"Skenario membawa terpidana Adrian Kiki Ariawan ke dalam pesawat. Bahwa terkait dengan situasi saat berada di dalam pesawat, Tim bersama dengan pihak KJRI Perth telah melakukan koordinasi dan kerjasama yang baik perwakilan Garuda di Perth untuk memastikan keamanan Tim dan Adrian Kiki Ariawan saat berada di dalam pesawat," katanya.
Antara lain, dijelaskan, penggunaan peralatan makan berupa sendok dan garpu yang berbahan plastik, memastikan peralatan di dalam toilet tidak ada yang membahayakan atau dapat dipergunakan Adrian Kiki untuk melukai dirinya maupun Tim dan penumpang lainnya, dan hal-hal teknis lainnya.
Ia menambahkan, secara umum rapat dan koordinasi dengan pihak Kepolisian dan otoritas terkait Australia lainnya berlangsung dengan baik, kondusif dan sesuai dengan yang diharapkan.
"Waktu pelaksanaan ekstradisi sesuai dengan rencana yang telah disusun dengan matang sebelumnya, yakni dilakukan pada hari Rabu tanggal 22 Januari 2014," ucap Untung.
Hingga akhirnya, tim bersama dengan terpidana Adrian Kiki Ariawan berangkat dari Perth International Airport pada pukul 17.40 dengan pesawat Garuda GA 725 langsung menuju Jakarta, dan tiba di Bandara Internasional Soekarno Hatta pada pukul 20.40 WIB
Sesuai dengan perencanaan yang telah disusun sebelumnya, setelah mendarat di Jakarta dan melalui proses imigrasi yang juga telah dikondisikan sebelumnya, tim bersama dengan terpidana Adrian Kiki langsung menuju Kejaksaan Agung untuk menjalani proses formal eksekusi.
"Sehingga akhirnya pelaksanaan ekstradisi pun dilakukan tanpa harus menunggu hingga tanggal 16 Februari 2014 yang untuk selanjutnya dilakukan eksekusi oleh Jaksa Penuntut Umum dengan membawa Terpidana ke Lembaga Pemasyarakatan Cipinang, guna melaksanakan vonis Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Nomor: 899Pid.B/2002/PN.JKT/PST, tanggal tanggal 13 Nopember 2002," katanya.
Kronologis pengajuan ekstradisi
Keberadaan Adrian Kiki berada di Australia setelah buronan selama enam tahun itu ditangkap oleh pihak kepolisian Perth pada Jumat (28/11/2008).
Selanjutnya proses ekstradisi akan dilakukan sesuai dengan permintaan Pemerintah Indonesia pada 2005 yang pernah mengajukan permohonan esktradisi sesuai Surat dari Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor. M.IL.01.02-02 tanggal 28 September 2005. Hal itu diperkuat perjanjian ekstradisi antara kedua Negara yang ditandatangi pada 22 April 1992 dan disahkan dengan Undang-undang Nomor 8 Tahun 1994 tentang Pengesahan Perjanjian Ekstradisi antara Republik Indonesia dan Australia.
"Namun terpidana mengajukan keberatan ekstradisi tersebut, dan mengajukan ke Pert Magistrate Court," katanya.
Pengadilan Australia (Magistrate of the State of Western Australia) pada Jumat tanggal 16 Oktober 2009 memutuskan bahwa Adrian Kiki bisa diekstradisi ke Indonesia, dan atas putusan tersebut Selanjutnya Adrian Kiki mengajukan upaya banding ke Full Federal Court negara bagian Western Australia.
Full Federal Court negara bagian Western Australia pada 15 Februari 2013 memutuskan mengabulkan keberatan Adrian Kiki (membatalkan ekstradisi Adrian Kiki), dan atas atas putusan Pengadilan Federal tersebut, pemerintah Australia mengajukan banding ke High court of Australia (setingkat Mahkamah Agung).
Pada 18 Desember 2013 High Court of Australia menguatkan penetapan yang dibuat oleh Menteri Kehakiman Australia bulan Desember 2010 untuk menyerahkan terpidana Adrian ke Indonesia untuk menjalani hukuman yang diputuskan secara in absensia atas tindak pidana korupsi.
Kedutaan Besar Australia kemudian melalui nota diplomatik nomor: P187/2013 menyampaikan secara resmi kepada Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia sehubungan Nota No. P182/2013 tentang permintaan ekstradisi Pemerintah Indonesia terhadap terpidana Adrian Kiki Ariawan.