JAKARTA, KOMPAS.com — Kuasa hukum pemohon dalam sidang uji materi Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 di Mahkamah Konstitusi membantah jika gugatan tersebut dilakukan terkait pelantikan Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) sebagai Gubernur DKI Jakarta.
"Perlu saya beri tahu, ini tidak ada korelasinya dalam kasus Ahok. Kami tidak punya tendensi untuk itu," ujar kuasa hukum pemohon, Syahrul Arubusman, saat ditemui seusai mengikuti sidang perdana di Mahkamah Konstitusi, Jakarta Pusat, Senin (17/11/2014).
Pemohon dalam perkara Nomor 130/PUU-XII/2014 ini adalah Yanni. Dalam gugatan tersebut, pemohon merasa dirugikan hak konstitusionalnya dengan berlakunya Pasal 203 ayat 1 Perppu Nomor 1 Tahun 2014. Pasal tersebut dinilai bertentangan dengan Pasal 18 ayat 4 Undang-Undang Dasar 1945, yang menyebutkan pemilihan kepala daerah dilakukan secara demokratis.
Syahrul mengatakan, jika terjadi kekosongan jabatan, DPRD seharusnya dapat segera melaksanakan pemilihan kepala daerah. Selain itu, pemohon juga menilai Pasal 203 ayat 1 tersebut bertentangan dengan Pasal 28 d ayat 3 UUD 45, yang menyebutkan, "Setiap warga negara berhak memperoleh kesempatan yang sama dalam pemerintahan".
Dengan diangkatnya wakil kepala daerah saat terjadi kekosongan jabatan, pemohon menilai hal itu merugikan warga lain yang memiliki kesempatan yang sama untuk mengisi kekosongan jabatan.
Seperti diketahui, pelantikan Ahok sebagai Gubernur DKI Jakarta menuai sejumlah penolakan. Beberapa pihak beralasan pengangkatan Ahok tidak sesuai dengan aturan undang-undang. Salah satunya adalah tafsir mengenai Pasal 173 dalam Perppu Nomor 1 Tahun 2014. Pasal tersebut menyebutkan, apabila masa jabatan kepala daerah yang mengundurkan diri masih di atas 18 bulan, penggantinya dipilih oleh DPRD.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.