Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Membaca Konstruksi Simbolik Jokowi

Kompas.com - 03/02/2015, 15:05 WIB


Oleh: Bambang Setiawan

JAKARTA, KOMPAS - Seratus hari pemerintahan Presiden Joko Widodo merupakan masa penuh penanda untuk melepaskan ingatan masyarakat pada gaya kepemimpinan lama dan membentuk narasi baru. Dengan sejumlah aktivitas dan kebijakannya, Presiden berusaha menorehkan simbol kepemimpinan yang berbeda.

Membentuk opini dengan meruntuhkan gambaran dan kekuatan politik lama, lalu merekonstruksinya, tampaknya menjadi sasaran utama dari awal masa pemerintahan baru Jokowi. Di bawah manuskrip berjudul "Revolusi Mental", masyarakat diinisiasi lewat sejumlah sekuel dramatik yang hadir ke hadapannya.

Revolusi Mental seolah menjadi frasa yang semakin dekat dan mudah dipahami, ketika sejumlah kapal pencari ikan ilegal tertangkap dan ditenggelamkan. Ada harapan baru yang diletakkan, yakni kedaulatan wilayah akan ditegakkan dan kejayaan maritim akan dihadirkan, sebagaimana tertuang dalam "Nawa Cita" atau 9 Agenda Perubahan Jokowi.

Membangun mental baru, tampaknya memang sedang direalisasikan oleh pemerintahan Joko Widodo di awal pemerintahannya. Tidak hanya dengan membentangkan keberanian di wilayah kemaritiman, tetapi juga menyentuh ke dalam limit kehidupan, lewat penolakan grasi atas terpidana mati kasus narkoba.

Sebagai gebrakan awal, pemerintahan Jokowi cukup berhasil menarik perhatian masyarakat. Apresiasi yang ditunjukkan masyarakat cukup besar, sebagaimana tergambar dari survei Litbang Kompas.

Terhadap tindakan pemerintah menenggelamkan kapal asing pencari ikan yang melanggar batas wilayah, 87,6 persen masyarakat menyatakan dukungannya. Demikian juga terhadap penolakan Presiden untuk memberi grasi kepada narapidana mati narkoba, 78,6 persen memberikan persetujuannya. Hal senada juga dinyatakan terhadap ketentuan baru Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi, yang melarang instansi pemerintah untuk rapat di hotel.

Cukup banyak pesan yang tampaknya hendak disampaikan oleh Presiden, yang dapat dibaca sebagai upaya konstruksi membentuk imajinasi baru model kepemimpinan. Meskipun dalam fragmen-fragmen yang terkadang bertentangan satu dengan yang lainnya. Namun upaya mewujudkan antitesa terhadap kekuasaan lama hadir sebagai tanda. Upaya simbolik membuat tradisi baru ini sudah dimulai sejak pidato pertama kemenangan pasangan Jokowi–Jusuf Kalla di atas kapal Phinisi dan prosesi budaya setelah pelantikannya sebagai presiden.

Langkah Presiden menaikkan harga premium dan solar di tengah turunnya harga minyak dunia, layak dibaca sebagai usaha menampilkan diri sebagai figur yang berani mengambil langkah tidak populer. Keberhasilannya bertahan dari guncangan popularitas, akan makin memperjelas sosoknya sebagai figur yang lain dari pemimpin-pemimpin sebelumnya.

Demikian juga dalam soal penolakan memberi grasi kepada narapidana kasus narkoba, tampak bahwa upaya membangun kedaulatan politik sekaligus juga memberi pesan simbolik bahwa presiden sekarang berbeda dengan presiden sebelumnya yang mudah memberikan grasi kepada warga negara tetangga dalam kasus yang serupa.

Walaupun sempat timbul gejolak akibat kenaikan harga BBM, tetapi tindakan menurunkan harga premium dan solar satu setengah bulan kemudian, membuat popularitas Jokowi tertahan dari kemerosotan. Terlebih, ketika pada dua minggu berikutnya pemerintah kembali mengumumkan penurunan harga BBM, gejolak sosial bisa dikatakan selesai.

Meski demikian, kenaikan harga BBM meninggalkan jejak ekonomi yang sulit dihapus, yakni kenaikan harga-harga barang dan jasa. Telanjur naik, susah turun. Inilah yang terjadi pada tarif angkutan dan beberapa jenis komoditas, yang dikeluhkan warga masih tetap bertengger di harga tinggi.

Kurangnya kemampuan pemerintah dalam mengendalikan stabilitas harga barang dan jasa menjadi kelemahan utama yang dirasakan publik. Selain itu, sebagian orang juga belum merasakan adanya perubahan yang signifikan selama tiga bulan pemerintahan ini berjalan. Dan, dalam beberapa hal, pemerintah dinilai tidak konsisten. Tampaknya, inilah harga yang harus dibayar dari upaya membangun opini.

Independensi

Jika mempelajari tindakan-tindakan politik Jokowi dalam rentang yang cukup panjang, sebetulnya sulit untuk mengatakan figur kepemimpinannya mudah dikendalikan oleh partai politik. Independensinya dalam mengambil langkah politik dan kebijakan, adalah sisi yang justru melambungkan namanya. Namun, independensi itu tampaknya harus diuji lewat penunjukan Prasetyo sebagai Jaksa Agung dan pemilihan Komisaris Jenderal Budi Gunawan sebagai calon Kepala Polri.

Prasetyo adalah politisi Partai Nasdem. Ia menduduki posisi Jaksa Agung, mengalahkan nominasi sejumlah kandidat dari kejaksaan, Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), serta figur lain di luar parpol. Namun, penunjukannya menimbulkan polemik adanya kepentingan partai dalam mengatur masalah hukum.

Polemik terbesar adalah langkah Presiden dalam pemilihan calon Kapolri. Rencana penggantian Jenderal Polisi Sutarman yang baru akan pensiun pada Oktober 2015, cukup menimbulkan tanda tanya. Terlebih, ketika kemudian Presiden mengusulkan Budi Gunawan, mantan ajudan Presiden Megawati Soekarnoputri, sebagai calon tunggal Kapolri kepada DPR tanpa melewati penilaian Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Langkah KPK yang kemudian menjadikan Budi sebagai tersangka korupsi, tiga hari setelah diusulkan oleh Presiden, menimbulkan polemik berkepanjangan, terlebih ketika kemudian DPR meloloskan Budi dari uji kelayakan dan kepatutan sebagai calon kepala Polri.

Jika dilihat dari latar belakang Budi yang lebih dekat kepada figur Ketua Umum PDI-P Megawati Soekarnoputri, maka diduga ada kepentingan partai dan rezim dalam penunjukan kepala Polri.

Sebagaimana diketahui, baik di rezim pemerintahan Megawati maupun rezim pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono, pernah muncul persoalan yang belum seluruhnya tuntas hingga saat ini. Saat pemerintahan Megawati, ada kasus Bantuan Likuiditas Bank Indonesia. Sementara itu, di pemerintahan Yudhoyono, muncul persoalan terkait pemberian dana talangan untuk Bank Century serta kasus Hambalang. Kepala Polri menjadi jabatan yang strategis untuk turut menentukan arah penuntasan kasus-kasus itu.

Meski demikian, kepolisian tak bisa berdiri sendiri. Ada pilar hukum lainnya seperti KPK dan kejaksaan. Selama ini, KPK menjadi lembaga yang dinilai baik oleh 88,5 persen responden survei. Dengan tingkat kepercayaan yang sebesar itu, nyaris sulit memberi pengaruh pada independensi KPK, kecuali lembaga ini melakukan blunder sendiri.

Akhirnya, jika yang dilihat adalah upaya rekonstruksi pada tatanan kelembagaan, menarik melihat yang ditulis Jokowi di laman Facebook-nya, "Suro Diro Jayaningrat Lebur Dening Pangastuti…," Makna dari kalimat ini adalah segala sifat keras hati, picik, dan angkara murka, hanya bisa dikalahkan dengan sikap bijak, lembut hati, dan sabar.

Kalimat di laman Facebook-nya itu, patut diduga gambaran dari upaya Jokowi untuk menahan ego kelembagaan seperti yang tengah terjadi antara Polri dan KPK. Dengan langkah itu, lebih mudah bagi Jokowi untuk mengonstruksikan visinya. (Litbang Kompas)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

KPK Duga Tahanan Korupsi Setor Uang Pungli ke Rekening Orang Dekat Eks Karutan Achmad Fauzi

KPK Duga Tahanan Korupsi Setor Uang Pungli ke Rekening Orang Dekat Eks Karutan Achmad Fauzi

Nasional
Status Gunung Ibu di Halmahera Meningkat, Warga di 3 Desa Dievakuasi

Status Gunung Ibu di Halmahera Meningkat, Warga di 3 Desa Dievakuasi

Nasional
Pakar: Tidak Ada Urgensi Merevisi UU Kementerian Negara

Pakar: Tidak Ada Urgensi Merevisi UU Kementerian Negara

Nasional
Mesin Pesawat yang Ditumpanginya Sempat Terbakar Saat Baru Terbang, Rohani: Tidak Ada yang Panik

Mesin Pesawat yang Ditumpanginya Sempat Terbakar Saat Baru Terbang, Rohani: Tidak Ada yang Panik

Nasional
Prabowo Berharap Bisa Tinggalkan Warisan Baik Buat Rakyat

Prabowo Berharap Bisa Tinggalkan Warisan Baik Buat Rakyat

Nasional
Bertemu David Hurley, Jokowi Ingin Perkuat Pengajaran Bahasa Indonesia di Australia

Bertemu David Hurley, Jokowi Ingin Perkuat Pengajaran Bahasa Indonesia di Australia

Nasional
Pemerintah Diminta Kejar Target Pembangunan 25 Sabo Dam di Aliran Sungai Gunung Marapi

Pemerintah Diminta Kejar Target Pembangunan 25 Sabo Dam di Aliran Sungai Gunung Marapi

Nasional
Prabowo 'Tak Mau Diganggu' Dicap Kontroversi, Jubir: Publik Paham Komitmen Beliau ke Demokrasi

Prabowo "Tak Mau Diganggu" Dicap Kontroversi, Jubir: Publik Paham Komitmen Beliau ke Demokrasi

Nasional
JPPI: Meletakkan Pendidikan Tinggi sebagai Kebutuhan Tersier Itu Salah Besar

JPPI: Meletakkan Pendidikan Tinggi sebagai Kebutuhan Tersier Itu Salah Besar

Nasional
Casis yang Diserang Begal di Jakbar Masuk Bintara Polri lewat Jalur Khusus

Casis yang Diserang Begal di Jakbar Masuk Bintara Polri lewat Jalur Khusus

Nasional
Polri Buru Dalang 'Illegal Fishing' Penyelundupan Benih Lobster di Bogor

Polri Buru Dalang "Illegal Fishing" Penyelundupan Benih Lobster di Bogor

Nasional
Sajeriah, Jemaah Haji Tunanetra Wujudkan Mimpi ke Tanah Suci Setelah Menanti 14 Tahun

Sajeriah, Jemaah Haji Tunanetra Wujudkan Mimpi ke Tanah Suci Setelah Menanti 14 Tahun

Nasional
BPK Periksa SYL soal Dugaan Auditor Minta Rp 12 M

BPK Periksa SYL soal Dugaan Auditor Minta Rp 12 M

Nasional
UKT Meroket padahal APBN Pendidikan Rp 665 T, Anggota Komisi X DPR: Agak Aneh...

UKT Meroket padahal APBN Pendidikan Rp 665 T, Anggota Komisi X DPR: Agak Aneh...

Nasional
Dewas KPK Akan Bacakan Putusan Sidang Etik Nurul Ghufron Pekan Depan

Dewas KPK Akan Bacakan Putusan Sidang Etik Nurul Ghufron Pekan Depan

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com