Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Di Balik Keyakinan Jokowi...

Kompas.com - 21/11/2014, 12:00 WIB


KOMPAS.com
- Beberapa hari sebelum Kabinet Kerja diumumkan, nama HM Prasetyo sebenarnya sudah ada sebagai calon jaksa agung. Namun, sehari sebelum diumumkan, namanya hilang dan diganti Widyo Purnomo. Beberapa jam sebelum pengumuman, Minggu (26/10), kedua nama itu justru hilang.

Saat itu, Presiden Joko Widodo yang didampingi Wakil Presiden Jusuf Kalla sama sekali tak menyinggung mengapa nama jakgung, yang biasanya satu paket diumumkan dengan jajaran kabinet lainnya, tak disebutkan. Waktu itu hanya beredar informasi, Jokowi-JK belum menetapkan jakgung definitif tersebut.

Dalam perkembangannya, nama kandidat jakgung pun bertambah di masyarakat. Selain nama Prasetyo (anggota DPR 2014-2019 asal Partai Nasdem dan Jaksa Agung Muda Pidana Umum 2005-2006), ada pula Widyo Purnomo (Jaksa Agung Pidana Khusus 2014), juga M Yusuf (Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan/PPATK). Bahkan, beredar pula nama-nama jaksa karier lainnya yang kini di Kejaksaan Agung, serta nama mantan Kepala PPATK M Yunus dan Deputi UKP4 Mas Achmad Santosa.

Dua pekan lalu, nama-nama itu disebut mengerucut jadi tiga nama, yaitu Prasetyo, Widyo, dan Yusuf. Belakangan, tinggal satu nama, M Yusuf. Namun, Menko Politik, Hukum, dan Keamanan Tedjo Edhy Purdijatno buru-buru menepis.

"Saya tidak tahu, tanya ke Presiden," ujar Tedjo saat ditanya tiga pekan lalu.

Dari informasi yang diterima Kompas, Jokowi diakui tak mau gegabah memilih jakgung meski banyak didesak. Maklum, aspirasi masyarakat menuntut sosok yang punya integritas, jejak rekam bersih, berani, dan berkomitmen anti korupsi. "Sebenarnya, Pak Jokowi mau pilih Pak Prasetyo, tetapi takut tidak enak dengan PDI-P. Karena, kalau pilih Prasetyo, wakil Partai Nasdem sama jumlahnya dengan wakil PDI-P yang empat orang," tutur petinggi tersebut.

Sebaliknya, jika memilih Widyo, Jokowi juga merasa tak enak karena Widyo berasal dari Solo, Jawa Tengah (Jateng). "Kebanyakan orang Jateng, tidak enak," ungkap pejabat itu. Namun, jika memilih Yusuf, tidak enak lagi karena dia dianggap kader partai di luar koalisi pemerintah.

Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Abraham Samad sempat geram saat pers memunculkan nama calon yang dianggap bermasalah. "Pers jangan maksa-maksa. Biarkan Presiden memiilih tenang," ujarnya.

Bahkan, karena ekspektasi publik yang tinggi terhadap sosok jakgung yang akan dipilih, Sekretaris Kabinet Andi Wijayanto berkomentar, "Masyarakat ingin sosok setengah dewa. Banyak nama, tapi tak mudah ditetapkan."

Beberapa jam sebelum pelantikan Gubernur DKI Jakarta di Istana Negara, Rabu (19/11), Ketua Umum Nasdem Surya Paloh menemui Presiden di Istana Merdeka. Pers yang mencium kedatangannya menanyakannya. Surya Paloh mengatakan diskusi soal BBM. Namun, Andi Wijayanto menjawab, "Kalau Pak Surya Paloh, pembicaraannya lebih updating dinamika politik terkini." Pers pun tidak mengejarnya.

Soal kedatangan Ketua Umum PDI-P Megawati Soekanorputri saat pelantikan Gubernur DKI, setelah kepulangan Surya Paloh, Andi mengatakan karena diundang.
JK bolak-balik

Kamis (20/11) pagi, Jokowi menelepon Prasetyo. Pukul 11.00, surat yang ditandatangani Surya Paloh dan Patrice Rio Capella dikirimkan ke Presiden. Isinya menyebutkan bahwa Prasetyo diberhentikan dari anggota partai. Nasdem juga menarik Prasetyo sebagai anggota DPR dan akan melakukan pemberhentian antarwaktu Prasetyo.

Meskipun diputuskan pagi hari, Wapres Kalla mengaku baru tahu siangnya. "Itu prerogatif Presiden," ujarnya. Protokol juga memberitahu agenda baru pelantikan Prasetyo sekitar pukul 11.00. Agenda pukul 14.00, yang harusnya menerima Dubes Palestina, pun dimajukan sejam.

Sebelum pukul 14.00, Wapres sudah tiba di Istana Negara. Sejam menunggu, pelantikan belum dimulai. Jokowi, Andi, dan Mensesneg Pratikno ternyata masih di Istana Merdeka. "Mereka masih baca surat Nasdem soal Prasetyo," ujar Kalla, yang balik ke Kantor Wapres. Namun, baru tiga menit di Kantor Wapres, protokol ditelepon karena pelantikan segera dimulai.

"Pak Jokowi merasa yakin dan itu (Prasetyo) bisa dipertanggungjawabkan karena jejak rekamnya dinilai baik," ujar Kalla. (Suhartono)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tanggal 18 Juni 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 18 Juni 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Polisi Temukan Bahan Peledak Saat Tangkap Terduga Teroris di Karawang

Polisi Temukan Bahan Peledak Saat Tangkap Terduga Teroris di Karawang

Nasional
Polisi Tangkap Satu Terduga Teroris Pendukung ISIS dalam Penggerebekan di Karawang

Polisi Tangkap Satu Terduga Teroris Pendukung ISIS dalam Penggerebekan di Karawang

Nasional
BPIP: Kristianie Paskibraka Terbaik Maluku Dicoret karena Tak Lolos Syarat Kesehatan

BPIP: Kristianie Paskibraka Terbaik Maluku Dicoret karena Tak Lolos Syarat Kesehatan

Nasional
Sekjen Tegaskan Anies Tetap Harus Ikuti Aturan Main meski Didukung PKB Jakarta Jadi Cagub

Sekjen Tegaskan Anies Tetap Harus Ikuti Aturan Main meski Didukung PKB Jakarta Jadi Cagub

Nasional
PKB Tak Resisten Jika Anies dan Kaesang Bersatu di Pilkada Jakarta

PKB Tak Resisten Jika Anies dan Kaesang Bersatu di Pilkada Jakarta

Nasional
Ditanya Soal Berpasangan dengan Kaesang, Anies: Lebih Penting Bahas Kampung Bayam

Ditanya Soal Berpasangan dengan Kaesang, Anies: Lebih Penting Bahas Kampung Bayam

Nasional
Ashabul Kahfi dan Arteria Dahlan Lakukan Klarifikasi Terkait Isu Penangkapan oleh Askar Saudi

Ashabul Kahfi dan Arteria Dahlan Lakukan Klarifikasi Terkait Isu Penangkapan oleh Askar Saudi

Nasional
Timwas Haji DPR Ingin Imigrasi Perketat Pengawasan untuk Cegah Visa Haji Ilegal

Timwas Haji DPR Ingin Imigrasi Perketat Pengawasan untuk Cegah Visa Haji Ilegal

Nasional
Selain Faktor Kemanusian, Fahira Idris Sebut Pancasila Jadi Dasar Dukungan Indonesia untuk Palestina

Selain Faktor Kemanusian, Fahira Idris Sebut Pancasila Jadi Dasar Dukungan Indonesia untuk Palestina

Nasional
Kritik Pengalihan Tambahan Kuota Haji Reguler ke ONH Plus, Timwas Haji DPR: Apa Dasar Hukumnya?

Kritik Pengalihan Tambahan Kuota Haji Reguler ke ONH Plus, Timwas Haji DPR: Apa Dasar Hukumnya?

Nasional
Pelaku Judi 'Online' Dinilai Bisa Aji Mumpung jika Dapat Bansos

Pelaku Judi "Online" Dinilai Bisa Aji Mumpung jika Dapat Bansos

Nasional
Kemenag: Pemberangkatan Selesai, 553 Kloter Jemaah Haji Indonesia Tiba di Arafah

Kemenag: Pemberangkatan Selesai, 553 Kloter Jemaah Haji Indonesia Tiba di Arafah

Nasional
Pengamat Sebut Wacana Anies-Kaesang Hanya 'Gimmick' PSI, Risikonya Besar

Pengamat Sebut Wacana Anies-Kaesang Hanya "Gimmick" PSI, Risikonya Besar

Nasional
Jelang Idul Adha 2024, Pertamina Patra Niaga Sigap Tambah Solar dan LPG 3 Kg

Jelang Idul Adha 2024, Pertamina Patra Niaga Sigap Tambah Solar dan LPG 3 Kg

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com