JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi Pemilihan Umum (KPU) minta Komisi II DPR menambah anggaran untuk kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan selama penyelenggaraan pemilihan umum kepala daerah langsung di 196 kabupaten/kota dan delapan provinsi.
"Kami butuh tambahan anggaran untuk melaksanakan kewajiban atau tugas jika Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1/2014 disetujui," kata Ketua KPU RI Husni Kamil Manik dalam rapat dengar pendapat dengan Komisi II DPR di Gedung Nusantara II DPR, Jakarta, Senin (24/11/2014).
Dia menjelaskan, anggaran Pilkada dibiayai anggaran daerah. Namun, KPU sebagai penanggung jawab pesta demokrasi itu memiliki kewajiban menyukseskan kegiatan tersebut.
Husni mengatakan, anggaran perlu ditambah sekitar Rp 1,1 triliun. Angka ini juga untuk mendidik pemilih supaya tidak menumpuk dilakukan sepanjang tahun 2018 dan 2019. Bentuk kegiatan yang dilaksanakan seperti pendidikan pemilu kepada masyarakat, membuat program dalam menindaklanjuti e-voting atau voting elektronik yang akan diberlakukan 2019.
Program itu juga harus dikaji, kemudian didesain. Setelah itu menentukan peralatannya dan mengujinya sebelum dievaluasi. "Untuk melaksanakan kewajiban itu dibutuhkan anggaran, karena KPU sekarang tidak memiliki anggaran tersebut," katanya.
Terkait usulan penambahan anggaran tersebut, Wakil Ketua Komisi II DPR Ahmad Riza Patria mengatakan Komisi II DPR tidak pernah menghalang-halangi KPU mendapatkan anggaran. Namun, permintaan ini selalu terbentur dengan peraturan sehingga tidak dapat dianggarkan.
KPU, menurut Riza, sebaiknya menyisir satu per satu peraturan yang menghambat pengalokasian anggaran tersebut. "Pada prinsipnya kami mendukung sepanjang itu untuk peningkatan kinerja KPU. Namun harus mengedepankan prinsip-prinsip proporsional, efisiensi anggaran," katanya.
Ahmad Riza mengemukakan KPU juga harus mengevaluasi penyelenggaraan Pemilu Legislatif 2014 serta Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden 2014. Laporan evaluasi menyangkut hambatan dan solusi agar di kemudian hari dapat dilaksanakan pesta demokrasi secara maksimal. "Kami menunggu laporan evaluasi tersebut," kata dia.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.