Keinginan mengeliminasi virus korupsi yang mewabah pada sendi-sendi kehidupan, dari kehidupan di keluarga, sekolah, hingga di lembaga-lembaga publik, belum juga terpecahkan meskipun sudah ada KPK.
KPK bahkan lebih mengarah kepada penangkapan daripada pencegahan, tapi tidak mampu mereduksi tindakan korupsi. Yang ada adalah menambah daftar jumlah orang yang menjadi tersangka dan menciptakan rasa takut. KPK belum sampai kepada bagaimana korupsi harus ditolak dan dimusuhi dari internal diri anak-anak bangsa.
Merujuk kepada pendapat Ong Hok Ham, sejarawan, korupsi adalah warisan sejak zaman Kerajaan Mataram, yakni praktik mengutip upeti yang dilakukan oleh kalangan priayi kepada rakyat tidak semua-
nya disetor kepada raja. Bahkan, raja juga tidak banyak mengetahui tentang ke-
giatan pengumpulan upeti tersebut. Pemerintah kolonial Belanda juga membiarkan praktik upeti ini ketika sudah menaklukkan raja-raja.
Konsep tentang kepemilikan harta benda menjadi faktor utama virus korupsi menjangkit dalam kehidupan keluarga. Ada fenomena jika seorang pemimpin menguasai suatu jabatan, ia dan kroninya memersepsikan jabatan adalah harta benda milik pribadi, keluarga, atau kolektif komunal.
Tindakan koruptif adalah ”amal baik atau kebajikan” seperti membantu nepos (kerabat) di dalam atau di luar kewenangannya. Namun, birokrat yang memiliki kesadaran antikorupsi dianggap orang yang ”sombong”, lupa diri, tidak mau kenal lagi sanak saudara. Dilematis atau memang sudah mendarah daging!
Erlangga Masdiana