Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Agenda Hukum Kabinet Kerja

Kompas.com - 29/10/2014, 06:49 WIB

Meski demikian, forum tersebut harus dibuat dalam jangkauan yang lebih luas, yaitu tak hanya sebatas dalam pembentukan UU, tetapi juga dalam peraturan perundang-undangan di bawah UU. Bagaimanapun, partisipasi diperlukan pula dalam memperjuangkan kepentingan masyarakat untuk produk hukum yang lebih rendah daripada UU.

Terkait dengan KPK, dukungan penguatan menjadi agenda mendesak. Sebagai salah satu titik sentral dalam memberantas korupsi, dukungan optimal dari pemerintah sangat dibutuhkan. Segala keterbatasan anggaran dan sumber daya lainnya mesti segera dipecahkan agar KPK bisa lebih optimal mengurangi laju praktik korupsi. Dalam negara dengan praktik korupsi yang masif, dukungan pemerintah (termasuk parlemen) menjadi tambahan energi luar biasa.

Seperti ditulis Jon ST Quah (2013), indikator untuk menilai dukungan (political will) pelaku politik atas lembaga anti korupsi, yakni anggaran seharusnya proporsional dengan jumlah penduduk dan rasio jumlah staf harus proporsional pula dengan jumlah penduduk.

Selain itu, Quah juga mengingatkan, lembaga semacam KPK mesti didukung produk legislasi komprehensif yang memungkinkan untuk lebih optimal dalam desain besar pemberantasan korupsi. Namun, untuk kebutuhan saat ini, agenda legislasi (berupa revisi) UU KPK harus dihitung betul dengan cermat. Bisa saja maksud baik untuk memperkuat KPK dengan cara merevisi UU yang ada, tetapi yang dihasilkan adalah pembatasan-pembatasan terhadap KPK. Bagaimanapun, meski sebagian anggota DPR adalah wajah-wajah baru, kekhawatiran banyak pihak akan upaya membatasi KPK sama sekali belum hilang.

Sebagai sebuah lembaga produk reformasi yang menjadi harapan besar dalam agenda pemberantasan korupsi, sikap yang harus dilakukan adalah menolak segala macam upaya yang dapat melemahkan KPK. Sikap demikian pun secara eksplisit dituangkan dalam visi-misi JKW-JK. Meski demikian, kewaspadaan pemerintah tak hanya terbatas pada upaya revisi UU KPK, tetapi juga terhadap semua produk legislasi atau RUU yang berpotensi memangkas kewenangan KPK.

Sekiranya memang memiliki komitmen untuk mempertahankan otoritas KPK, masyarakat tidak perlu takut dengan segala kemungkinan manuver di DPR. Sebagai salah satu pemegang kuasa legislasi, berdasarkan Pasal 20 Ayat (2) UUD 1945, pemerintah dapat menarik diri dari pembahasan dan persetujuan bersama sebuah rancangan undang-undang (RUU) jika substansinya melemahkan KPK.

Institusi kunci

Dari sisi pemerintah, agenda pembangunan hukum dan penegakan hukum akan sangat ditentukan oleh institusi kunci, yaitu Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia, kejaksaan, dan kepolisian. Untuk soal-soal hukum secara umum, Menteri Hukum dan HAM akan menjadi salah satu kunci keberhasilan agenda hukum ke depan.

Ketika diundang Presiden Jokowi ke istana, Rabu (22/10), saya sempat mengemukakan bagaimana langkah strategis menanggulangi banyaknya aturan hukum yang tumpang tindih. Dalam kesempatan itu, saya sampaikan harus ada komitmen memperkuat kembali peran Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN). Intinya, Presiden harus memberikan dukungan politik yang kuat agar BPHN kembali menjadi dapur hukum nasional.

Bahkan, karena memandang tumpang tindih aturan menjadi salah satu penyebab utama karut-marut wajah hukum di negeri ini, saya sempat menawarkan agar fungsi BPHN dipindahkan ke kantor presiden. Dengan gagasan ini, semua peraturan perundang-undangan yang keluar dari pihak eksekutif harus lolos telaah substantif dari lembaga ini, terlebih dulu sebelum disahkan dan diundangkan.

Jika ini dilakukan, kemungkinan adanya substansi peraturan perundang-undangan yang saling bertentangan bisa diminimalkan.

Tidak hanya itu, ihwal RUU yang sedang dibahas bersama di DPR dan/atau DPD, sebelum memasuki tahap paripurna untuk mendapatkan persetujuan bersama Presiden dan DPR, menteri yang ditunjuk mewakili presiden dalam pembahasan harus menyampaikan perkembangan terakhir. Penyampaian perkembangan dan perubahan substansi RUU perlu diketahui untuk menentukan apakah presiden akan menyetujui atau tidak sebuah RUU yang telah dibahas bersama.

Bilamana hal ini dilakukan, tidak ada lagi substansi RUU yang disetujui di luar pengetahuan presiden. Dengan demikian, presiden tidak perlu mengambil langkah tidak menandatangani sebuah RUU yang disetujui bersama atau menggunakan hak subyektif (dengan menerbitkan perppu) untuk mencabut keberlakuan sebuah UU. Paling tidak, cerita miring di sekitar persetujuan RUU Pemilihan Kepala Daerah oleh DPRD di ujung kekuasaan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono tidak terulang pada masa pemerintahan JKW-JK.

Sementara itu, untuk dua institusi kunci lain (kejaksaan dan kepolisian), yang perlu dipastikan adalah melakukan dan melanjutkan pembaruan internal. Bahkan, dalam konteks relasi dengan KPK, duet JKW-JK harus memastikan sinergi antara kepolisian dan kejaksaan dengan KPK. Jika hal itu dapat dipastikan, waktu ke depan kita tidak perlu melihat lagi terjadi perseteruan di antara lembaga penegak hukum. Di atas itu semua, para anggota kabinet perlu memastikan 42 agenda hukum prioritas terlaksana.

Hanya dengan cara itulah, harapan rakyat terus terpelihara. Selamat bekerja!

(Saldi Isra, Guru Besar Hukum Tata Negara dan Direktur Pusat Studi Konstitusi Fakultas Hukum Universitas Andalas, Padang)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Momen Anies Mampir Kondangan Warga Muara Baru sebelum ke Halalbihalal PKL dan JRMK di Jakut

Momen Anies Mampir Kondangan Warga Muara Baru sebelum ke Halalbihalal PKL dan JRMK di Jakut

Nasional
8 Kloter Jemaah Haji Indonesia Siap Bergerak ke Makkah, Ambil Miqat di Bir Ali

8 Kloter Jemaah Haji Indonesia Siap Bergerak ke Makkah, Ambil Miqat di Bir Ali

Nasional
Jokowi Terbang ke Bali, Bakal Buka KTT WWF ke-10 Besok

Jokowi Terbang ke Bali, Bakal Buka KTT WWF ke-10 Besok

Nasional
MPR Bakal Safari Temui Tokoh Bangsa, Dimulai dengan Try Sutrisno Besok

MPR Bakal Safari Temui Tokoh Bangsa, Dimulai dengan Try Sutrisno Besok

Nasional
Utarakan Idenya Bareng Maruarar Sirait, Bamsoet: Kami Siapkan Gagasan Rekonsiliasi Nasional Pertemukan Paslon 01, 02 dan 03

Utarakan Idenya Bareng Maruarar Sirait, Bamsoet: Kami Siapkan Gagasan Rekonsiliasi Nasional Pertemukan Paslon 01, 02 dan 03

Nasional
Bamsoet Goda Maruarar Sirait, Qodari, dan Anas Urbaningrum Masuk Golkar

Bamsoet Goda Maruarar Sirait, Qodari, dan Anas Urbaningrum Masuk Golkar

Nasional
Pemerintah Diminta Ambil Kendali Penetapan UKT PTN

Pemerintah Diminta Ambil Kendali Penetapan UKT PTN

Nasional
Indonesia Jadi Tuan Rumah Forum Air Dunia Ke-10 di Bali

Indonesia Jadi Tuan Rumah Forum Air Dunia Ke-10 di Bali

Nasional
Gantikan Yusril Jadi Ketum PBB, Fahri Bahcmid Fokus Jaring Kandidat Pilkada

Gantikan Yusril Jadi Ketum PBB, Fahri Bahcmid Fokus Jaring Kandidat Pilkada

Nasional
APEC 2024, Mendag Zulhas Sebut Indonesia-Korsel Sepakati Kerja Sama di Sektor Mobil Listrik dan IKN

APEC 2024, Mendag Zulhas Sebut Indonesia-Korsel Sepakati Kerja Sama di Sektor Mobil Listrik dan IKN

Nasional
Kebebasan Pers Vs RUU Penyiaran: Tantangan Demokrasi Indonesia

Kebebasan Pers Vs RUU Penyiaran: Tantangan Demokrasi Indonesia

Nasional
Tanggapi Keluhan Warga, Mensos Risma Gunakan Teknologi dalam Pencarian Air Bersih

Tanggapi Keluhan Warga, Mensos Risma Gunakan Teknologi dalam Pencarian Air Bersih

Nasional
Profil Fahri Bachmid Gantikan Yusril Ihza Mahendra Jadi Ketum PBB

Profil Fahri Bachmid Gantikan Yusril Ihza Mahendra Jadi Ketum PBB

Nasional
Ibu Negara Beli Batik dan Gelang di UMKM Mitra Binaan Pertamina

Ibu Negara Beli Batik dan Gelang di UMKM Mitra Binaan Pertamina

Nasional
GWK Jadi Lokasi Jamuan Makan Malam WWF Ke-10, Luhut: Sudah Siap Menyambut Para Tamu

GWK Jadi Lokasi Jamuan Makan Malam WWF Ke-10, Luhut: Sudah Siap Menyambut Para Tamu

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com