"Harapannya objektif, adil, dan ringan," tulis kuasa hukum Akil, Adardam Achyar, lewat layanan pesan singkat, Senin pagi. Sebelumnya, Akil menyatakan siap mendapatkan hukuman berat. "Siap dihukum mati," kata Akil, pekan lalu.
Meski demikian, Akil mengatakan hukuman mati tak mungkin dijatuhkan kepada dirinya karena dia hanya dikenakan jeratan pasal suap dan pencucian uang. Akil didakwa menerima hadiah atau janji terkait pengurusan 15 sengketa pilkada, yang dipecah dalam empat berkas dakwaan.
Dalam dakwaan pertama, Akil disebut menerima suap terkait sengketa Pilkada Kabupaten Gunung Mas (Rp 3 miliar), Pilkada Lebak (Rp 1 miliar), Pilkada Kabupaten Empat Lawang (Rp 10 miliar dan 500.000 dollar AS), Pilkada Kota Palembang (Rp 19.886.092.800), dan Pilkada Lampung Selatan (Rp 500 juta).
Adapun dalam dakwaan kedua, Akil disebut menerima uang terkait sengketa Pilkada Kabupaten Buton (Rp 1 miliar), Kabupaten Pulau Morotai (Rp 2,989 miliar), Kabupaten Tapanuli Tengah (Rp 1,8 miliar). Selain itu, ia juga didakwa menerima janji pemberian Rp 10 miliar terkait keberatan hasil Pilkada Provinsi jawa Timur.
Pada dakwaan ketiga, Akil disebut telah meminta Rp 125 juta kepada Wakil Gubernur Papua periode tahun 2006-2011 Alex Hesegem. Pemberian uang itu terkait sengketa Pilkada Kabupaten Merauke, Kabupaten Asmat, Kabupaten Boven Digoel, Kota Jayapura, dan Kabupaten Nduga.
Lalu, dalam dakwaan keempat, Akil disebut menerima uang dari adik Gubernur Banten Atut Chosiyah, Tubagus Chaeri Wardana alias Wawan, sebesar Rp 7,5 miliar. Pemberian uang itu diduga terkait dengan sengketa Pilkada Banten.
Selain itu, Akil juga didakwa melakukan tindak pidana pencucian uang. Saat menjabat sebagai hakim konstitusi, Akil diduga melakukan pencucian uangnya hingga mencapai Rp 160 miliar. Dia juga dikenakan dakwaan pencucian uang semasa menjabat menjadi anggota Dewan Perwakilan Rakyat, senilai Rp 20 miliar.
Menurut jaksa, pengeluaran maupun harta kekayaan yang dimiliki Akil dinilai tidak sesuai dengan pendapatannya sebagai anggota DPR pada 2002-2004, pada periode 2004-2008, hingga ketika menjabat Ketua Mahkamah Konstitusi.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.