Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 13/10/2013, 17:09 WIB
Deytri Robekka Aritonang

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com — Pakar hukum tata negara Refly Harun mengatakan, ada empat pola pemberian suap kepada hakim konstitusi di Mahkamah Konstitusi. Dia menduga, empat pola itu yang biasa dipakai para hakim dan pihak berperkara dalam bertransaksi.

Pertama, katanya, hakim konstitusi sengaja memeras pemenang sengketa pemilihan kepala daerah (pilkada). Dia mengatakan, dalam pola ini, saat mempelajari perkara, hakim sebenarnya sudah tahu permohonan tidak layak dikabulkan.

"Tidak ada potongan perkara untuk dikabulkan. Tapi ia (hakim konstitusi) tetap memeras juga, menginjak kaki pemenang. Mereka (pihak yang menang) pasti mau bayar, dan transaksi Rp 1 miliar itu terlalu kecil untuk mengamankan kemenangan," ujar Refly.

Kedua, tuturnya, pasangan calon kepala daerah yang sudah ditetapkan menang oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) khawatir kemenangannya dianulir MK. Oleh karenanya, kata Refly, yang bersangkutan bergerak cepat dengan menyuap hakim.

"Mereka yang berperkara takut kemenangannya dibatalkan MK. Kemudian biaya suap masuk. Tapi harus ada brokernya (makelar)," katanya.

Pola ketiga, ia menjelaskan, hakim sudah mengetahui pemenang sengketa di MK. Ia menuturkan, dengan pengetahuannya itu, hakim yang bersangkutan akan mendatangi pihak pemenang dengan membawa amar putusan yang palsu. Dia mengatakan, dalam amar palsu dituliskan, pihak yang menang justru dikalahkan.

"Hakim yang punya kepentingan memeras klien. Kalau tidak mau bayar, maka putusannya begini (mengalahkan pihak yang diperas)," lanjutnya.

Ia mengatakan, dalam tiga pola tersebut, hakim konstitusi bisa jadi hanya bermain sendiri. Pola keempat, ujarnya, seperti yang terjadi pada sengketa Pilkada Kabupaten Lebak.

"Untuk mengubah yang menang jadi kalah, yang kalah jadi menang sehingga diperintahkan pemungutan suara ulang," katanya.

Sebelumnya, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan Ketua Mahkamah Konstitusi nonaktif Akil Mochtar sebagai tersangka untuk dua kasus dugaan suap, yaitu dugaan suap terkait sengketa Pilkada Kabupaten Gunung Mas, Kalimantan Tengah, dan dugaan suap sengketa Pilkada Lebak, Banten.

Pengumuman tersangka ini disampaikan di Gedung KPK, Kuningan, Jakarta, Kamis (3/10/2013) sore oleh Ketua KPK Abraham Samad.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

KPK Sita Rumah Mewah yang Dibeli Anak Buah SYL di Parepare

KPK Sita Rumah Mewah yang Dibeli Anak Buah SYL di Parepare

Nasional
PDI-P Anggap Wajar Jokowi Bertemu dengan Puan

PDI-P Anggap Wajar Jokowi Bertemu dengan Puan

Nasional
MK: Anwar Usman Tetap Adili Sengketa Pileg yang Libatkan Saksi Ahlinya di PTUN

MK: Anwar Usman Tetap Adili Sengketa Pileg yang Libatkan Saksi Ahlinya di PTUN

Nasional
9,9 Juta Gen Z Tak Bekerja, Imam Prasodjo Singgung soal Konsep 'Link and Match'

9,9 Juta Gen Z Tak Bekerja, Imam Prasodjo Singgung soal Konsep "Link and Match"

Nasional
MK Didesak Larang Anwar Usman Putus Sengketa Pileg yang Libatkan Saksi Ahlinya

MK Didesak Larang Anwar Usman Putus Sengketa Pileg yang Libatkan Saksi Ahlinya

Nasional
Try Sutrisno Peringatkan Prabowo Jangan Ceroboh Tambah Kementerian

Try Sutrisno Peringatkan Prabowo Jangan Ceroboh Tambah Kementerian

Nasional
Kakak SYL Disebut Dapat Duit Rp 10 Juta Per Bulan dari Kementan

Kakak SYL Disebut Dapat Duit Rp 10 Juta Per Bulan dari Kementan

Nasional
PDI-P Tak Bakal Cawe-cawe dalam Penyusunan Kabinet Prabowo-Gibran

PDI-P Tak Bakal Cawe-cawe dalam Penyusunan Kabinet Prabowo-Gibran

Nasional
Saksi Sebut Pedangdut Nayunda Nabila Dititip Kerja di Kementan jadi Asisten Anak SYL

Saksi Sebut Pedangdut Nayunda Nabila Dititip Kerja di Kementan jadi Asisten Anak SYL

Nasional
Gerindra: Revisi UU Kementerian Negara Akan Jadi Acuan Prabowo Susun Kabinet

Gerindra: Revisi UU Kementerian Negara Akan Jadi Acuan Prabowo Susun Kabinet

Nasional
9,9 Juta Gen Z Tak Bekerja, Imam Prasodjo Dorong Pelibatan Unit Kerja Kreatif

9,9 Juta Gen Z Tak Bekerja, Imam Prasodjo Dorong Pelibatan Unit Kerja Kreatif

Nasional
Cegah Jual Beli Suara, Perludem Minta MK Lanjutkan Sengketa PPP-Partai Garuda ke Pembuktian

Cegah Jual Beli Suara, Perludem Minta MK Lanjutkan Sengketa PPP-Partai Garuda ke Pembuktian

Nasional
Minta Pejabat Kementan Beli Mikrofon Rp 25 Juta, SYL: Saya Pinjam Dek

Minta Pejabat Kementan Beli Mikrofon Rp 25 Juta, SYL: Saya Pinjam Dek

Nasional
Zulhas Sebut Para Mendag APEC 2024 Sepakat Dorong Digitalisasi dalam Perdagangan di Era Modern

Zulhas Sebut Para Mendag APEC 2024 Sepakat Dorong Digitalisasi dalam Perdagangan di Era Modern

Nasional
Bantah Tak Solid, Elite PDI-P Sebut Semua Kader Boleh Berpendapat Sebelum Megawati Ambil Keputusan

Bantah Tak Solid, Elite PDI-P Sebut Semua Kader Boleh Berpendapat Sebelum Megawati Ambil Keputusan

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com