Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Jokowi-Ahok Setelah Satu Tahun

Kompas.com - 19/10/2013, 08:29 WIB
Oleh Budiarto Shambazy

MAYORITAS warga Jakarta diyakini puas dengan duet Jokowi-Ahok yang sudah genap setahun memimpin Ibu Kota. Kalaupun masih ada segelintir warga yang kurang puas, itu pertanda positif bahwa demokrasi kita sehat.

Jika boleh menduga, rasa puas itu tercermin dari rasa memiliki (sense of belonging) atau kepedulian warga terhadap Jakarta. Rasa memiliki ini yang telah lama hilang, tercermin dari apatisme dan egoisme warga terhadap lingkungan selama puluhan tahun.

Sebagai referensi, Jokowi dipandang sebagai "Bang Ali baru". Ahok, sebagai wakil gubernur, bukan sekadar nilai plus bagi Jokowi. Terbukti ia juga muncul sebagai pemimpin idola yang tak kalah kualitasnya dibandingkan Jokowi.

Mengembalikan rasa memiliki bukanlah tugas mudah seperti membalikkan telapak tangan. Dibutuhkan pemimpin/kepemimpinan yang jujur, sederhana, rasional/masuk akal, dan lebih banyak bekerja ketimbang bicara (get things done).

Fitur-fitur itu sudah tertanam lama pada diri Jokowi-Ahok. Mereka masing-masing berpengalaman memimpin di Kota Solo dan Kabupaten Belitung Timur.

Latar belakang mereka pebisnis, sebuah profesi yang berwatak zero tolerance karena perhitungan untung dan rugi yang cermat. Kalaupun bersinggungan dengan politik melalui partai masing-masing, itu tampaknya cuma sekelebatan saja.

Dunia usaha bukan latar belakang yang mencengangkan untuk ukuran pemimpin/kepemimpinan dewasa ini. Tipologi pemimpin/kepemimpinan demokrasi baru kita selama ini kerap keliru. Kekeliruan itu antara lain karena mengandalkan status-status yang umumnya semu.

Intinya, Jokowi-Ahok adalah dua orang yang jauh dari istimewa alias biasa-biasa saja. Tidak ada yang khusus pada diri mereka berdua, mereka mungkin masuk kalangan awam.

Apakah mereka punya karisma yang membuat mereka seperti satrio piningit? Rasanya tidak juga.

Namun, situasi dan kondisi pemimpin/kepemimpinan dewasa ini sedang mengalami anomali. Mencari pemimpin/kepemimpinan yang jujur, sederhana, rasional/masuk akal, dan lebih banyak bekerja ketimbang bicara, ibarat mencari jarum di gudang jerami.

Sejak reformasi, kita acapkali mudah teperdaya oleh kemunculan pemimpin/kepemimpinan yang sering bersifat instan dan manipulatif. Tadinya kita mengira mereka berkualitas emas, belakangan mereka ternyata cuma berkualitas loyang.

Mereka tampak jujur hanya di permukaan saja, di bawah permukaan rupanya terlalu banyak rahasia. Mereka pura-pura sederhana di hadapan publik, padahal kaya-raya dari korupsi.

Mereka jauh dari sifat rasional karena mengandalkan irasionalitas klenik-dukun atau dogma-dogma agama untuk sekadar berkuasa. Dan, tentu saja mereka lebih suka "omdo" (omong doang) karena ternyata malas bekerja.

Kita yang keliru karena sering gampang terpukau oleh pemimpin dan dengan cepat mudah kecewa terhadap mereka. Ibaratnya kita "memungut pemimpin di tepi jalan untuk mengantarkannya ke pemakaman".

Jujur, sederhana, rasional, dan get things done terangkum dalam satu kata, blusukan. Blusukan itulah yang kini tipologi kepemimpinan baru yang ditiru banyak kepala daerah. Lagi-lagi tak ada yang istimewa dengan blusukan. Salah satu tugas pemimpin adalah sesering mungkin ke lapangan—pada zaman Orde Lama dan Orde Baru dikenal "turba" (turun ke bawah).

Halaman:
Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Burhanuddin Muhtadi: KPK Ibarat Anak Tak Diharapkan, Maka Butuh Dukungan Publik

Burhanuddin Muhtadi: KPK Ibarat Anak Tak Diharapkan, Maka Butuh Dukungan Publik

Nasional
Gerindra Kaji Sejumlah Nama untuk Dijadikan Bacagub Sumut, Termasuk Bobby Nasution

Gerindra Kaji Sejumlah Nama untuk Dijadikan Bacagub Sumut, Termasuk Bobby Nasution

Nasional
Presiden Jokowi Bertolak ke Sultra, Resmikan Inpres Jalan Daerah dan Bendungan Ameroro

Presiden Jokowi Bertolak ke Sultra, Resmikan Inpres Jalan Daerah dan Bendungan Ameroro

Nasional
Jokowi Bersepeda di CFD Sudirman-Thamrin sambil Menyapa Warga Jakarta

Jokowi Bersepeda di CFD Sudirman-Thamrin sambil Menyapa Warga Jakarta

Nasional
KPK Kantongi Data Kerugian Ratusan Miliar dalam Kasus PT Taspen, tapi Masih Tunggu BPK dan BPKP

KPK Kantongi Data Kerugian Ratusan Miliar dalam Kasus PT Taspen, tapi Masih Tunggu BPK dan BPKP

Nasional
4 Kapal Perang Angkut Puluhan Rantis Lapis Baja demi Pengamanan WWF ke-10 di Bali

4 Kapal Perang Angkut Puluhan Rantis Lapis Baja demi Pengamanan WWF ke-10 di Bali

Nasional
Prabowo Pilih Rahmat Mirzani Djausal sebagai Bacagub Lampung

Prabowo Pilih Rahmat Mirzani Djausal sebagai Bacagub Lampung

Nasional
KPK Masih Telusuri Pemberi Suap Izin Tambang Gubernur Maluku Utara

KPK Masih Telusuri Pemberi Suap Izin Tambang Gubernur Maluku Utara

Nasional
Menhub Budi Karya Diminta Jangan Cuma Bicara soal Sekolah Kedinasan Tanggalkan Atribut Militer

Menhub Budi Karya Diminta Jangan Cuma Bicara soal Sekolah Kedinasan Tanggalkan Atribut Militer

Nasional
Potret 'Rumah Anyo' Tempat Singgah Para Anak Pejuang Kanker yang Miliki Fasilitas Bak Hotel

Potret 'Rumah Anyo' Tempat Singgah Para Anak Pejuang Kanker yang Miliki Fasilitas Bak Hotel

Nasional
Logo dan Moto Kunjungan Paus Fransiskus Dirilis, Ini Maknanya

Logo dan Moto Kunjungan Paus Fransiskus Dirilis, Ini Maknanya

Nasional
Viral Pengiriman Peti Jenazah Dipungut Bea Masuk, Ini Klarifikasi Bea Cukai

Viral Pengiriman Peti Jenazah Dipungut Bea Masuk, Ini Klarifikasi Bea Cukai

Nasional
Pemilihan Calon Pimpinan KPK yang Berintegritas Jadi Kesempatan Jokowi Tinggalkan Warisan Terakhir

Pemilihan Calon Pimpinan KPK yang Berintegritas Jadi Kesempatan Jokowi Tinggalkan Warisan Terakhir

Nasional
Saat 'Food Estate' Jegal Kementan Raih 'WTP', Uang Rp 5 Miliar Jadi Pelicin untuk Auditor BPK

Saat "Food Estate" Jegal Kementan Raih "WTP", Uang Rp 5 Miliar Jadi Pelicin untuk Auditor BPK

Nasional
Usai Prabowo Nyatakan Tak Mau Pemerintahannya Digangggu...

Usai Prabowo Nyatakan Tak Mau Pemerintahannya Digangggu...

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com