Jokowi-Ahok bukan orang-orang dengan deretan gelar yang diraih di universitas-universitas bergengsi di luar negeri. Mereka sarjana hasil produksi dalam negeri, masing-masing lulusan S-1 Universitas Gadjah Mada dan Universitas Trisakti.
Mereka bukan cendekiawan pandai yang hafal teori-teori perkotaan mutakhir. Mereka bukan purnawirawan yang konon dibutuhkan untuk memimpin Ibu Kota yang "keras" ini.
Nah, selain membangkitkan kembali rasa memiliki warga atas Ibu Kota, Jokowi-Ahok menciptakan pula para pengikut yang otentik (genuine). Pengikut mereka pasti mencakup kalangan dari lintas usia, agama, etnis, partai, dan seterusnya.
Di benak para pengikut ini, narasi tentang Jokowi-Ahok sudah mulai berubah. Euforia kemenangan Jokowi-Ahok sudah berkurang digantikan rasa yakin bahwa mereka akan menjadi pilihan utama jika, misalnya, memimpin negeri ini.
Ada kesan para pengikut mereka sudah menentukan pilihan. Tinggal masalahnya apakah mereka akan diduetkan sebagai capres dan cawapres oleh PDI-P dan Gerindra?
Sementara buat sebagian orang, mereka sebaiknya bertahan dulu menyelesaikan tugas sebagai Gubernur dan Wakil Gubernur DKI. Kontra argumen dari mereka yang meyakini asas manfaat adalah sayang jika mereka hanya memimpin Jakarta saja.
Hal yang patut dicamkan Jokowi-Ahok: keduanya dipilih dan bekerja karena dukungan kita para pengikut. Saat mencoblos pada pilgub DKI, "kita bersama memilih diri kita sendiri".
Semangat kolektivisme—bukan individualisme—warga inilah yang membuat kita yakin Jokowi-Ahok semestinya "naik kelas" ke panggung nasional. Sayang sistem politik kita menganggap presiden/wapres jabatan untuk "manusia setengah dewa".
Sambil makan sate di kaki lima Jalan Proklamasi, Bung Karno heran mengapa dipercayai jadi presiden. Dalam pidato panjang yang banyak dihiasi kata "daripada" saat kelahiran Orde Baru, Pak Harto mengaku tak pantas jadi presiden.
BJ Habibie dan Megawati Soekarnoputri tak akan jadi "RI-1" andai Pak Harto dan Gus Dur tidak mengundurkan diri.
History in the making. Kita rugi kalau akhirnya tahun depan yang nyapres L4 (lu lagi lu lagi).
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.