JAKARTA, KOMPAS.com - Calon hakim Mahkamah Konstitusi Dimyati Natakusuma kewalahan menjawab pertanyaan dari Tim Pakar seleksi calon hakim konstitusi. Bahkan, ada Tim Pakar yang berulang kali mengulang pertanyaannya karena Dimyati melontarkan jawaban yang tidak sesuai.
Anggota Tim Pakar yang pertama kali membuat Dimyati kewalahan adalah Natabaya. Profesor yang hari ini genap berusia 72 tahun itu meminta Dimyati menjawab mengapa dalam Undang-Undang Dasar Sementara 1950 tidak mengatur mengenai uji materi (judicial review). Namun jawaban Dimyati sangat tidak memuaskan.
"Karena tahun 1950 itu tidak ada MK," kata Dimyati saat mengikuti uji kelayakan dan uji kepatutan calon hakim konstitusi di ruang rapat Komisi III Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Senin (3/3/2014).
"Bukan karena itu. Saya ingin tahu penguasaan Anda," kata Natabaya setelah mendengar jawaban Dimyati.
Di tengah jalannya uji kelayakan, anggota Komisi III DPR dari Fraksi Hanura Sarifuddin Sudding ikut berbicara. Ia berkelakar akan memberikan waktu yang dimiliki fraksinya untuk bertanya kepada Natabaya.
"Prof, waktu Hanura saya serahkan pada Prof saja," kata Sudding disambut tawa orang yang mengikuti proses uji kelayakan tersebut.
Sebagai pertanyaan penutup, Natabaya memberikan pertanyaan lain. Ia meminta Dimyati memberikan jawaban tentang mana yang dianggapnya lebih besar antara negara dengan konstitusi. Dimyati menjawab, "(lebih besar) negara, karena terdiri dari tanah dan air."
Mendengar jawaban Dimyati, Natabaya langsung meralatnya. "Salah. Negara itu terdiri dari tiga hal, rakyat, pemerintah, dan Undang-Undang. Nah, konstitusi itu ada dalam Undang-Undang. Begitu penjelasannya," ujar Natabaya.
Tim Pakar selanjutnya, Lauddin Marsuni, juga membuat Dimyati kewalahan. Lauddin meminta komitmen Dimyati pada Partai Persatuan Pembangunan (PPP) jika nanti terpilih sebagai hakim MK. Selain itu, Lauddin juga meminta tanggapan pada Dimyati yang dianggapnya akan menyusahkan KPU karena mencalonkan diri sebagai hakim MK. Pasalnya, Dimyati sudah ditetapkan sebagai calon anggota legislatif DPR RI di daerah pemilihan DKI Jakarta III.
"Surat suara sudah dicetak, bagaimana kalau nanti jadi hakim MK? Kan itu menyusahkan KPU. Sedangkan negarawan itu enggak boleh menyusahkan, tapi menyelesaikan," ucap Lauddin.
"Luar biasa, pertanyaan Tim Pakar begitu dalam," kata Dimyati saat mendengar pertanyaan Lauddin.
Setelah beberapa lama, Dimyati tak kunjung memberi jawaban sesuai dengan substansi pertanyaan. Hal ini membuat Lauddin berkali-kali menjelaskan maksud dari pertanyaannya, tetapi tetap tak berhasil. Pada akhirnya, Lauddin memberikan pertanyaan kunci. Ia bertanya apakah Dimyati telah meminta izin pada PPP saat akan mendaftar sebagai calon hakim konstitusi.
"Anda izin ke partai?" tanya Lauddin. Dimyati mengangguk dan menjawab "secara lisan."
Lalu Lauddin melontarkan pertanyaan lain. "Anda di sini (menjadi anggota DPR) karena rakyat atau partai?"
"Rakyat," jawab Dimyati.