Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pro dan Kontra pada Tim Investigasi

Kompas.com - 31/03/2013, 07:02 WIB

JAKARTA, Kompas.com - Pembentukan tim investigasi oleh TNI Angkatan Darat terkait dengan penyerangan Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIB Cebongan, Sleman, DI Yogyakarta, disambut berbagai macam reaksi pro dan kontra.

Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Denny Indrayana, Sabtu (30/3/2013), mengungkapkan, pembentukan tim investigasi oleh Kepala Staf TNI Angkatan Darat yang bekerja sama penuh dengan Polri adalah langkah yang sangat baik. "Saya percaya semua jajaran sepakat siapa pun pelakunya harus diungkap agar tidak merusak nama baik institusi. Perilaku oknum tidak boleh dibiarkan merusak kewibawaan negara hukum, juga merusak nama baik institusi," kata Denny.

Menurut dia, tindakan yang dilakukan 17 orang tersebut adalah tindakan kriminal, pembunuhan berencana. Pelaku harus dihukum sesuai dengan aturan yang berlaku.

Peneliti Elsam, Wahyudi Djafar, mengungkapkan, ujung dari investigasi yang dilakukan TNI AD belum bisa dipastikan. Apabila terdapat anggota TNI yang terlibat, yang bersangkutan kemungkinan besar akan dibawa ke pengadilan militer di mana hasilnya tak akan maksimal dan justru melanggengkan imunitas.

Wahyudi memprediksi bakal terjadi perdebatan mengenai pengadilan mana yang berwenang mengadili pelaku. Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1997 tentang Peradilan Militer mengamanatkan setiap anggota TNI yang melakukan tindak pidana diadili oleh pengadilan militer meskipun tindak pidana yang dilakukan tidak berkaitan dengan kedinasan atau merupakan pidana umum.

"Karena itu, undang-undang tersebut harus diubah terlebih dahulu. Sebab, apabila pelaku nantinya diadili di pengadilan umum, akan muncul perdebatan tentang kompetensi absolut. Perkaranya bisa berhenti di putusan sela sebelum masuk ke materi perkara," ujar Wahyudi.

Meskipun demikian, ia mengakui ada jalan lain berupa pengadilan koneksitas, yaitu pengadilan gabungan antara sipil dan militer. Pengadilan koneksitas itu pernah digunakan saat mengadili perkara 27 Juli yang melibatkan sejumlah anggota TNI.

Direktur Eksekutif Lembaga Studi Pertahanan dan Studi Strategis Indonesia Rizal Darma Putra mengemukakan, demi kredibilitas TNI, tim gabungan pencari fakta harus dibentuk untuk membersihkan TNI dari segala opini yang telanjur berkembang terkait kasus penyerbuan di LP Cebongan itu. Jika tim gabungan tak dibentuk, dikhawatirkan hasil tim investigasi internal bentukan TNI tak akan dipercaya publik.

Rizal menekankan perlunya dibentuk tim gabungan yang terdiri dari TNI, kepolisian, Kementerian Hukum dan HAM yang membawahkan lembaga pemasyarakatan, Komisi Nasional HAM, serta DPR yang melibatkan Komisi I (bidang pertahanan, luar negeri, dan informasi) dan Komisi III (bidang hukum dan perundang-undangan, HAM, dan keamanan) DPR. "DPR perlu dilibatkan karena untuk menjaga akuntabilitas dan mengawal proses investigasi," kata Rizal.

Pentingnya dibentuk tim gabungan, menurut Rizal, agar setiap institusi bisa mendapatkan akses dengan mudah apabila diperlukan pemeriksaan. Misalnya, jika dirasa perlu untuk memeriksa gudang senjata, tinggal mengandalkan akses salah satu anggota tim yang bisa dengan mudah mengakses gudang senjata.

Hal seperti itu sulit dilakukan jika tim pencari fakta bergerak sendiri-sendiri, misalnya yang dialami Komnas HAM yang bergerak parsial. "Kalau bergerak sendiri, nanti tak banyak gunanya. Jika tim gabungan dibentuk, masing-masing dari anggota tim harus memberikan akses terbuka ke masing-masing institusi tempat anggota tim berada," tutur Rizal.

Menurut Rizal, jika TNI tetap akan jalan dengan timnya, silakan saja, tetapi tim gabungan tetap menjadi agenda penting untuk dibentuk. "Jika tidak dibentuk tim gabungan, nuansanya justru akan mendiskreditkan TNI karena sekarang ada opini yang berkembang bahwa pelakunya Kopassus. Padahal, kan, belum tentu demikian," katanya.

Jika TNI melakukan penyidikan sendiri dan hasilnya tidak memuaskan masyarakat, justru nanti yang kerepotan malah TNI sendiri. "Walaupun hasil tim investigasi internal itu diumumkan terbuka, masyarakat akan tetap tak percaya karena opininya sudah terbentuk bahwa kasus ini merupakan balas dendam," ujar Rizal.

Hasil investigasi tidak hanya diumumkan kepada publik, misalnya melalui TNI atau pemerintah, tetapi bisa juga disampaikan dalam public hearing di DPR. Dalam public hearing itulah akan diuji akuntabilitas kerja tim gabungan dan bisa dinilai sejauh mana obyektivitasnya.

Anggota Komisi I DPR, Nuning Kertopati Susaningtyas, menyatakan, tim investigasi harus bisa bekerja obyektif, koordinatif dengan berbagai institusi yang berkepentingan, dan kohesif. "Langkah yang bijak adalah tim investigasi Polri dan TNI harus disinergikan bersama dengan pihak luar selaku pemantau, bisa Komnas HAM atau lainnya," kata Nuning.

Halaman:
Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    GASPOL! Hari Ini: Eks Ajudan Prabowo Siap Tempur di Jawa Tengah

    GASPOL! Hari Ini: Eks Ajudan Prabowo Siap Tempur di Jawa Tengah

    Nasional
    Mengintip Kecanggihan Kapal Perang Perancis FREMM Bretagne D655 yang Bersandar di Jakarta

    Mengintip Kecanggihan Kapal Perang Perancis FREMM Bretagne D655 yang Bersandar di Jakarta

    Nasional
    Selain Rakernas, PDI-P Buka Kemungkinan Tetapkan Sikap Politik terhadap Pemerintah Saat Kongres Partai

    Selain Rakernas, PDI-P Buka Kemungkinan Tetapkan Sikap Politik terhadap Pemerintah Saat Kongres Partai

    Nasional
    Korban Dugaan Asusila Sempat Konfrontasi Ketua KPU saat Sidang DKPP

    Korban Dugaan Asusila Sempat Konfrontasi Ketua KPU saat Sidang DKPP

    Nasional
    Covid-19 di Singapura Naik, Imunitas Warga RI Diyakini Kuat

    Covid-19 di Singapura Naik, Imunitas Warga RI Diyakini Kuat

    Nasional
    WWF 2024 Jadi Komitmen dan Aksi Nyata Pertamina Kelola Keberlangsungan Air

    WWF 2024 Jadi Komitmen dan Aksi Nyata Pertamina Kelola Keberlangsungan Air

    Nasional
    Menhub Targetkan Bandara VVIP IKN Beroperasi 1 Agustus 2024

    Menhub Targetkan Bandara VVIP IKN Beroperasi 1 Agustus 2024

    Nasional
    Korban Dugaan Asusila Ketua KPU Sempat Ditangani Psikolog saat Sidang

    Korban Dugaan Asusila Ketua KPU Sempat Ditangani Psikolog saat Sidang

    Nasional
    Polri: Kepolisian Thailand Akan Proses TPPU Istri Fredy Pratama

    Polri: Kepolisian Thailand Akan Proses TPPU Istri Fredy Pratama

    Nasional
    Polri dan Kepolisian Thailand Sepakat Buru Gembong Narkoba Fredy Pratama

    Polri dan Kepolisian Thailand Sepakat Buru Gembong Narkoba Fredy Pratama

    Nasional
    Lewat Ajudannya, SYL Minta Anak Buahnya di Kementan Sediakan Mobil Negara Dipakai Cucunya

    Lewat Ajudannya, SYL Minta Anak Buahnya di Kementan Sediakan Mobil Negara Dipakai Cucunya

    Nasional
    KPK Duga Eks Wakil Ketua DPR Azis Syamsuddin Terima Fasilitas di Rutan Usai Bayar Pungli

    KPK Duga Eks Wakil Ketua DPR Azis Syamsuddin Terima Fasilitas di Rutan Usai Bayar Pungli

    Nasional
    Desta Batal Hadir Sidang Perdana Dugaan Asusila Ketua KPU

    Desta Batal Hadir Sidang Perdana Dugaan Asusila Ketua KPU

    Nasional
    Soal Lonjakan Kasus Covid-19 di Singapura, Kemenkes Sebut Skrining Ketat Tak Dilakukan Sementara Ini

    Soal Lonjakan Kasus Covid-19 di Singapura, Kemenkes Sebut Skrining Ketat Tak Dilakukan Sementara Ini

    Nasional
    DKPP Akan Panggil Sekjen KPU soal Hasyim Asy'ari Pakai Fasilitas Jabatan untuk Goda PPLN

    DKPP Akan Panggil Sekjen KPU soal Hasyim Asy'ari Pakai Fasilitas Jabatan untuk Goda PPLN

    Nasional
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com