JAKARTA, KOMPAS.com — Mantan Kepala Staf Angkatan Darat Pramono Edhie Wibowo berapi-api saat menyampaikan kuliah umum di Universitas Brawijaya, Malang, Minggu (7/4/2014). Dengan nada tinggi, Pramono meminta agar para mahasiswa tak pernah melupakan jasa orangtua, meski mereka tak memiliki uang berlimpah.
"Mungkin orangtuamu adalah petani biasa, tapi kau menjadi sarjana di sini karena orangtuamu yang biasa-biasa itu. Janganlah kau malu apa pun pekerjaan orang tuamu. Ingatlah betul sejarah," kata Pramono.
Rupanya, pesan Pramono tersebut adalah refleksi dari kisah hidupnya selama ini. Pramono adalah anak kelima dari pasangan Sarwo Edhie Wibowo dan Sunarti Sri Hadiyah. Meski sang ayah adalah Komandan RPKAD berpangkat jenderal bintang 2 dan merupakan tokoh sentral rezim orde baru, keluarga Sarwo Edhie tak hidup bergelimang harta.
Adik dari Ibu Negara Ani Yudhoyono ini bercerita bahwa karier militernya hingga menjadi seorang Kepala Staf Angkatan Darat terbilang sebuah ketidaksengajaan. Selepas lulus sekolah menengah atas (SMA), Pramono mengaku sangat ingin melanjutkan sekolah ke perguruan tinggi mengambil jurusan teknik.
"Saya dulu jago gambar perspektif. Saya pikir inilah jalan hidup saya, menjadi seorang insinyur," kata Pramono.
Dia lalu mengutarakan niatnya itu kepada sang ayah. Namun, sang ayah langsung meminta Pramono memikirkan baik-baik keinginannya itu. "Ayah saya bilang, bagaimana kalau ayah tidak bisa membiayaimu kuliah?" kenangnya.
Pramono menuturkan, saat itu ayahnya sedang bersinggungan dengan Presiden Soeharto sehingga kondisi serba sulit. Meski salah satu orang dekat Soeharto, kata Pramono, ayahnya tak pernah meminta apa pun kepada Soeharto. Oleh karena itu, keluarganya hanya hidup biasa, tak seperti pejabat lainnya.
"Ayah saya walaupun kami tak punya uang, selalu bilang ini cukup," kata Pramono saat berbicara dengan wartawan di sela-sela persiapan kampanye Demokrat beberapa waktu lalu.
Dengan kondisi ekonomi pas-pasan, Pramono mengaku harus memilih cita-cita lain. Dia lalu terpikir untuk mengambil beasiswa ke sekolah pilot. Di sisi lain, Pramono tetap mengikuti tes masuk akademi militer (Akmil). Pramono pun digembleng layaknya seorang prajurit.
"Waktu itu saya sempat kesal, ini saya belum jadi apa-apa, sudah kayak prajurit," selorohnya.
Alhasil, berkat kerja kerasnya, Pramono berhasil mendapat beasiswa di sekolah pilot Garuda dan berhasil lolos tes seleksi Akmil. Di antara dua pilihan itu, Pramono memilih meneruskan jejak sang ayah di dunia militer dan masuk ke Akmil.
Di militer, karier Pramono terus menanjak setelah menjadi lulusan terbaik Akmil tahun 1980. Dia merintis kariernya sebagai Komandan Peleton Grup I Kopassandha. Setelah menjadi perwira operasi Grup I Kopassandha pada tahun 1981, tiga tahun kemudian Pramono ditunjuk sebagai Komandan Kompi 112/11 grup I Kopassandha.
Pramono juga sempat menjadi Perwirwa intel Operasi Grup I Kopassus (1996), wakil komandan grup I/Kopassus (1996), Komandan Grup I/Kopassus (1998). Dia juga dipercaya menjadi ajudan Presiden Megawati Soekarnoputri (2001), Kepala Staf Kodam IV/Diponegoro (2007), Komandan Jenderal Kopassus (2008), Pangdam III/Siliwangi (2009), Panglima Kostrad (2010), dan terakhir menjadi Kepala Staf Angkatan Darat (2011-2013).
Marahi prajurit
Pramono mengaku selalu mengagumi kedua orangtuanya. Menurutnya, ia tak akan pernah mencapai karier yang baik tanpa tempaan keras dari ayah dan ibunya. Atas dasar itu, dia sempat memarahi salah seorang prajuritnya yang membiarkan orangtuanya menanggung beban.