Namun, tantangan belum usai. Berputar-putar selama 10 jam di perairan sesuai koordinat tujuan awal misi, tak mendapati apa pun yang bisa mengungkap hilangnya pesawat AirAsia Q8501. Nakhoda KN 224, Kapten Ahmad, memutuskan menghentikan pencarian ketika hari memasuki rembang petang.
Senin petang, kapal kami merapat di Dermaga Kota Manggar, Kabupaten Belitung Timur. Bagi kami, wartawan, jeda ini adalah peluang melaporkan diri ke kantor menggunakan jejaring telekomunikasi, menuliskan peliputan dan mengirimkannya ke kantor.
Laut yang kami seberangi 24 jam tanpa henti, tak menyediakan jaringan telekomunikasi memadai, apalagi internet. Selama perjalanan, sembari bergantian menjalankan misi pencarian, waktu di atas kapal pun kami pakai untuk bertukar informasi dengan sesama wartawan ataupun dengan tim pencari dari Basarnas.
Titik terang pertama
Pada Selasa (30/12/2014), pencarian berlanjut lagi. Kru dan wartawan yang sama, kembali menaiki KN 224. Kapten Ahmad menyatakan, pencarian bergeser ke lokasi yang menjadi titik komunikasi terakhir AirAsia QZ8501 dengan menara kontrol lalu lintas udara (ATC).
Di perairan di barat daya Pangkalan Bun, Kalimantan Tengah, pencarian kami mendapatkan titik terang. (Baca: Dua Jam Menuju Titik Terang Pertama Pencarian AirAsia QZ8501). Hingga Rabu (31/12/2014) siang, dari lokasi pencarian baru ini sudah ditemukan sejumlah serpihan dan enam jenazah yang dipastikan terkait dengan insiden QZ8501.
Kami, tim dari Kompas.com—reporter Abba Gabrillin dan Ichsanudin, bersama fotografer Roderick Adrian Mozes—masih akan berjibaku dengan lautan, kali ini dari Pangkalan Bun hingga ke perairan yang berjarak seratusan mil dari Pelabuhan Kumai di Selat Karimata, untuk melaporkan setiap tahap proses pencarian dan penanganan QZ8501.