JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua Umum Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia (PKPI) Sutiyoso tidak memungkiri jika keputusan Presiden Joko Widodo menunjuk HM Prasetyo sebagai Jaksa Agung sarat kepentingan politik. Sebelum menjabat Jaksa Agung, Prasetyo merupakan politisi Partai NasDem yang juga partai pendukung pemerintah.
"Ya, itulah politik, akhirnya kan kepentingan politik tidak bisa dihindari," kata Sutiyoso di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Kamis (20/11/2014) malam.
Namun, mantan Gubernur DKI Jakarta ini mengapresiasi permintaan Jokowi agar Prasetyo keluar dari parpol. Dengan begitu, kata dia, Prasetyo bisa mengemban tugas sebagai Jaksa Agung secara maksimal.
"Kan Presiden sudah meminta atribut partai dilepas, siapapun yang menjabat, itu harus dilakukan," Ujar Sutiyoso.
Nantinya, lanjut dia, masyarakat, media, hingga DPR tinggal mengawasi kinerja Prasetyo. Jika memang kinerjanya tidak baik dan tidak independen, maka bisa dilakukan kritik dan evaluasi.
"Saya yakin beliau juga bisa berikan yang terbaik, kita tunggu saja," pungkasnya.
Secara terpisah, Ketua Umum Partai Nasdem Surya Paloh mengatakan, jika memang ada kader parpol yang dianggap layak untuk menduduki suatu jabatan penting, maka sebaiknya kader itu diberi kesempatan.
"Apakah salah seorang alumni parpol menduduki jabatan strategis? Selama memiliki dignity (martabat), integritas, seharusnya kita dorong untuk masuk ke dalam posisi strategis," kata Surya saat berbincang dengan sejumlah wartawan di kantornya di Jakarta, Jumat (21/11/2014).
Surya menegaskan bahwa Prasetyo sudah diberhentikan sebagai kader Nasdem. Surya mengaku bahwa pemberhentian Prasetyo dilakukan beberapa jam sebelum pelantikan pada Kamis (20/11/2014). Setelah keluar dari keanggotaan Nasdem, Prasetyo otomatis juga keluar dari keanggotaan DPR periode 2014-2019.
Surya baru mengetahui Prasetyo ditunjuk sebagai pengganti Basrief Arief pada Rabu (19/11/2014) malam. (baca: Prasetyo Keluar dari Nasdem Pukul 11.00, Dilantik sebagai Jaksa Agung Pukul 15.30)
Ia berharap agar masyarakat tak lagi terjebak pada dikotomi parpol dan non-parpol dalam menilai apakah seorang pejabat negara layak menduduki posisi tersebut. Menurut dia, jika memang ada anak negeri yang layak untuk menempati posisi strategis yang kosong, sudah sepantasnya untuk didukung.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.