Meski demikian, sejumlah responden ragu bahwa KPK bisa bebas dari kepentingan politik. Pendapat ini disuarakan oleh enam dari sepuluh responden. Sementara hanya sepertiga responden yang berpendapat sebaliknya. Publik terutama mempertanyakan penetapan Budi Gunawan sebagai tersangka segera setelah dicalonkan sebagai Kapolri oleh Presiden.
Dalam kaitan dengan keraguan publik tersebut, delapan dari sepuluh responden (82,3 persen) berharap KPK membentuk Komite Etik internal untuk memeriksa ketua dan komisioner mereka yang sedang dirundung kasus. Masih cukup lekat dalam ingatan publik peristiwa bocornya surat perintah penyidikan terhadap Anas Urbaningrum. Komite Etik KPK saat itu menyimpulkan Abraham Samad dan Adnan Pandu Praja melanggar kode etik pimpinan KPK.
Saat ini, Komite Etik diharapkan bisa memperjelas tuduhan adanya kaitan antara Abraham Samad dan diskursus pencalonan dirinya sebagai calon wakil presiden dalam Pilpres 2014. Bagaimanapun, apresiasi publik terhadap KPK tetap beranjak dari terbebasnya para ketua dan komisioner dari kepentingan di luar hukum. Jika hal itu dilanggar, sanksi hukum atau etika harus tetap berjalan sehingga eksistensi lembaga terselamatkan.
Kuatnya institusi ini diharapkan tidak dilemahkan dengan rencana revisi Undang-Undang KPK. Sebelumnya, pada periode 2009-2014 rencana revisi UU KPK sudah digaungkan sejumlah anggota Dewan. Namun, desakan publik membuat agenda itu batal. Saat ini, rencana itu sudah masuk Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2015-2019.
Publik menolak usulan yang berindikasi melemahkan wewenang KPK dalam memberantas korupsi. Lebih dari 80 persen responden menolak apabila sebagian kewenangan penyelidikan oleh KPK dihilangkan.
Namun, publik juga tidak ingin KPK menjadi lembaga ”setengah dewa”. Oleh karena itu, mayoritas publik juga setuju pembentukan semacam lembaga eksternal yang secara formal berwenang mengawasi KPK.
Pada akhirnya, publik berharap tidak ada lagi kisruh KPK dan Polri sehingga pemberantasan korupsi menjadi sesuatu yang bernyali. (Palupi Panca Astuti/Litbang Kompas)
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.