Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sebelum Pimpin Rapat Paripurna RUU Pilkada, Priyo Ditelepon Aburizal

Kompas.com - 25/09/2014, 09:04 WIB
Indra Akuntono

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com
 — Wakil Ketua DPR Priyo Budi Santoso ditelepon oleh Ketua Umum Partai Golkar Aburizal Bakrie beberapa saat sebelum memimpin sidang paripurna pengesahan Rancangan Undang-Undang Pemilihan Kepala Daerah (RUU Pilkada), Kamis (25/9/2014) pagi.

Salah satu pembicaraan antara Priyo dan Aburizal terkait dengan peta dukungan terhadap pilkada langsung dan pilkada melalui DPRD. Telepon genggam Priyo berdering sekitar pukul 08.43 WIB.

Saat itu, Priyo baru saja tiba di Kompleks Gedung Parlemen, Senayan, Jakarta. Priyo menerima telepon tersebut setelah diantarkan dan diberi tahu oleh seorang ajudannya.

"Sejak tiga hari ini, Pak Aburizal selalu telepon. Saya kira wajar, apalagi saya yang akan memimpin sidang paripurna," kata Priyo, saat dikonfirmasi.

Ketua DPP Partai Golkar itu melanjutkan, tak hanya Aburizal, beberapa pimpinan fraksi dan pimpinan partai lain pun kerap menghubunginya. Namun, ia menjamin akan memosisikan diri di tempat yang netral saat memimpin sidang paripurna nantinya.

"Saya akan memimpin dengan cara yang adil, seperti yang selama ini saya lakukan saat memimpin sidang paripurna. Kalau Pak Aburizal, kami memang sering berbincang di telepon," ujarnya.

Rapat paripurna akan menjadi penentu mekanisme pemilihan kepala daerah, apakah langsung oleh rakyat atau oleh DPRD. Hingga rapat kerja kemarin, masih terlalu banyak perbedaan sikap di antara fraksi-fraksi di Komisi II DPR mengenai RUU Pilkada.

Seperti dikutip harian Kompas, perbedaan sikap itu terlihat saat rapat kerja Komisi II DPR dan pemerintah dengan agenda pengambilan keputusan tingkat pertama RUU Pilkada di DPR, Jakarta, Rabu (24/9/2014). Fraksi PDI-P, Partai Hanura, PKB, dan Partai Demokrat memberikan dukungan terhadap mekanisme pilkada langsung oleh rakyat. Fraksi Partai Golkar, PPP, PAN, PKS, dan Partai Gerindra mendukung pilkada oleh DPRD. Pemerintah diwakili Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi.

Meski mendukung pilkada langsung, Partai Demokrat meminta tiga perbaikan pada draf RUU Pilkada, yaitu uji publik calon kepala daerah yang hasilnya menentukan lulus atau tidaknya calon; kandidat kepala daerah harus ikut bertanggung jawab jika massa pendukungnya ricuh; dan untuk mencegah politisasi birokrasi, petahana tidak memutasi pegawai setahun sebelum pilkada dan kepala daerah terpilih tidak memutasi selama setahun setelah terpilih. Jika tiga hal ini tak diakomodasi, Demokrat akan mendorong opsi ketiga dalam rapat paripurna, selain opsi pilkada langsung dan pilkada tidak langsung.

Selain mekanisme pilkada, perbedaan sikap terlihat pada syarat calon kepala daerah, yaitu terkait ikatan perkawinan dan darah dengan petahana untuk mencegah politik dinasti. Demokrat dan Gerindra meminta calon tidak memiliki ikatan perkawinan atau garis lurus satu tingkat ke atas, bawah, dan samping dengan petahana. Adapun Partai Golkar, PDI-P, dan PKB meminta istri atau suami petahana dilarang, sedangkan anak dan saudara tidak dilarang.

Perbedaan juga masih terlihat dalam menyikapi siapa yang dipilih saat pilkada, apakah kepala dan wakil kepala daerah (satu paket) atau hanya kepala daerah, sedangkan wakilnya dipilih oleh kepala daerah terpilih.

Bagi fraksi pendukung pilkada langsung, masih ada perbedaan mekanisme rekapitulasi penghitungan suara. PKB mendukung rekapitulasi suara dari TPS langsung ke KPU. PDI-P ingin rekapitulasi berjenjang seperti selama ini, dari TPS ke desa, kecamatan, dan berakhir di KPU.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Komisi I Bakal Panggil Menkominfo jika PDN Masih Bermasalah

Komisi I Bakal Panggil Menkominfo jika PDN Masih Bermasalah

Nasional
Kumpulkan Pamen, KSAL Wanti-wanti Bahaya Utang Berlebih dan Kebiasaan Judi 'Online'

Kumpulkan Pamen, KSAL Wanti-wanti Bahaya Utang Berlebih dan Kebiasaan Judi "Online"

Nasional
KPK Akan Dalami Dugaan Aliran Dana SYL Ke Firli Bahuri

KPK Akan Dalami Dugaan Aliran Dana SYL Ke Firli Bahuri

Nasional
Saat Bamsoet Bicara soal Amendemen Berujung Diputus Langgar Kode Etik...

Saat Bamsoet Bicara soal Amendemen Berujung Diputus Langgar Kode Etik...

Nasional
Eks Dirut Pertamina Karen Agustiawan Divonis 9 Tahun Penjara

Eks Dirut Pertamina Karen Agustiawan Divonis 9 Tahun Penjara

Nasional
Sri Mulyani Bakal Cek Aturan Bea Masuk Kain Usai RI Kebanjiran Tekstil Impor

Sri Mulyani Bakal Cek Aturan Bea Masuk Kain Usai RI Kebanjiran Tekstil Impor

Nasional
Golkar Optimistis Bisa Koalisi dengan Gerindra di Pilkada Jakarta, Calonnya Masih Dibahas

Golkar Optimistis Bisa Koalisi dengan Gerindra di Pilkada Jakarta, Calonnya Masih Dibahas

Nasional
Mendagri Buka Suara Pj Gubernur NTB Diganti Pensiunan Jenderal TNI

Mendagri Buka Suara Pj Gubernur NTB Diganti Pensiunan Jenderal TNI

Nasional
PKB Buka Kans Koalisi dengan PDI-P, Sandingkan Marzuki-Risma di Pilkada Jatim

PKB Buka Kans Koalisi dengan PDI-P, Sandingkan Marzuki-Risma di Pilkada Jatim

Nasional
Benny Harman: Belum Ada Rekomendasi Untuk Kembalikan UUD 1945 ke Naskah Asli

Benny Harman: Belum Ada Rekomendasi Untuk Kembalikan UUD 1945 ke Naskah Asli

Nasional
Sudah 6 Pj Kepala Daerah Mundur karena Hendak Maju Pilkada 2024

Sudah 6 Pj Kepala Daerah Mundur karena Hendak Maju Pilkada 2024

Nasional
Didakwa Korupsi Rp 44,5 Miliar, SYL Pamer Kementan Kontribusi Rp 15 Triliun ke Negara

Didakwa Korupsi Rp 44,5 Miliar, SYL Pamer Kementan Kontribusi Rp 15 Triliun ke Negara

Nasional
Menperin Bakal Pelajari Isu Sritex Bangkrut

Menperin Bakal Pelajari Isu Sritex Bangkrut

Nasional
Usung Sohibul Iman Jadi Bakal Cagub, PKS Tegaskan Partai Pemenang Pileg di Jakarta

Usung Sohibul Iman Jadi Bakal Cagub, PKS Tegaskan Partai Pemenang Pileg di Jakarta

Nasional
KPAI Desak Polisi Transparan Dalam Kasus Kematian Pelajar 13 Tahun di Padang

KPAI Desak Polisi Transparan Dalam Kasus Kematian Pelajar 13 Tahun di Padang

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com