Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Menyelamatkan Masa Depan Demokrasi

Kompas.com - 24/09/2014, 11:44 WIB

Oleh ST Sunardi

KOMPAS.com - BARU sebentar merasa lega setelah pemilihan legislatif dan pemilihan presiden, masyarakat dikejutkan oleh Rancangan Undang-Undang Pemilihan Kepala Daerah yang kontroversial. Apa implikasi pilkada oleh DPRD bagi demokrasi di Indonesia? Apalagi kalau ternyata upaya ini lebih terkait dengan efek hasil pilpres daripada usaha untuk memajukan demokrasi di Indonesia.

Sudah banyak dibahas keterbatasan demokrasi perwakilan. Bahaya ini sudah diperingatkan oleh Nietzsche: demokrasi (parlemen) membuat orang-orang medioker menjadi penguasa, sebaliknya orang-orang unggul direpresi. Pandangan kontroversial ini membuat Nietzsche dicap sebagai anti demokrasi.

Pesan Nietzsche sebetulnya sederhana: demokrasi yang konon untuk mengakui manusia dengan potensinya justru direduksi dalam suatu prosedur buatan orang-orang kerdil yang membuat orang-orang unggul ini tidak nongol keluar.

Kalau diungkapkan dalam bahasa filsafat politik kontemporer, demokrasi itu justru terjadi kalau mereka yang selama ini tidak diperhitungkan (discounted) mulai diperhitungkan (counted) (J Rancière, 1999).

Gagasan demokrasi sangat kontras dengan ide penghapusan pemilihan kepala daerah (pilkada) secara langsung. Argumentasi dalam ide penghapusan itu bisa membuat kita mengalami sesat pikir dalam politik demokrasi.

Karena dipilih oleh rakyat, para anggota DPR merasa berhak menentukan cara pilkada (sejauh penentuan itu sesuai prosedur, misalnya suara terbanyak) termasuk mengusulkan pilkada oleh DPRD, karena pemilihan langsung memboroskan uang dan menimbulkan banyak konflik horizontal.

Dalam argumentasi tersebut kita melihat bahaya praktik demokrasi yang justru sedang melawan demokrasi tersebut sendiri (democracy against democracy) (G Agamben, et al, 2011).

Bolehkah anggota DPR membuat aturan pilkada tanpa melibatkan rakyat secara langsung karena sudah diwakili oleh DPRD? Di sinilah terletak persoalan etika-politik demokrasi yang bisa membunuh demokrasi itu sendiri, bahkan politik dalam arti yang sebenarnya (bukan politik parlemen).

Realitas politis suatu bangsa tidak bisa direduksi ke dalam politik parlemen. Realitas politik di parlemen sebagai lembaga representasi rakyat tidak menyedot habis realitas politik yang hidup di rakyat.

Politik rakyat tidak selesai dengan terpilihnya para anggota parlemen yang seolah- olah bisa melakukan apa saja karena mereka sudah dipilih oleh rakyat.

Sebaliknya, parlemen seharusnya mencari berbagai cara (antara lain membuat undang- undang) agar bangsa ini bisa mencari orang- orang unggul dengan memperhitungkan (to count) mereka yang selama ini tidak diperhitungkan (discounted).

Ide penghapusan pilkada secara langsung mengesankan bahwa sekelompok besar orang di parlemen takut munculnya orang unggul.

Kita seakan-akan dalam keadaan darurat sehingga harus menarik arena demokrasi dari rakyat ke parlemen. Ini tragis, pertanda kembalinya Ancien Régime!

Patologi politis

Halaman:
Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Meneropong Kabinet Prabowo-Gibran, Menteri 'Triumvirat' hingga Keuangan Diprediksi Tak Diisi Politisi

Meneropong Kabinet Prabowo-Gibran, Menteri "Triumvirat" hingga Keuangan Diprediksi Tak Diisi Politisi

Nasional
Dewas KPK Gelar Sidang Perdana Dugaan Pelanggaran Etik Nurul Ghufron Hari Ini

Dewas KPK Gelar Sidang Perdana Dugaan Pelanggaran Etik Nurul Ghufron Hari Ini

Nasional
Jokowi Resmikan 40 Kilometer Jalan Inpres Senilai Rp 211 Miliar di NTB

Jokowi Resmikan 40 Kilometer Jalan Inpres Senilai Rp 211 Miliar di NTB

Nasional
Jokowi Akan Resmikan Bendungan dan Panen Jagung di NTB Hari ini

Jokowi Akan Resmikan Bendungan dan Panen Jagung di NTB Hari ini

Nasional
Meski Isyaratkan Merapat ke KIM, Cak Imin Tetap Ingin Mendebat Prabowo soal 'Food Estate'

Meski Isyaratkan Merapat ke KIM, Cak Imin Tetap Ingin Mendebat Prabowo soal "Food Estate"

Nasional
Setelah Jokowi Tak Lagi Dianggap sebagai Kader PDI-P...

Setelah Jokowi Tak Lagi Dianggap sebagai Kader PDI-P...

Nasional
Pengertian Lembaga Sosial Desa dan Jenisnya

Pengertian Lembaga Sosial Desa dan Jenisnya

Nasional
Prediksi soal Kabinet Prabowo-Gibran: Menteri Triumvirat Tak Diberi ke Parpol

Prediksi soal Kabinet Prabowo-Gibran: Menteri Triumvirat Tak Diberi ke Parpol

Nasional
Jokowi Dianggap Jadi Tembok Tebal yang Halangi PDI-P ke Prabowo, Gerindra Bantah

Jokowi Dianggap Jadi Tembok Tebal yang Halangi PDI-P ke Prabowo, Gerindra Bantah

Nasional
Soal Kemungkinan Ajak Megawati Susun Kabinet, TKN: Pak Prabowo dan Mas Gibran Tahu yang Terbaik

Soal Kemungkinan Ajak Megawati Susun Kabinet, TKN: Pak Prabowo dan Mas Gibran Tahu yang Terbaik

Nasional
PKS Siap Gabung, Gerindra Tegaskan Prabowo Selalu Buka Pintu

PKS Siap Gabung, Gerindra Tegaskan Prabowo Selalu Buka Pintu

Nasional
PKB Jaring Bakal Calon Kepala Daerah untuk Pilkada 2024, Salah Satunya Edy Rahmayadi

PKB Jaring Bakal Calon Kepala Daerah untuk Pilkada 2024, Salah Satunya Edy Rahmayadi

Nasional
Saat Cak Imin Berkelakar soal Hanif Dhakiri Jadi Menteri di Kabinet Prabowo...

Saat Cak Imin Berkelakar soal Hanif Dhakiri Jadi Menteri di Kabinet Prabowo...

Nasional
Prabowo Ngaku Disiapkan Jadi Penerus, TKN Bantah Jokowi Cawe-cawe

Prabowo Ngaku Disiapkan Jadi Penerus, TKN Bantah Jokowi Cawe-cawe

Nasional
Orang Dekat Prabowo-Jokowi Diprediksi Isi Kabinet: Sjafrie Sjamsoeddin, Dasco, dan Maruarar Sirait

Orang Dekat Prabowo-Jokowi Diprediksi Isi Kabinet: Sjafrie Sjamsoeddin, Dasco, dan Maruarar Sirait

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com