Tak tahu malu
Selain kasus-kasus di atas, secara kasat mata sebenarnya masih banyak lagi anggota DPR yang kerap mangkir dari tugasnya. Mereka-mereka yang pembolos bukan hanya anggota biasa, melainkan juga pimpinan fraksi yang seharusnya memberikan sanksi tegas kepada para anggotanya yang membolos. Hal ini pun disadari anggota BK Ali Maschan Musa.
"Badan Kehormatan (BK) hanya sebatas menganjurkan pimpinan fraksi. Pimpinan fraksi diundang ke BK. Tapi ironisnya, malah banyak pimpinan fraksi yang malas. Mereka hadir belakangan dalam rapat," ujar Ali, saat dihubungi pada Jumat (10/5/2013).
Ali mendukung jika data kehadiran para anggota Dewan diungkap ke publik. Meski tidak tercantum dalam tata tertib beracara BK,menurutnya, BK bisa saja membuat kebijakan sendiri dengan dasar desakan masyarakat.
“BK itu kan kerjanya untuk masyarakat, menegakkan etika para anggota Dewan. Jadi, selama itu maunya masyarakat, seharusnya BK bisa membuka data itu untuk gambaran masyarakat dalam Pemilu nanti. Seharusnya memang para anggota pembolos tak usah lagi dipilih,” paparnya.
Sementara itu, Ketua DPR Marzuki Alie tak habis pikir dengan ulah para wakil rakyat pembolos yang nekat maju lagi dalam pileg 2014. Marzuki menuding mereka sudah tak punya malu sehingga berani mencalonkan diri lagi.
Kendati mengecam pencalonan para legislator pembolos, Marzuki pesimistis dengan rencana dibukanya data kehadiran para anggota Dewan. Pasalnya, selama ini absensi dilakukan secara manual, sehingga bisa saja direkayasa. Marzuki mendukung penerapan sistem absensi sidik jari pada saat datang dan meninggalkan ruang rapat.
Bagaimana dengan absensi sidik jari?
Untuk mencegah masyarakat memilih para legislator yang malas, tentu diperlukan sebuah bukti otentik data absensi para anggota Dewan. Namun, untuk mendapatkan data ini bukanlah perkara mudah. Kompas.com sempat mencari data itu ke Badan Kehormatan DPR. Namun, Sekretariat BK mengaku tak memiliki data absensi sidik jari yang dipercaya lebih valid daripada absensi manual dengan tanda tangan. Salah seorang petugas BK mengarahkan Kompas.com ke bagian Biro Persidangan Paripurna. Setali tiga uang, petugas di biro itu mengaku tak memiliki data absensi sidik jari yang mulai diterapkan pertengahan 2012 itu.
Salah seorang petugas kemudian mengarahkan lagi ke Pusat Pengolahan dan Penyimapanan Data Informasi (P3DI) DPR. Kepala Biro P3DI Damayanthi pun mengaku tak mendapat data itu. Ia justru menuding Biro Persidanga Paripurna yang paling memahami data absensi anggota Dewan. P3DI, katanya, hanya mengurus absensi sidik jari karyawan DPR.
Salah seorang petugas P3DI kemudian menyebutkan bahwa absensi sidik jari selama ini dipegang oleh pihak ketiga, bukan oleh biro-biro di DPR. Namun, ia enggan mengungkap pihak ketiga yang dimaksud.
“Itu urusannya Persidangan Paripurna atau Biro persidangan,” katanya.
Petugas di Biro Persidangan DPR mengungkapkan alasan mengapa data absensi sulit diungkap ke publik. “Kami juga gemas dengan ulah anggota Dewan, makanya kami pernah bocorkan data itu ke media. Langsung kami diprotes habis-habisan sama anggota dewan, repot mbak urusannya,” kata pria itu.
Sejak itu, lanjutnya, setiap kesekretariatan tak pernah mau membocorkan data itu ke publik. Sekarang, ketika publik menuntut transparansi, beranikah DPR mengungkap data itu ke publik?
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.