bukan termasuk penegak hukum dan bukan penyelenggara negara saat kasus yang disangkakan terjadi. Ia sependapat dengan bukti-bukti dokumen yang disampaikan pihak Budi. (Baca: Hakim: Budi Gunawan Bukan Penegak Hukum dan Penyelenggara Negara)

KPK menetapkan Budi sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi berupa penerimaan hadiah atau janji selama menjabat sebagai Kepala Biro Pembinaan Karier (Karobinkar) Deputi Sumber Daya Manusia Polri periode 2003-2006 dan jabatan lainnya di kepolisian. "Ternyata jabatan Karobinkar jabatan administrasi golongan eselon II A, bukan termasuk eselon I," kata Hakim Sarpin.

Kelemahan kedua, menurut Miko, hakim Sarpin menunjukkan sikap inkonsisten dalam melakukan penafsiran hukum. Miko mengatakan, di satu sisi, hakim memperluas penafsiran terhadap obyek praperadilan yang telah tegas dan jelas diatur dalam KUHAP.

Seperti diketahui, penetapan tersangka berdasarkan KUHAP tidak dapat dijadikan obyek praperadilan. Dalam KUHAP, sebuah proses hukum yang dapat diajukan praperadilan, yaitu sah atau tidaknya penangkapan, penahanan, penyidikan, dan penuntutan. Namun, menurut Miko, penafsiran yang diperluas itu tidak dilakukan hakim dalam konteks pemaknaan terhadap status Budi Gunawan sebagai penyelenggara negara atau penegak hukum.

Untuk itu, Miko mengatakan, meski putusan pengadilan tidak dapat digugat, KPK seharusnya dapat mengajukan permohonan peninjauan kembali (PK) ke Mahkamah Agung. Apalagi, sebut Miko, MA telah beberapa kali menerima permohonan PK soal putusan praperadilan.

"Peninjauan kembali, menurut KUHAP, merupakan upaya hukum luar biasa atas putusan yang berkekuatan hukum tetap," kata Miko.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Pakar: Tidak Ada Urgensi Merevisi UU Kementerian Negara

Pakar: Tidak Ada Urgensi Merevisi UU Kementerian Negara

Nasional
Mesin Pesawat yang Ditumpanginya Sempat Terbakar Saat Baru Terbang, Rohani: Tidak Ada yang Panik

Mesin Pesawat yang Ditumpanginya Sempat Terbakar Saat Baru Terbang, Rohani: Tidak Ada yang Panik

Nasional
Prabowo Berharap Bisa Tinggalkan Warisan Baik Buat Rakyat

Prabowo Berharap Bisa Tinggalkan Warisan Baik Buat Rakyat

Nasional
Bertemu David Hurley, Jokowi Ingin Perkuat Pengajaran Bahasa Indonesia di Australia

Bertemu David Hurley, Jokowi Ingin Perkuat Pengajaran Bahasa Indonesia di Australia

Nasional
Pemerintah Diminta Kejar Target Pembangunan 25 Sabo Dam di Aliran Sungai Gunung Marapi

Pemerintah Diminta Kejar Target Pembangunan 25 Sabo Dam di Aliran Sungai Gunung Marapi

Nasional
Prabowo 'Tak Mau Diganggu' Dicap Kontroversi, Jubir: Publik Paham Komitmen Beliau ke Demokrasi

Prabowo "Tak Mau Diganggu" Dicap Kontroversi, Jubir: Publik Paham Komitmen Beliau ke Demokrasi

Nasional
JPPI: Meletakkan Pendidikan Tinggi sebagai Kebutuhan Tersier Itu Salah Besar

JPPI: Meletakkan Pendidikan Tinggi sebagai Kebutuhan Tersier Itu Salah Besar

Nasional
Casis yang Diserang Begal di Jakbar Masuk Bintara Polri lewat Jalur Khusus

Casis yang Diserang Begal di Jakbar Masuk Bintara Polri lewat Jalur Khusus

Nasional
Polri Buru Dalang 'Illegal Fishing' Penyelundupan Benih Lobster di Bogor

Polri Buru Dalang "Illegal Fishing" Penyelundupan Benih Lobster di Bogor

Nasional
Sajeriah, Jemaah Haji Tunanetra Wujudkan Mimpi ke Tanah Suci Setelah Menanti 14 Tahun

Sajeriah, Jemaah Haji Tunanetra Wujudkan Mimpi ke Tanah Suci Setelah Menanti 14 Tahun

Nasional
BPK Periksa SYL soal Dugaan Auditor Minta Rp 12 M

BPK Periksa SYL soal Dugaan Auditor Minta Rp 12 M

Nasional
UKT Meroket padahal APBN Pendidikan Rp 665 T, Anggota Komisi X DPR: Agak Aneh...

UKT Meroket padahal APBN Pendidikan Rp 665 T, Anggota Komisi X DPR: Agak Aneh...

Nasional
Dewas KPK Akan Bacakan Putusan Sidang Etik Nurul Ghufron Pekan Depan

Dewas KPK Akan Bacakan Putusan Sidang Etik Nurul Ghufron Pekan Depan

Nasional
Revisi UU Kementerian Negara, Pakar: Tidak Salah kalau Menduga Terkait Bagi-bagi Jabatan, jika...

Revisi UU Kementerian Negara, Pakar: Tidak Salah kalau Menduga Terkait Bagi-bagi Jabatan, jika...

Nasional
Pembangunan Tol MBZ yang Dikorupsi Menyimpan Persoalan, Beton di Bawah Standar, dan Lelang Sudah Diatur

Pembangunan Tol MBZ yang Dikorupsi Menyimpan Persoalan, Beton di Bawah Standar, dan Lelang Sudah Diatur

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com