Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Apa Maunya PKS, Apa Maunya Koalisi?

Kompas.com - 13/06/2013, 09:14 WIB
Sabrina Asril

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com – Dalam dua pekan terakhir, gonjang-ganjing "rumah tangga" koalisi kembali menghiasi hiruk pikuk politik Tanah Air. Partai Keadilan Sejahtera, salah satu partai koalisi pendukung pemerintah, membuat geram mitranya. Sikap PKS menolak rencana pemerintah menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) dianggap tak konsisten. Sebelumnya, dalam rapat partai koalisi yang tergabung dalam Sekretariat Gabungan, ada yang mengklaim bahwa PKS sempat menyatakan persetujuan. Kenapa kini berbalik arah? Itu yang dipertanyakan.

Dalam dua rapat pembahasan kenaikan harga BBM, PKS tak diikutsertakan. Inikah bagian dari strategi koalisi membuat PKS risih? Sejumlah petinggi PKS mengaku tak terusik meski tak diundang rapat. Kalau sudah tak dianggap, mengapa PKS tetap bertahan di koalisi? Kalau koalisi sudah tak nyaman dengan PKS, mengapa tak dikeluarkan?

PKS tak kompak

Merunut pernyataan sejumlah elite PKS, ada ketidaksamaan pendapat. Singkatnya, tak satu suara dalam menyikapi rencana kenaikan BBM. Petinggi-petinggi PKS mulai dari Presiden partai hingga jajaran di bawahnya getol menyatakan penolakan. Tetapi, para kader yang duduk di Kabinet Indonesia Bersatu II tegas menyatakan dukungan atas kebijakan pemerintah itu. 

Anggota Majelis Syuro PKS, yang juga menjabat Menteri Komunikasi dan Informatika, Tifatul Sembiring mengatakan, Ketua Majelis Syuro Hilmi Aminuddin sudah sepakat mendukung Presiden Susilo Bambang Yudhoyono terkait rencana kenaikan harga BBM. Hilmi, kata Tifatul,  mengaku sudah bertemu dengan Presiden SBY.

"Ketua Majelis Syuro juga sudah menyatakan persetujuan beliau tentang kebijakan yang diambil SBY. Jadi, di luar pertemuan semalam (rapat Setgab), ada pertemuan Ustaz Hilmi dengan SBY," katanya.

Meski demikian, Tifatul membantah partainya tidak kompak menyikapi kenaikan harga BBM. Menurutnya, sikap penolakan di jajaran pengurus DPP PKS masih akan dibicarakan lagi.

"Nanti saya bicara dengan Presiden PKS. Intinya supaya satu sikap nanti sehingga ini semua perlu dibicarakan karena sikap kami belum jelas. Saya pikir koalisi itu seiring dan sejalan," kata Tifatul.

Beberapa jam setelah pernyataan Tifatul ini, Ketua Dewan Pimpinan PKS Sohibul Iman pun angkat bicara. Dia menganggap pertemuan antara Ketua Majelis Syuro Hilmi Aminuddin dengan Presiden SBY bukan cerminan sikap partai.

"Kalau namanya komunikasi politik, yang penting menyamakan persepsi. Kalau ada komunikasi, jangan diputuskan ada sikap partai. Kan harus sesuai situasi politik, jadi tunggulah," ujar Sohibul di Gedung Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Rabu (5/6/2013).

Menurutnya, dalam pertemuan antara Hilmi dan SBY tidak ada kesepakatan tertulis. Namun, katanya, PKS tetap memahami pemikiran Presiden SBY. "Namun, bahasa memahami ini juga bukan keputusan," katanya lagi.

Sekretaris Jenderal PKS Taufik Ridho bahkan menyebutkan partainya sudah sejak lama mewakafkan para menteri kepada presiden. Sehingga, kata Taufik, tidak aneh jika menteri harus mendukung kebijakan pemerintah. Menurutnya, para menteri PKS itu tidak lagi mencerminkan sikap partai. Ia mengatakan, sikap partai resmi ditunjukkan oleh Dewan Pimpinan Pusat (DPP).

Kenapa tak jadi oposisi?

Penolakan PKS terhadap rencana kenaikan BBM membuat desakan agar PKS keluar dari koalisi semakin besar. Ada yang berpendapat, lebih baik PKS hengkang dari koalisi dan memilih jadi oposisi. Ketika diajukan pertanyaan, mengapa tak memilih oposisi daripada terus berselisih dalam koalisi, Anggota Majelis Syuro Partai Keadilan Sejahtera Jazuli Juwaini mengatakan, menjadi anggota koalisi tidak harus selalu menyetujui setiap kebijakan pemerintah. PKS tak ingin menjadi anggota koalisi yang "membeo" atas semua kebijakan pemerintah.

"Koalisi itu bukan wadah untuk membebek atau membeo. Kami juga tidak mau cari sensasi dengan menolak BBM ini," ujar Jazuli, di Kompleks Parlemen, Jumat (7/6/2013).

Jazuli menjelaskan, sejak awal PKS memilih berada di koalisi. Namun, kata dia, koalisi tak bisa membungkam PKS untuk bersikap kritis. "Lagi pula, dari sikap kami selama ini hanya beberapa saja program yang kami tentang seperti Century dan BBM. Program pemerintah lainnya kan kami dukung," ujarnya.

Oleh karena itu, menurutnya, PKS tidak harus mundur dari koalisi jika bertentangan dengan pemerintah. Keputusan koalisi, lanjut Jazuli, sepenuhnya hak prerogatif presiden. 

Sinyal dari Istana

Partai Demokrat menjadi partai yang paling keras menyikapi perbedaan sikap PKS. Wakil Ketua Umum Partai Demokrat Nurhayati Ali Assegaf menuding PKS munafik karena menolak kebijakan BBM, tetapi masih tetap ingin di koalisi. Wakil Ketua Umum Demokrat lainnya, Max Sopacua pusing melihat tingkah dari PKS. Menurutnya, perbedaan sikap partai dan para menteri PKS sangat membingungkan partai koalisi.

“Kalau saya jadi Presiden PKS, sudah saya bentak itu Tifatul. Apalagi dia sudah menjadi Sekretaris Sosialisasi BBM, bagaimana ini?” kata Max, Senin (10/6/2013), di Kompleks Parlemen, Jakarta.

Meski desakan untuk keluar dari koalisi semakin kuat, PKS bergeming. Sinyal dari Istana pun mulai menyata. Pada rapat Setgab tanggal 11 Juni lalu, PKS untuk pertama kalinya sengaja tidak diundang dalam rapat yang membicarakan persoalan BBM ini. Padahal, seluruh ketua umum partai koalisi hadir dalam rapat. Ketua Harian DPP Partai Demokrat Syarief Hasan menyebutkan PKS sengaja tidak diundang sebagai bentuk kekecewaan partai koalisi.

“Seluruh partai koalisi kecewa karena ada satu anggota koalisi yang tak lagi sejalan,” katanya.

Syarief pun membenarkan di dalam rapat itu memang sempat dibahas tentang sanksi untuk PKS. Tetapi, ia tak menjelaskan secara rinci bentuk sanksi itu. “Semua sudah jelas dalam code of conduct,” ujarnya.

Dalam rapat kabinet, Rabu (12/6/2013) siang, yang dipimpin Presiden SBY, tiga menteri asal PKS yakni Menteri Komunikasi dan Informatika Tifatul Sembiring, Menteri Pertanian Suswono, dan Menteri Sosial Salim Segaf Al-Jufri tak hadir. Menurut informasi, mereka memang tidak diundang dalam rapat yang berisi pengarahan dari Presiden SBY tentang kenaikan harga BBM. Di saat bersamaan, digelar rapat Dewan Pimpinan Tingkat Pusat (DPTP) PKS di kediaman Ketua Majelis Syuro PKS, Hilmi Aminuddin. 

Pada rapat kabinet, Presiden menyindir PKS, meski secara tidak langsung. “Saya dengar komentar dan kritik kepada saya pribadi dan pemerintah. Pada kesempatan baik ini, saya sampaikan tidak ada yang senang-senang. Ketika kebijakan kenaikan BBM harus diambil, saya berharap jangan terlalu mudah pihak-pihak tertentu mengklaim bahwa mereka yang mencintai rakyat. Kami semua mencintai rakyat. Tidak ada yang tidak menyayangi rakyat," papar Presiden.

Di hari yang sama, Wakil Sekretaris Jenderal PKS Fahri Hamzah membeberkan tentang “surat cerai” SBY kepada PKS dalam koalisi. Menurutnya, informasi ini tentang ini diterima oleh salah seorang menteri Kabinet Indonesia Bersatu II asal PKS. Namun, PKS masih menunggu surat resmi yang disampaikan Presiden kepada partai. Jika surat sudah diterima, maka Majelis Syuro PKS akan menggelar rapat untuk mengambil sikap.

Menteri tak rela dicopot

PKS mengaku tak masalah jika dikeluarkan dari koalisi. Namun, partai ini berharap agar tiga menterinya tak ikut dicopot Presiden SBY. Menurut PKS, kewenangan mencopot menteri sepenuhnya hak prerogatif presiden yang tidak bisa diintervensi pihak mana pun, termasuk peserta koalisi.

"Kami khawatir Pasal 17 UUD, yang menyebutkan sebagai konsekuensi dari presidensialisme bahwa menteri adalah hak prerogatif presiden. Jadi, tidak boleh ada pihak luar yang intervensi soal menteri dalam kabinet karena secara langsung bertentangan dengan konstitusi kita," ujar Fahri.

Fahri mengungkapkan, dalam sistem presidensial, pejabat publik bukan pejabat tinggi biasa karena menteri itu adalah presiden di bidangnya. "Tidak bisa menarik dan cabut menteri secara lisan, bisa dianggap menyerang secara konstitusi," ujarnya.

Saat ditanya tentang sikap PKS yang tidak rela menterinya dicopot, Fahri membantah. Menurutnya, Presiden sebaiknya kembali pada prinsip presidensialisme bahwa partai tidak berdaulat di dalam kabinet. "Sehingga presiden punya hak prerogatif pilih menterinya, presiden tidak boleh diintervensi. Kami akan konsisten pada itu, ini bukan main-main," kata Fahri.

Dalam kontrak koalisi, salah satu klausulnya menyebutkan, "Bilamana terjadi ketidaksepakatan terhadap posisi bersama koalisi, terlebih menyangkut isu yang vital dan strategis, seperti yang tercantum dalam butir 2 tersebut di atas yang justru dituntut kebersamaan dalam koalisi, semaksimal mungkin tetap dilakukan komunikasi politik untuk menemukan solusi yang terbaik. Apabila pada akhirnya tidak ditemukan solusi yang disepakati bersama, maka parpol peserta koalisi yang bersangkutan dapat mengundurkan diri dari koalisi. Manakala parpol yang bersangkutan tidak mengundurkan diri, pada hakikatnya kebersamaannya dalam koalisi parpol telah berakhir. Selanjutnya Presiden mengambil keputusan dan tindakan menyangkut keberadaan parpol dalam koalisi dan perwakilan partai yang berada dalam kabinet".

Polemik ini diharapkan tidak terus berlarut-larut mengingat pekerjaan rumah pemerintah yang menggunung jika nantinya harga BBM dipastikan naik.

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    BKKBN Masih Verifikasi Situasi Stunting Terkini di Indonesia

    BKKBN Masih Verifikasi Situasi Stunting Terkini di Indonesia

    Nasional
    Wapres: Kalau Keluarga Baik, Bangsa Indonesia Akan Baik

    Wapres: Kalau Keluarga Baik, Bangsa Indonesia Akan Baik

    Nasional
    Kekuatan Oposisi Masih Tetap Dibutuhkan...

    Kekuatan Oposisi Masih Tetap Dibutuhkan...

    Nasional
    Dukung Prabowo-Gibran, PKB Pastikan Tak Bakal Rusak Soliditas Koalisi Indonesia Maju

    Dukung Prabowo-Gibran, PKB Pastikan Tak Bakal Rusak Soliditas Koalisi Indonesia Maju

    Nasional
    Senada dengan Nasdem, PKB Anggap Hak Angket Kecurangan Pemilu Kian Sulit Diwujudkan

    Senada dengan Nasdem, PKB Anggap Hak Angket Kecurangan Pemilu Kian Sulit Diwujudkan

    Nasional
    Usai Dukung Prabowo-Gibran, Nasdem dan PKB Bilang Timnas Amin ‘Bubar’

    Usai Dukung Prabowo-Gibran, Nasdem dan PKB Bilang Timnas Amin ‘Bubar’

    Nasional
    MK Sidangkan Sengketa Pileg 2024 Mulai 29 April, Sehari Puluhan Perkara

    MK Sidangkan Sengketa Pileg 2024 Mulai 29 April, Sehari Puluhan Perkara

    Nasional
    Nasdem Gabung Pemerintahan Prabowo-Gibran, PKS: Pak Surya Paling Cantik Bermain Politik

    Nasdem Gabung Pemerintahan Prabowo-Gibran, PKS: Pak Surya Paling Cantik Bermain Politik

    Nasional
    Penghormatan Terakhir PDI-P untuk Tumbu Saraswati...

    Penghormatan Terakhir PDI-P untuk Tumbu Saraswati...

    Nasional
    Idrus Sebut Ada Posisi Strategis yang Ditawarkan jika Jokowi Masuk Golkar; Ketua Umum hingga Ketua Dewan Pembina

    Idrus Sebut Ada Posisi Strategis yang Ditawarkan jika Jokowi Masuk Golkar; Ketua Umum hingga Ketua Dewan Pembina

    Nasional
    CSIS: Jumlah Caleg Perempuan Terpilih di DPR Naik, tapi Sebagian Terkait Dinasti Politik

    CSIS: Jumlah Caleg Perempuan Terpilih di DPR Naik, tapi Sebagian Terkait Dinasti Politik

    Nasional
    Cak Imin Titip 8 Agenda Perubahan ke Prabowo, Eks Sekjen PKB: Belum 'Move On'

    Cak Imin Titip 8 Agenda Perubahan ke Prabowo, Eks Sekjen PKB: Belum "Move On"

    Nasional
    CSIS: Caleg Perempuan Terpilih di Pemilu 2024 Terbanyak Sepanjang Sejarah sejak Reformasi

    CSIS: Caleg Perempuan Terpilih di Pemilu 2024 Terbanyak Sepanjang Sejarah sejak Reformasi

    Nasional
    Prabowo-Gibran Disarankan Terima Masukkan Masyarakat saat Memilih Menteri, daripada 'Stabilo KPK'

    Prabowo-Gibran Disarankan Terima Masukkan Masyarakat saat Memilih Menteri, daripada "Stabilo KPK"

    Nasional
    CSIS: Caleg Terpilih yang Terindikasi Dinasti Politik Terbanyak dari Nasdem, Disusul PDI-P

    CSIS: Caleg Terpilih yang Terindikasi Dinasti Politik Terbanyak dari Nasdem, Disusul PDI-P

    Nasional
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com