Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Permintaan Kubu Prabowo-Hatta Dinilai Tak Punya Dasar Hukum

Kompas.com - 21/07/2014, 14:28 WIB
Fabian Januarius Kuwado

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com — Anggota tim hukum pasangan Joko Widodo-Jusuf Kalla, Alexander Lay, menilai, tidak ada dasar hukum yang melandasi permintaan tim Prabowo Subianto-Hatta Rajasa kepada Komisi Pemilihan Umum untuk menunda rekapitulasi suara atau menuntut pemungutan suara ulang di sejumlah tempat.

"Masa waktu melakukan pemungutan suara ulang sudah lewat, yakni 10 hari sejak 9 Juli. Rekapitulasi dilakukan berjenjang dan kalau ada kecurigaan pelanggaran, kenapa tidak diprotes di tingkat awal?" ujar Alex kepada Kompas.com, Senin (21/7/2014) pagi.

Alex menduga, permintaan tersebut baru dilontarkan setelah melihat bahwa peluang menang Prabowo-Hatta lebih kecil dibanding Jokowi-JK. Saat ini KPU belum menetapkan hasil pemungutan suara pada Pemilu Presiden 2014. Namun, dari dokumen scan formulir C1 maupun data yang sudah diverifikasi KPU di situsnya, Jokowi-JK berpeluang mengalahkan Prabowo-Hatta. Berdasarkan rekapitulasi suara di 15 provinsi hingga Senin dini hari tadi, pasangan Jokowi-JK masih kalah suara meski unggul di 9 provinsi. Adapun pasangan Prabowo-Hatta unggul di 6 provinsi, tetapi memperoleh suara lebih banyak berkat selisih suara besar di Sumatera Barat (baca: Rekapitulasi Sementara: Jokowi-JK Unggul di 9 Provinsi, Prabowo-Hatta 6 Provinsi).

"Kenapa baru sekarang setelah hasil rekap tingkat provinsi menunjukkan Jokowi-JK akan memenangkan Pilpres 2014?" kata Alex.

Alex mengatakan, timnya mendukung penuh penyelenggaraan pemilihan presiden sesuai dengan amanat undang-undang. Seluruh proses sekaligus waktu tahapan pilpres, kata Alex, harus diikuti dengan baik.

Sebelumnya, tim hukum pasangan Prabowo-Hatta berencana memidanakan KPU jika rekapitulasi nasional tetap dilanjutkan hari ini. Alasannya, ada kecurangan di berbagai daerah yang harus diselesaikan (baca: Jika Besok Rekapitulasi Masih Dilanjutkan, Prabowo Akan Pidanakan KPU).

"Ini kan apabila ini tetap dilaksanakan, kita melihat perkembangan sampai besok (hari ini). Ketika besok (hari ini) (rekapitulasi nasional) masih dilakukan, baru kita ambil action," kata anggota tim hukum Prabowo Hatta, Alamsyah, seusai pertemuan Prabowo dengan sejumlah elite Koalisi Merah Putih di Hotel Four Seasons Jakarta, Minggu (20/7/2014) siang.

Anggota lain dalam tim sukses pasangan Prabowo Subianto-Hatta Rajasa, Didi Supriyanto, meminta KPU menunda rekapitulasi suara pemilu presiden di tingkat nasional. Menurut dia, proses rekapitulasi di daerah-daerah masih bermasalah. "Kami harap rekapitulasi suara nasional dapat ditunda sampai selesai rekapitulasi di tiap-tiap daerah," kata Didi kepada wartawan di Polonia Media Center, Cipinang Cempedak, Jakarta, Sabtu (19/7/2014).

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Profil Mayjen Dian Andriani, Jenderal Bintang 2 Perempuan Pertama TNI AD

Profil Mayjen Dian Andriani, Jenderal Bintang 2 Perempuan Pertama TNI AD

Nasional
Status Gunung Ibu di Halmahera Meningkat, Warga Dilarang Beraktivitas hingga Radius 7 Kilometer

Status Gunung Ibu di Halmahera Meningkat, Warga Dilarang Beraktivitas hingga Radius 7 Kilometer

Nasional
Anies Mau Istirahat Usai Pilpres, Refly Harun: Masak Pemimpin Perubahan Rehat

Anies Mau Istirahat Usai Pilpres, Refly Harun: Masak Pemimpin Perubahan Rehat

Nasional
Istana Disebut Belum Terima Draf Revisi UU Kementerian Negara

Istana Disebut Belum Terima Draf Revisi UU Kementerian Negara

Nasional
Grace dan Juri Jadi Stafsus, Ngabalin Sebut Murni karena Kebutuhan Jokowi

Grace dan Juri Jadi Stafsus, Ngabalin Sebut Murni karena Kebutuhan Jokowi

Nasional
Revisi UU Kementerian Disetujui, RUU Perampasan Aset Hilang

Revisi UU Kementerian Disetujui, RUU Perampasan Aset Hilang

Nasional
[POPULER NASIONAL] Babak Baru Kasus Vina Cirebon | 'Crazy Rich' di Antara 21 Tersangka Korupsi Timah

[POPULER NASIONAL] Babak Baru Kasus Vina Cirebon | "Crazy Rich" di Antara 21 Tersangka Korupsi Timah

Nasional
Tanggal 21 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 21 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Kemendikbud Sebut Kuliah Bersifat Tersier, Pimpinan Komisi X: Tidak Semestinya Disampaikan

Kemendikbud Sebut Kuliah Bersifat Tersier, Pimpinan Komisi X: Tidak Semestinya Disampaikan

Nasional
Wapres Minta Alumni Tebuireng Bangun Konsep Besar Pembangunan Umat

Wapres Minta Alumni Tebuireng Bangun Konsep Besar Pembangunan Umat

Nasional
Khofifah-Emil Dardak Mohon Doa Menang Pilkada Jatim 2024 Usai Didukung Demokrat-Golkar

Khofifah-Emil Dardak Mohon Doa Menang Pilkada Jatim 2024 Usai Didukung Demokrat-Golkar

Nasional
Pertamina Raih Penghargaan di InaBuyer 2024, Kado untuk Kebangkitan UMKM

Pertamina Raih Penghargaan di InaBuyer 2024, Kado untuk Kebangkitan UMKM

Nasional
Soal Isu Raffi Ahmad Maju Pilkada 2024, Airlangga: Bisa OTW ke Jateng dan Jakarta, Kan Dia MC

Soal Isu Raffi Ahmad Maju Pilkada 2024, Airlangga: Bisa OTW ke Jateng dan Jakarta, Kan Dia MC

Nasional
Cegah MERS-CoV Masuk Indonesia, Kemenkes Akan Pantau Kepulangan Jemaah Haji

Cegah MERS-CoV Masuk Indonesia, Kemenkes Akan Pantau Kepulangan Jemaah Haji

Nasional
Dari 372 Badan Publik, KIP Sebut Hanya 122 yang Informatif

Dari 372 Badan Publik, KIP Sebut Hanya 122 yang Informatif

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com