Direktur Jenderal (Dirjen) Otonomi Daerah (Otda) Kemendagri Djohermansyah Djohan menilai, aksi rusuh itu merupakan bukti elit lokal belum siap berdemokrasi. "Banyak elit lokal yang tidak siap menerima kekalahan dalam berdemokrasi. Ini menyedihkan," katanya Djohermansyah di Jakarta, Jumat (15/11/2013).
Dia menuding biaya politik tinggi sebagai salah satu faktor utama penyebab elit politik dan pendukungnya emosional dan mudah marah. Terlanjur mengeluarkan dana besar dan tidak dapat menerima kekalahan, calon kepala daerah dan pendukungnya akhirnya bertindak anarkis.
"Mereka kemudian melakukan kekerasan hingga menyuap hakim untuk mencapai tujuannya," kata birokrat yang akrab disapa Djo itu.
Seperti diberitakan, sidang putusan pemilihan kepala daerah (pilkada) ulang Provinsi Maluku di MK berlangsung ricuh, Kamis (14/11/2013). Massa yang diduga berasal dari pasangan Herman Adrian Koedoeboen dan Daud Sangadji mengamuk dan mengubrak-abrik ruang sidang pleno MK.
Saat pembacaan sidang putusan, puluhan massa pendukung pasangan bernomor urut empat tersebut, yang berada di luar sidang pleno di lantai dua, berteriak-teriak. Saat itu, majelis hakim sudah menolak permohonan pemohon. Massa kemudian melemparkan kursi-kursi pengunjung dan merusak properti MK.
Sesaat kemudian, massa masuk ke ruang sidang pleno dan mengacaukan sidang. Karena situasi kacau, majelis hakim menunda sidang dan memilih meninggalkan ruangan sidang. Aparat kepolisian yang tidak menduga kejadian tersebut baru masuk ke ruang sidang ketika massa sudah mengubrak-abrik ruang sidang.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.