"Menyatakan terdakwa Inspektur Jenderal Polisi Djoko Susilo terbukti sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi bersama-sama dan gabungan perbuatan," kata Ketua Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Jakarta Suhartoyo di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Selasa (3/9/2013).
Menurut majelis hakim, Djoko terbukti melanggar Pasal 2 Ayat 1 juncto Pasal 18 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat 1 ke-1 juncto Pasal 65 Ayat 1 ke-1 KUHP sesuai dengan dakwaan ke satu primer.
Selain itu, Djoko dianggap terbukti melanggar pasal tindak pidana pencucian uang (TPPU), yakni Pasal 3 Undang-Undang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang jo Pasal 55 Ayat 1 ke-1 jo Pasal 65 Ayat 1 ke-1 KUHP sebagaimana dalam dakwaan kedua pertama, serta Pasal 3 Ayat 1 huruf c dalam undang-undang yang sama sebagaimana dakwaan ketiga.
Putusan ini lebih ringan dibandingkan tuntutan jaksa KPK yang meminta Djoko dihukum 18 tahun penjara dan denda Rp 1 miliar subsider satu tahun kurungan.
Majelis hakim juga membebaskan Djoko dari tuntutan membayar uang pengganti kerugian negara senilai Rp 32 miliar sebagaimana tuntutan jaksa KPK. Menurut majelis hakim, tidak adil jika Djoko tetap diwajibkan membayar uang kerugian negara padahal aset-asetnya disita secara otomatis karena dianggap terbukti melakukan tindak pidana pencucian uang.
"TPPU pada dakwaan kedua pertama seperti dakwaan kedua pertama telah membawa konsekuensi hukum akan dirampas asetnya untuk negara. Maka tidaklah adil kalau masih dibebankan uang pengganti," kata Hakim Anwar.
Hampir semua aset Djoko yang dianggap berasal dari tindak pidana korupsi dirampas negara, kecuali tiga hal, yakni tanah dan bangunan di Perumahan Tanjung Mas Raya atas nama Bunyani, Toyota Avanza perak atas nama Sonya, dan Toyota Avanza atas nama Zainal Abidin.
Selain itu, majelis hakim Pengadilan Tipikor Jakarta menolak tuntutan jaksa KPK yang meminta agar hak politik Djoko untuk memilih dan dipilih dicabut. Hakim menilai, pencabutan hak politik tersebut berlebihan.
"Hal tersebut dipandang berlebihan karena dengan putusan ini terdakwa akan dihukum cukup lama. Maka, dengan sendirinya akan diseleksi sendiri dalam organisasi politik yang bersangkutan," kata Hakim Anwar.
Menurut majelis hakim, Djoko terbukti melakukan tindak pidana korupsi dengan menyalahgunakan kewenangannya sehingga merugikan keuangan negara. Djoko terbukti memerintahkan panitia pengadaan agar pekerjaan simulator roda dua dan roda empat diberikan kepada PT Citra Mandiri Metalindo Abadi milik Budi Susanto.
"Perbuatan ini bertentangan dengan peraturan tentang pengadaan barang dan jasa," kata Hakim Mathius.
Selain itu, menurut hakim, Djoko terbukti melakukan penggelembungan harga alat simulator SIM dengan menyusun harga perkiraan sendiri (HPS) bersama-sama Budi.
Menurut hakim, Djoko terbukti melakukan tindak pidana pencucian uang dengan membeli aset yang diatasnamakan orang lain. Melihat waktu pembelian aset berdekatan dengan diterimanya uang Rp 32 miliar dari Budi, patut diduga aset-aset tersebut berasal dari tindak pidana korupsi proyek simulator SIM.
"Melihat locus dan waktu setelah menerima uang Rp 32 miliar dari Budi Susanto, maka patut diduga bahwa uang tersebut terbukti untuk pembelian properti tersebut di atas," kata Hakim Anwar.
Majelis hakim juga menilai Djoko sengaja menyembunyikan asal-usul asetnya dengan tidak melaporkan asetnya dalam laporan harta kekayaan penyelenggara negara. Aset Djoko dianggap tidak sesuai profilnya sebagai pejabat kepolisian.
Untuk periode 2003-2010, Djoko memiliki total aset senilai Rp 54,6 miliar dan 60.000 dollar AS. Padahal, total penghasilan yang diperolehnya sebagai pejabat Polri ketika itu hanya Rp 407 juta dan penghasilan lainnya sekitar Rp 1,2 miliar.
Dalam periode itu, Djoko pernah menjabat sebagai Kepala Polres Bekasi, Kepala Polres Metro Jakarta Utara, Direktur Lantas Polda Metro Jaya, Wakil Direktur Lantas Babinkam Polri, Direktur Lantas Babinkam Polri, dan Kepala Korlantas.
Selanjutnya, dalam periode 2010-2012, penghasilan Djoko sebagai pejabat Polri hanya sekitar Rp 235,7 juta ditambah penghasilan lainnya senilai Rp 1,2 miliar. Namun, dalam periode itu, Djoko telah membeli aset sekitar Rp 63,7 miliar. Dalam periode ini, Djoko menjabat sebagai Direktur Lantas Babinkam Polri, Kepala Korlantas, dan Gubernur Akpol.
Djoko banding
Atas putusan ini, Djoko dan tim pengacaranya akan mengajukan banding.
"Setelah kami berunding dengan klien kami, kami akan ajukan banding. Oleh karena itu, mohon dicatat panitera," kata pengacara Djoko, Juniver Girsang.