Menurut Thomson, kliennya layak mendapatkan pembebasan bersyarat.
"Kami berharap Kemenhuk HAM tetap bersikap arif dan bijaksana dalam menyikapi itu. Jika itu hak dan sudah memenuhi syarat untuk diberikan ya hendaknya diberikan lah," kata Thomson, melalui pesan singkat, Jumat (19/9/2014).
Thomson mengatakan, kliennya sudah memenuhi persyaratan untuk mendapatkan pembebasan bersyarat sehingga pihak lembaga pemasyarakatan mengajukan permohonan pembebasan bersyarat atas nama Anggodo. Dia juga menegaskan, jika pembebasan bersyarat merupakan hak bagi warga binaan.
"Jadi bukan urusan layak atau tidak layak, bukan urusan opini, tapi aturan di PP (peraturan pemerintah) itu memberikan syarat dan syarat itu sudah terpenuhi. Jangan jadi urusan suka tidak suka tapi ini urusan hak dengan yang dipersyaratkan dalam PP tentang hak warga binaan," papar Thomson.
Sejauh ini, Ditjen Pemasyarakatan masih mengkaji permohonan pembebasan bersyarat Anggodo. Menurut Direktur Informasi dan Komunikasi Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Ibnu Khuldun, pihaknya menerima berkas permohonan pembebasan bersyarat Anggodo pada Juli 2014. Menurut Ibnu, pengajuan pembebasan bersyarat itu berdasarkan usulan setelah melalui proses dan penilaian sikap yang dilakukan Tim Pengamat Pemasyarakatan Lapas Sukamiskin, Bandung, Jawa Barat.
Dia juga mengatakan bahwa permohonan pembebasan bersyarat seorang narapidana dapat diajukan jika yang bersangkutan telah menjalani dua pertiga masa tahanan.
Adapun, Anggodo divonis 10 tahun penjara dan denda Rp 250 juta subsider lima bulan kurungan. Ia telah ditahan sejak 14 Januari 2010 di Rutan Kelas I Cipinang sebelum akhirnya dipindahkan ke Lapas Sukamiskin.
Anggodo terbukti dengan sengaja mencegah, merintangi, atau menggagalkan penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang Pengadilan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diatur dalam Pasal 21 UU Nomor 31 Tahun 1999. Anggodo bersama-sama dengan Ary Muladi secara sah dan meyakinkan terbukti melakukan pemufakatan jahat untuk melakukan perbuatan korupsi, yakni mencoba menyuap pimpinan dan penyidik KPK.
Upaya suap lebih dari Rp 5 miliar tersebut dilakukan guna menggagalkan penyidikan kasus korupsi Sistem Komunikasi Radio Terpadu (SKRT) di Departemen Kehutanan yang melibatkan Anggoro yang saat itu masih buron.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.