JAKARTA, KOMPAS.com — Kepala Subdirektorat IV Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri Komisaris Besar Daniel Bolly Tifaona mengatakan, penambahan pasal yang disangkakan kepada Bambang Widjojanto adalah hal yang wajar dan tidak perlu dipersoalkan.
"Saya mau tambah ayat, mengurangi ayat, itu semua demi kepentingan penyidikan. Wajar-wajar saja dan sah-sah saja," ujar Daniel saat berbincang dengan wartawan di Kompleks Mabes Polri, Jakarta, Kamis (5/2/2015) dini hari.
Mantan Wakil Direktur Kriminal Umum Polda Metro Jaya tersebut menolak jika langkah pihaknya disebut mengubah pasal seperti yang disampaikan tim pengacara Bambang. Ia beralasan hanya melakukan penajaman.
"Itu bukan perubahan, ya. Itu penajaman saja. Itu hal wajarlah," ujar dia.
Daniel enggan berpolemik lagi atas protes para kuasa hukum Bambang. Dia menegaskan akan fokus ke penyidikan.
Kuasa hukum Bambang, Nursyahbani Katjasungkana, sebelumnya menilai pemanggilan Bareskrim Polri terhadap kliennya tidak sah. Namun, Bambang tetap memenuhi panggilan tersebut dengan sejumlah catatan. (Baca: Pengacara Bambang: Pasal Sangkaan Diubah Seenaknya, Polisi Masih Bingung)
Menurut Nursyahbani, dalam surat perintah penangkapan pada Jumat, 23 Januari 2015, Bambang ditetapkan tersangka dengan sangkaan melanggar Pasal 242 KUHP juncto Pasal 55 KUHP. Namun, dalam surat panggilan untuk diperiksa pada Selasa (3/2/2015), pasal yang disangka bertambah.
"Dalam surat, ditulis Pasal 242 ayat (1) juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP juncto Pasal 55 ayat (1) ke-2 KUHP. Ini jelas tidak sah," ujar dia di Mabes Polri, Selasa siang.
Nursyahbani mengatakan, penambahan pasal sangkaan itu menunjukkan pengakuan Bareskrim bahwa surat penetapan tersangka tertanggal 23 Januari adalah salah. Bambang dituduh menyuruh saksi memberikan keterangan palsu dalam sidang di Mahkamah Konstitusi (MK) terkait sengketa pilkada di Kotawaringin Barat pada 2010 silam.
Selain itu, kata dia, perubahan pasal itu menunjukkan bahwa surat perintah penyidikan (sprindik) Nomor Sp.Sidik/53/I/2015/Dittipideksus tanggal 20 Januari 2015, yang menjadi dasar penangkapan BW, juga tak sah.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.