Padahal, dapat dipastikan bahwa posisi petinggi partai berkuasa tersebut sama sekali tidak merekomendasikan perbuatan yang didakwakan KPK terhadapnya.
Soekarno akhirnya turun setelah semua kuasa berada di tangannya sekitar 20 tahun, hanya sekali melakukan pemilu (1955). Demikian juga Soeharto meliputi waktu 30 tahun.
Dalam dua masa ini, setidak-tidaknya dapat terbaca bahwa bagaimanapun mereka berkeinginan terus menjadi pemenang dengan mengenyampingkan konstitusi, melumpuhkan hak demokrasi yang sama sekali tidak diinginkan oleh keberadaan sebuah negara.
Harus diusahakan
Kita belum tahu bagaimana akhir kekuasaan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Namun, dengan memperhatikan begitu banyaknya kader Partai Demokrat yang terlibat korupsi, sedikit-banyaknya telah memperlihatkan ketidaksiapan untuk menang. Belum lagi kasus Hambalang dan Bank Century, misalnya, yang menyebut-nyebut nama keluarga inti SBY.
Jadi, siap untuk menang adalah upaya, baik pribadi maupun kelompok, untuk melaksanakan amanat bangsa.
Godaannya amat banyak dan dari berbagai sisi yang semuanya menyebabkan tantangan dari suatu kemenangan amatlah kabur, tidak tantangan bagi yang kalah.
Kembali pepatah lama yang umum dikenal dapat ditarik untuk mengalasi kesimpulan ini bahwa semakin tinggi suatu pohon, semakin kuat pula diterpa angin.
Mengacu pada pengalaman bernegara, mulai dari Soekarno sampai SBY, rasanya siap untuk memang tidak begitu mudah diwujudkan betapapun harus diusahakan, betapapun sederhana kedengarannya. Baik Prabowo Subianto maupun Joko Widodo (disebut berdasarkan nomor urut) harus membuktikan bahwa mereka bisa diandalkan untuk itu.
Sementara tidak sedikit masyarakat yang merindukan bagaimana penggantian presiden lima atau sepuluh tahun mendatang dilakukan tanpa pejabat nomor satu itu dililit masalah intern ataupun ekstern.
Tidak menghadapi kader partai yang amburadul dan diri sendiri ataupun keluarga yang terancam masalah hukum, apalagi sampai ternista seperti dialami Soekarno dan Soeharto.
Ya, bagaimana George HW Bush menyerahkan kekuasaan kepada Bill Clinton, kemudian kepada Barack Obama, di AS sana, begitu kira-kira kerinduan masyarakat tersebut. Tanpa gejolak intern ataupun ekstern, apalagi sampai kudeta, baik kasar maupun halus. Semoga….
Taufik Ikram Jamil
Sastrawan