Ketua Kamar Pidana Mahkamah Agung (MA) Artidjo Alkostar mengungkapkan hal itu ketika diwawancarai Kompas seputar alasannya yang selalu menjatuhkan hukuman maksimal kepada para terdakwa korupsi.
”Korupsi itu kejahatan kemanusiaan yang dampaknya multi effect. Berdampak negatif kepada tubuh negara. Negara menjadi tidak sehat lagi. Koruptor itu juga merampas hak asasi manusia, khususnya hak-hak rakyat untuk sejahtera,” ujarnya.
Sejumlah putusan Artidjo mengundang apresiasi publik. Terakhir, Artidjo memperberat hukuman mantan Presiden Partai Keadilan Sejahtera Luthfi Hasan Ishaaq dari 16 tahun menjadi 18 tahun penjara. MA juga mencabut hak politik Luthfi untuk dipilih dalam jabatan publik. Sebelumnya, ia memperberat hukuman politisi Partai Demokrat, Angelina Sondakh, dan sejumlah terdakwa lain.
Ia menambahkan, ”Rakyat Indonesia berhak untuk melihat masa depan lebih baik. Koruptor ini membuat masa depan bangsa suram. Kita harus mencerahkan masa depan bangsa ini. Tidak ada toleransi bagi koruptor. Zero tolerance bagi koruptor.”
Tak hanya menjatuhkan hukuman maksimal. Artidjo dalam beberapa putusannya juga memberikan hukuman tambahan berupa pencabutan hak politik untuk dipilih dalam jabatan publik. Putusan semacam ini telah dijatuhkan terhadap Luthfi dan juga kepada Djoko Susilo, mantan Kepala Korps Lalu Lintas Polri. Dalam kasus Djoko Susilo, Pengadilan Tinggi DKI Jakarta-lah yang menginisiasi penjatuhan hukuman pencabutan hak politik. Putusan tersebut dikuatkan di tingkat kasasi.
Saat ditanya alasan menjatuhkan hukuman pencabutan hak politik, Artidjo menyatakan, hal tersebut merupakan konsekuensi etis dan yuridis dari posisi Luthfi yang memiliki kekuasaan politis. Luthfi telah menjadikan kekuasaan itu sebagai alat untuk berhubungan transaksional demi imbalan fee.
”Rakyat ini, kan, menjadi tidak enak melihatnya (Luthfi). Tidak baik. Padahal, dia itu dipilih menjadi wakil rakyat. Namun, malah korupsi yang (berdampak) kepada rakyat. Korbannya rakyat,” ujarnya.
Menurut dia, korupsi oleh politisi sudah sistemik. Di dalam sistem politik Indonesia, siapa yang banyak uang, dialah yang terpilih menjadi anggota DPR. Artinya, untuk terjun ke dunia politik atau menjadi anggota DPR, seseorang harus mengeluarkan banyak uang. Biaya politik yang tinggi berkonsekuensi hubungan transaksional.
”Itu sudah menjadi sistem di negara kita. Seharusnya itu tidak menjadi sistem. Pilih yang terbaik dan jujur. Tanpa faktor banyaknya uang,” ujarnya.
Menurut Artidjo, kondisi korupsi yang sistemis itu sungguh memprihatinkan. Meski demikian, ia meminta semua pihak tetap optimistis. Indonesia sebagai negara yang besar telah bergerak ke arah positif. Demokrasi di negeri ini termasuk unggul dibandingkan dengan negara-negara lain di kawasan Asia. ”Sekarang tinggal tugas kita bersama menghilangkan kanker di tubuh negara ini,” katanya.
Meskipun dirinya dan sejumlah hakim agung sering menjatuhkan hukuman maksimal bagi koruptor, lanjut Artidjo, pihaknya tak bisa meminta ataupun memaksa hakim-hakim lain (termasuk hakim di bawahnya) untuk mengikuti. Hakim punya kebebasan yang dilindungi dan tidak bisa dintervensi siapa pun.
”Hakim itu posisinya primus interpares. Dia adalah yang dituakan di antara sesamanya. Maka, di pengadilan, sebutannya adalah ketua dan bukan kepala. Itu ada artinya, yaitu dari atas tidak bisa memberikan instruksi (terkait perkara),” ujarnya.
Namun, ia menambahkan, hakim akan mengikuti putusan-putusan yang memiliki legal reasoning yang baik. Hal itu terjadi secara otomatis. ”Dan, publiklah yang menilai,” kata Artidjo.
Menjadi model
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.