Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

KPK: Gratifikasi, Permulaan Korupsi yang Lebih Besar

Kompas.com - 01/10/2014, 12:13 WIB
Ambaranie Nadia Kemala Movanita

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi, Zulkarnain, mengatakan, penerimaan hadiah atau gratifikasi berpotensi menjadi pintu menuju korupsi yang lebih besar. Menurut Zulkarnain, gratifikasi tersebut dapat disebut suap jika pemberiannya kepada seseorang dimaksudkan untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu.

"Gratifikasi merupakan akar dari korupsi. Gratifikasi bisa jadi permulaan dari korupsi oleh pejabat negara yang lebih besar," ujar Zulkarnain dalam sambutannya di acara peluncuran aplikasi GRATis di Kuningan, Jakarta, Rabu (1/10/2014).

Wakil Ketua KPK, Bambang Widjojanto, menambahkan, sikap kompromi pejabat publik menerima gratifikasi terkait jabatannya akan mengantarkan pejabat tersebut pada risiko terpapar korupsi yang lebih luas. Menurut Bambang, tidak berlebihan jika dikatakan gratifikasi sebagai akar korupsi.

"Penyelenggara negara dan pegawai negeri harus lebih berhati-hati dengan praktik 'gratisan' berupa fasilitas yang diberikan oleh pihak yang terkait dengan tugas dan kewenangannya. Karena sesungguhnya penerimaan seperti itu bisa mengarah pada gratifikasi terlarang,” kata Bambang.

Oleh karena itu, KPK meluncurkan aplikasi untuk menyosialisasikan hal-hal terkait gratifikasi. Aplikasi itu bernama "GRATis", singkatan dari Gratifikasi Informasi dan Sosialisasi. Aplikasi ini dapat diunduh secara gratis dari telepon pintar berbasis Android dan iOS. Isi aplikasi ini digambarkan dalam sebuah Taman Gratifikasi yang memiliki sejumlah fitur, antara lain Apa Gratifikasi, Hukum dan Batasan, Contoh Kasus, Pelaporan, Buku Pintar, Pengendalian Gratifikasi, Peran Kita, serta Games.

Zulkarnain mengatakan, fungsi aplikasi ini untuk memberikan gambaran kepada masyarakat maupun pejabat negara terkait gratifikasi beserta larangannya. Bagi pegawai negeri, kata Zulkarnain, aplikasi ini berisi imbauan agar menolak gratifikasi yang diberikan kepadanya.

"Kalau terlanjur menerima gratifikasi, harus lapor ke KPK dalam waktu 30 hari. Kalau tidak, gratifikasi dianggap suap," kata Zulkarnain.

Aplikasi tersebut juga berisi imbauan agar tidak memberi hadiah kepada pegawai negeri untuk melakukan sesuatu terkait jabatannya. Zulkarnain menambahkan, aplikasi ini pun dimaksudkan menggugah wawasan dan kesadaran masyarakat untuk mengawasi para pejabat publik agar tidak meminta mau pun menerima gratifikasi.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Pakar: Tidak Ada Urgensi Merevisi UU Kementerian Negara

Pakar: Tidak Ada Urgensi Merevisi UU Kementerian Negara

Nasional
Mesin Pesawat yang Ditumpanginya Sempat Terbakar Saat Baru Terbang, Rohani: Tidak Ada yang Panik

Mesin Pesawat yang Ditumpanginya Sempat Terbakar Saat Baru Terbang, Rohani: Tidak Ada yang Panik

Nasional
Prabowo Berharap Bisa Tinggalkan Warisan Baik Buat Rakyat

Prabowo Berharap Bisa Tinggalkan Warisan Baik Buat Rakyat

Nasional
Bertemu David Hurley, Jokowi Ingin Perkuat Pengajaran Bahasa Indonesia di Australia

Bertemu David Hurley, Jokowi Ingin Perkuat Pengajaran Bahasa Indonesia di Australia

Nasional
Pemerintah Diminta Kejar Target Pembangunan 25 Sabo Dam di Aliran Sungai Gunung Marapi

Pemerintah Diminta Kejar Target Pembangunan 25 Sabo Dam di Aliran Sungai Gunung Marapi

Nasional
Prabowo 'Tak Mau Diganggu' Dicap Kontroversi, Jubir: Publik Paham Komitmen Beliau ke Demokrasi

Prabowo "Tak Mau Diganggu" Dicap Kontroversi, Jubir: Publik Paham Komitmen Beliau ke Demokrasi

Nasional
JPPI: Meletakkan Pendidikan Tinggi sebagai Kebutuhan Tersier Itu Salah Besar

JPPI: Meletakkan Pendidikan Tinggi sebagai Kebutuhan Tersier Itu Salah Besar

Nasional
Casis yang Diserang Begal di Jakbar Masuk Bintara Polri lewat Jalur Khusus

Casis yang Diserang Begal di Jakbar Masuk Bintara Polri lewat Jalur Khusus

Nasional
Polri Buru Dalang 'Illegal Fishing' Penyelundupan Benih Lobster di Bogor

Polri Buru Dalang "Illegal Fishing" Penyelundupan Benih Lobster di Bogor

Nasional
Sajeriah, Jemaah Haji Tunanetra Wujudkan Mimpi ke Tanah Suci Setelah Menanti 14 Tahun

Sajeriah, Jemaah Haji Tunanetra Wujudkan Mimpi ke Tanah Suci Setelah Menanti 14 Tahun

Nasional
BPK Periksa SYL soal Dugaan Auditor Minta Rp 12 M

BPK Periksa SYL soal Dugaan Auditor Minta Rp 12 M

Nasional
UKT Meroket padahal APBN Pendidikan Rp 665 T, Anggota Komisi X DPR: Agak Aneh...

UKT Meroket padahal APBN Pendidikan Rp 665 T, Anggota Komisi X DPR: Agak Aneh...

Nasional
Dewas KPK Akan Bacakan Putusan Sidang Etik Nurul Ghufron Pekan Depan

Dewas KPK Akan Bacakan Putusan Sidang Etik Nurul Ghufron Pekan Depan

Nasional
Revisi UU Kementerian Negara, Pakar: Tidak Salah kalau Menduga Terkait Bagi-bagi Jabatan, jika...

Revisi UU Kementerian Negara, Pakar: Tidak Salah kalau Menduga Terkait Bagi-bagi Jabatan, jika...

Nasional
Pembangunan Tol MBZ yang Dikorupsi Menyimpan Persoalan, Beton di Bawah Standar, dan Lelang Sudah Diatur

Pembangunan Tol MBZ yang Dikorupsi Menyimpan Persoalan, Beton di Bawah Standar, dan Lelang Sudah Diatur

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com