Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pembahasan RUU KUHAP di DPR Dinilai Sulit Dihentikan

Kompas.com - 06/02/2014, 21:37 WIB
Indra Akuntono

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com - Anggota Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat Eva Kusuma Sundari mengatakan, sulit menghentikan pembahasan revisi Kitab Hukum Acara Pidana (KUHAP) yang dilakukan DPR dengan pemerintah. Pasalnya, revisi KUHAP itu telah masuk di program legislasi nasional (prolegnas) yang ditargetkan selesai sebelum periode berakhirnya periode DPR di September 2014.

"Kalau sudah di prolegnas berat ditarik," kata Eva di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Kamis (6/2/2014).

Eva menuturkan, ada sejumlah kekeliruan publik dalam menanggapi revisi KUHAP yang dilakukan DPR. Semua tudingan miring ditujukan ke DPR, padahal revisi KUHAP dilakukan berdasarkan inisiasi pemerintah.

Eva menjelaskan, dalam revisi KUHAP tak ada upaya untuk melemahkan kewenangan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam menjalankan tugasnya. Tapi sebaliknya, KUHAP diharapkan mampu mengatur lebih baik tentang wewenang lembaga hukum seperti KPK, Kejaksaan, dan Polri dalam menjalan tugas-tugasnya.

Ditemui terpisah, Wakil Ketua Komisi III DPR, Al Muzzamil Yusuf mengatakan, revisi KUHAP tidak hanya dilakukan pada hal-hal yang menyangkut KPK. Menurutnya, revisi tersebut juga menyentuh seluruh sendi penegak hukum, termasuk jaminan pada hak masyarakat sesuai dengan konvensi HAM internasional.

"Jangan diasumsikan KUHAP itu hanya KPK, itu bukan cara berpikir negarawan. Kita berharap akhir periode ini selesai, kalau tak setuju, ajukan ke pemerintah," katanya.

Seperti diberitakan, sejumlah kalangan mendesak pembahasan RUU KUHAP dihentikan. Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto mengutarakan tiga alasan DPR harus menghentikan pembahasan RUU tersebut. Pertama, waktu pembahasan tergolong sempit jika dibandingkan dengan masalah dalam revisi KUHAP yang substansial dan kompleks. Masa kerja anggota DPR periode 2009-2014, dianggapnya tak cukup untuk membahas sekitar 1.169 dan pasal dalam RUU KUHAP.

Alasan kedua, naskah tandingan RUU KUHAP yang di tangan KPK lebih memadai dibandingkan naskah yang diserahkan Kemenhuk dan HAM kepada DPR beberapa waktu lalu. Alasan ketiga, pembahasan RUU KUHAP di DPR ini tidak melibatkan KPK.

Kementerian Hukum dan HAM menyerahkan naskah RUU KUHAP dan RUU Hukum Pidana (KUHP) kepada Komisi Hukum DPR pada 6 Maret 2013. Kedua draf regulasi tersebut masuk ke dalam prioritas Program Legislasi Nasional periode 2009-2014.

Setelah menerima kedua naskah itu, DPR membentuk Panitia Kerja (Panja) Pembahasan RUU KUHAP dan RUU KUHP yang dipimpin Aziz Syamsudin, Wakil Ketua Komisi Hukum DPR dari Fraksi Partai Golongan Karya, dengan 26 orang anggota dari berbagai fraksi.

Panja telah memanggil sejumlah pihak terkait, kecuali KPK, untuk membahas RUU KUHAP. Koalisi Masyarakat Sipil Antikorupsi dan Reformasi Hukum sebelumnya mengindentifikasi 12 poin RUU KUHAP yang berpotensi melemahkan KPK.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Mendagri Serahkan Data Pemilih Potensial Pilkada 2024, Jumlahnya 207,1 Juta

Mendagri Serahkan Data Pemilih Potensial Pilkada 2024, Jumlahnya 207,1 Juta

Nasional
Hardiknas 2024, Fahira Idris: Perlu Lompatan Peningkatan Kualitas Pengajaran hingga Pemerataan Akses Pendidikan

Hardiknas 2024, Fahira Idris: Perlu Lompatan Peningkatan Kualitas Pengajaran hingga Pemerataan Akses Pendidikan

Nasional
Sadar PTUN Tak Bisa Batalkan Putusan MK, PDI-P: Tapi MPR Punya Sikap untuk Tidak Melantik Prabowo

Sadar PTUN Tak Bisa Batalkan Putusan MK, PDI-P: Tapi MPR Punya Sikap untuk Tidak Melantik Prabowo

Nasional
Surya Paloh Sungkan Minta Jatah Menteri meski Bersahabat dengan Prabowo

Surya Paloh Sungkan Minta Jatah Menteri meski Bersahabat dengan Prabowo

Nasional
Anies Respons Soal Ditawari Jadi Menteri di Kabinet Prabowo atau Tidak

Anies Respons Soal Ditawari Jadi Menteri di Kabinet Prabowo atau Tidak

Nasional
Ajukan Praperadilan Kasus TPPU, Panji Gumilang Minta Rekening dan Asetnya Dikembalikan

Ajukan Praperadilan Kasus TPPU, Panji Gumilang Minta Rekening dan Asetnya Dikembalikan

Nasional
KPU Bantah Tak Serius Ikuti Sidang Sengketa Pileg Usai Disentil Hakim MK: Agenda Kami Padat...

KPU Bantah Tak Serius Ikuti Sidang Sengketa Pileg Usai Disentil Hakim MK: Agenda Kami Padat...

Nasional
Sedih karena SYL Pakai Duit Kementan untuk Keperluan Keluarga, Surya Paloh: Saya Mampu Bayarin kalau Diminta

Sedih karena SYL Pakai Duit Kementan untuk Keperluan Keluarga, Surya Paloh: Saya Mampu Bayarin kalau Diminta

Nasional
Hari Tuna Sedunia, Kementerian KP Siap Dorong Kualitas, Jangkauan, dan Keberlanjutan Komoditas Tuna Indonesia

Hari Tuna Sedunia, Kementerian KP Siap Dorong Kualitas, Jangkauan, dan Keberlanjutan Komoditas Tuna Indonesia

Nasional
Sebut Suaranya Pindah ke PDI-P, PAN Minta Penghitungan Suara Ulang di Dapil Ogan Komering Ilir 6

Sebut Suaranya Pindah ke PDI-P, PAN Minta Penghitungan Suara Ulang di Dapil Ogan Komering Ilir 6

Nasional
Jokowi Teken UU Desa Terbaru, Kades Bisa Menjabat Hingga 16 Tahun

Jokowi Teken UU Desa Terbaru, Kades Bisa Menjabat Hingga 16 Tahun

Nasional
Soal Lebih Baik Nasdem Dalam Pemerintah atau Jadi Oposisi, Ini Jawaban Surya Paloh

Soal Lebih Baik Nasdem Dalam Pemerintah atau Jadi Oposisi, Ini Jawaban Surya Paloh

Nasional
Sentil Pihak yang Terlambat, MK: Kalau di Korea Utara, Ditembak Mati

Sentil Pihak yang Terlambat, MK: Kalau di Korea Utara, Ditembak Mati

Nasional
Giliran Ketua KPU Kena Tegur Hakim MK lantaran Izin Tinggalkan Sidang Sengketa Pileg

Giliran Ketua KPU Kena Tegur Hakim MK lantaran Izin Tinggalkan Sidang Sengketa Pileg

Nasional
Panji Gumilang Gugat Status Tersangka TPPU, Sebut Polisi Tak Penuhi 2 Alat Bukti

Panji Gumilang Gugat Status Tersangka TPPU, Sebut Polisi Tak Penuhi 2 Alat Bukti

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com