Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Menteri dan Partai Politik

Kompas.com - 09/09/2014, 09:39 WIB

Oleh:

KOMPAS.com - MENTERI merupakan jabatan yang sering diimpikan banyak orang. Lebih-lebih zaman sekarang ketika banyak partai dibentuk. Melalui partai politik, apalagi menjadi ketua partai, orang akan berpikir ”siapa tahu bisa menjadi menteri nanti”. Maka, ramai-ramai orang membentuk partai politik.

Tak hanya menteri yang ingin digapai, kalau mungkin presiden sekalian. Benarkah jabatan  menteri bisa dicapai melalui parpol?

Zaman Bung Karno dan Bung Hatta dulu, orang bisa jadi menteri karena selain profesional, berilmu, juga berpartai politik. Kadang-kadang ada juga orang yang tak berpartai politik tetapi berilmu luas. Ketika Bung Hatta meninggalkan Bung Karno, maka—pada zaman Bung Karno sendirian ini—yang bisa jadi menteri ada yang dari tentara. Tampaknya Bung Hatta punya pandangan bahwa yang bisa jadi menteri adalah orang berpartai politik tetapi berilmu luas, ahli di bidangnya. Jadi, bukan amatiran: asal jadi ketua partai lalu mencalonkan diri jadi calon menteri bahkan calon presiden. Atau, dengan mengikuti keinginan UUD 1945 (asli), seorang menteri haruslah mengetahui seluk-beluk pekerjaan kementerian yang dipimpinnya.

Menteri zaman demokrasi liberal

Landasan berilmu bagi pemimpin atau orang parpol amat penting karena mereka bisa dimungkinkan jadi pemimpin rakyat dan negara, baik sebagai menteri apalagi presiden. Berilmu berarti punya kedalaman pengetahuan dan keahlian mengenai bidang pekerjaan yang bakal dilaksanakan dalam kementerian yang dipimpinnya. Itu sebabnya, ketika Bung Hatta masih memperkuat dwitunggal, hasil maklumat yang ia keluarkan sebagai wakil presiden dan perdana menteri dikenal istilah zakenkabinet. Pada kabinet zaken ini setiap kementerian negara dipimpin menteri yang ahli dan tahu seluk-beluk bidang kementerian pimpinannya dan menonjol sifat kenegarawanannya.

Oleh karena mementingkan keahlian dan kenegarawanan ini, adakalanya orang yang ahli tetapi tak masuk parpol tertentu bisa diminta duduk dalam kabinet dan memimpin kementerian negara. Orang tak berpartai tetapi ahli dan berilmu luas serta memiliki sifat kenegarawanan adalah Djuanda, Sultan Hamengku Buwono IX, Bahder Djohan, dan Moh Yamin. Mereka berulang kali diminta menjadi menteri.

Ketika pemerintahan dikelola secara demokrasi liberalistik, peran parpol memang amat besar saat itu. Karena itu, di dalam pemerintahan eksekutif ataupun legislatif, orang-orang sipil dari parpol ini berkiprah sangat menentukan. Semua menteri orang sipil yang berasal dari parpol. Sebenarnya kalau saat itu prinsip demokrasi dijalankan secara baik seperti keinginan Bung Hatta, dan Bung Karno tak keburu  nafsu tampil berkuasa serta membungkam beda pendapat dan paham dengannya, barangkali pelajaran pemerintahan demokratis yang sipilian bisa diwariskan kepada generasi berikutnya.

Sayang, Bung Karno berselisih paham dengan Bung Hatta dan kemudian Bung Karno menangkapi lawan-lawan politiknya yang berbeda paham dengannya. Maka, jalannya demokrasi kita telah menyimpang jauh dari ajaran demokrasi dan masyarakat sipil. Bung Hatta dengan kebesaran jiwa rela meninggalkan pemerintahan dari suatu negara yang dicintainya dan hubungan pribadinya dengan Bung Karno tak pernah berubah sampai ia berpulang.

Mulailah Bung Karno mengundang tentara bisa bersamanya memimpin pemerintahan dan negara. Pemerintahan Bung Karno semakin otoriter, lawan-lawan politiknya dipenjarakan, dan tentara jadi alat kekuasaan yang menakutkan rakyat sipil. Cara-cara Bung Karno memerintah ini kelak ditiru pemerintahan Orde Baru yang penuh dengan rekayasa politik. Mulailah tentara memimpin kementerian, punya hak istimewa tanpa dipilih, punya jatah wakil di DPR dan MPR. Tak hanya di pemerintahan pusat tentara ikut memerintah, tetapi sampai ke tingkat pemerintahan daerah di bawah sekalipun.

Orang-orang sipil dari parpol pelan-pelan mulai terpinggirkan. Tokoh-tokohnya banyak yang masuk penjara, tak sempat lagi mendidik kader dan mewariskan tatanan sistem demokrasi yang sipilian. Perbedaan pendapat, ideologi, dan politik mulai dijadikan pemisah yang dalam di antara kita. Parpol reputasinya mulai menurun dan dijauhi rakyat. Lebih parah lagi, pada pemerintahan Orde Baru, reputasi parpol dibuat amat tercela. Situasi seperti ini tak menguntungkan bagi lahirnya pemerintahan sipil yang kelak dikenal dengan istilah pemerintahan  madani.

Zaman Orde Baru ini zaman malaise bagi parpol. Pada zaman ini jabatan menteri dicapai melalui tentara golongan politik yang tidak mau disebut parpol meski bermain politik. Salah satunya bisa melalui konglomerat dan orang-orang dekat istana. Parpol yang jumlahnya hanya dua gelintir itu tak punya harapan kapan bisa dipasang sebagai menteri yang bergelimang glamor anggaran melimpah.

Pada mulanya memang atas kebaikan penguasa, ada menteri yang berasal dari parpol. Setelah itu tak ada harapan bagi parpol yang dua itu ikut di dalamnya. Dua parpol selama pemerintahan Orde Baru berada di pinggiran, tak bisa bermain apa-apa kecuali menunggu kucuran anggaran sebagai belas kasihan penguasa untuk biaya menjalankan partai. Biaya belas kasihan itu akan ditambah kalau waktu pemilihan umum tiba. Maka, semua anak bangsa ini cita-citanya ingin jadi tentara supaya bisa masuk lapangan kerja di pemerintahan dan jadi menteri atau presiden. Kalau tidak jadi tentara, ya, jadi pengusaha yang bisa dekat-dekat istana agar bisa menjadi menteri.

Amat tercela

Pada zaman Orde Baru reputasi parpol dibuat amat tercela. Dengan parpol, rakyat  terpecah belah jadi keping-keping anak bangsa yang membahayakan persatuan. Dengan parpol, bangsa ini tak sempat membenahi diri membangun negara. Dengan parpol, kesejahteraan rakyat tidak sempat diratakan dan keadilan tak pernah diwujudkan. Pendeknya, parpol tak berjasa bagi bangsa ini. Tamatlah riwayat parpol saat itu. Peran mereka diganti dengan kerja keras berslogan kekaryaan. Pembangunan negara dan bangsa ini bisa dilakukan dengan karya yang besar melalui Golongan Karya. Tampillah kelompok bukan parpol tetapi ikut bermain politik dengan menggelar pemilu lima tahun sekali dan rekayasa untuk selalu menang.

Halaman:
Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Timnas Kalah Lawan Irak, Jokowi: Capaian Hingga Semifinal Layak Diapresiasi

Timnas Kalah Lawan Irak, Jokowi: Capaian Hingga Semifinal Layak Diapresiasi

Nasional
Kunker ke Sumba Timur, Mensos Risma Serahkan Bansos untuk ODGJ hingga Penyandang Disabilitas

Kunker ke Sumba Timur, Mensos Risma Serahkan Bansos untuk ODGJ hingga Penyandang Disabilitas

Nasional
KPK Kembali Panggil Gus Muhdlor Sebagai Tersangka Hari Ini

KPK Kembali Panggil Gus Muhdlor Sebagai Tersangka Hari Ini

Nasional
Teguran Hakim MK untuk KPU yang Dianggap Tak Serius

Teguran Hakim MK untuk KPU yang Dianggap Tak Serius

Nasional
Kuda-kuda Nurul Ghufron Hadapi Sidang Etik Dewas KPK

Kuda-kuda Nurul Ghufron Hadapi Sidang Etik Dewas KPK

Nasional
Laba Bersih Antam Triwulan I-2024 Rp 210,59 Miliar 

Laba Bersih Antam Triwulan I-2024 Rp 210,59 Miliar 

Nasional
Jokowi yang Dianggap Tembok Besar Penghalang PDI-P dan Gerindra

Jokowi yang Dianggap Tembok Besar Penghalang PDI-P dan Gerindra

Nasional
Sebut Jokowi Kader 'Mbalelo', Politikus PDI-P: Biasanya Dikucilkan

Sebut Jokowi Kader "Mbalelo", Politikus PDI-P: Biasanya Dikucilkan

Nasional
[POPULER NASIONAL] PDI-P Harap Putusan PTUN Buat Prabowo-Gibran Tak Bisa Dilantik | Menteri 'Triumvirat' Prabowo Diprediksi Bukan dari Parpol

[POPULER NASIONAL] PDI-P Harap Putusan PTUN Buat Prabowo-Gibran Tak Bisa Dilantik | Menteri "Triumvirat" Prabowo Diprediksi Bukan dari Parpol

Nasional
Tanggal 5 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 5 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Sempat Berkelakar Hanif Dhakiri Jadi Menteri, Muhaimin Bilang Belum Ada Pembicaraan dengan Prabowo

Sempat Berkelakar Hanif Dhakiri Jadi Menteri, Muhaimin Bilang Belum Ada Pembicaraan dengan Prabowo

Nasional
PKS Janji Fokus jika Gabung ke Prabowo atau Jadi Oposisi

PKS Janji Fokus jika Gabung ke Prabowo atau Jadi Oposisi

Nasional
Gerindra Ungkap Ajakan Prabowo Buat Membangun Bangsa, Bukan Ramai-ramai Masuk Pemerintahan

Gerindra Ungkap Ajakan Prabowo Buat Membangun Bangsa, Bukan Ramai-ramai Masuk Pemerintahan

Nasional
PKB Terima Pendaftaran Bakal Calon Kepala Daerah Kalimantan, Salah Satunya Isran Noor

PKB Terima Pendaftaran Bakal Calon Kepala Daerah Kalimantan, Salah Satunya Isran Noor

Nasional
ICW Sebut Alasan Nurul Ghufron Absen di Sidang Etik Dewas KPK Tak Bisa Diterima

ICW Sebut Alasan Nurul Ghufron Absen di Sidang Etik Dewas KPK Tak Bisa Diterima

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com