JAKARTA, KOMPAS.com — Di kala publik menunjukkan kemuakannya terhadap kondisi negeri yang masih dicengkeram isu korupsi, ternyata masih ada partai politik yang menunjukkan sikap permisifnya terhadap kehadiran koruptor. Ternyata, korupsi bukanlah musuh bersama bagi partai politik.
Hal tersebut disampaikan Peneliti Pusat Kajian Antikorupsi Universitas Gadjah Mada, Oce Madril, dan Peneliti Indonesia Corruption Watch, Abdullah Dahlan, di Jakarta, Rabu (27/3/2013). Salah satu fenomena terkini adalah soal perayaan masuknya Susno Duadji menjadi anggota Partai Bulan Bintang. Masuknya seseorang ke parpol memang hak kedua belah pihak, tetapi perayaan masuknya seseorang yang telah lama diketahui terlibat dalam perkara korupsi sungguh menimbulkan begitu banyak tanda tanya.
"Fenomena seperti ini pantas bagi kita untuk mempertanyakan kepedulian parpol dan sensitivitas mereka dalam memberantas korupsi," kata Oce. Sikap permisif terhadap koruptor, acuh-tak acuh, masa bodoh, masih banyak dipertontonkan oleh para politisi parpol. Tak ada cara lain untuk memberi pelajaran kepada parpol seperti itu, kecuali dengan menggunakan hak sebagai pemilih dengan tidak memilih mereka.
"Harusnya parpol sadar, pemberantasan korupsi itu sedang jadi perhatian publik. Ini melawan arus namanya jika mereka masih permisif terhadap korupsi," papar Oce. Nyata sudah bahwa korupsi bukanlah musuh bagi parpol seperti itu. Mereka ternyata masih menerima perilaku buruk korupsi.
Abdullah Dahlan mengatakan, fenomena permisifnya parpol terhadap isu korupsi makin mengonfirmasi bahwa orientasi parpol masih patut dipertanyakan walaupun di dalam tubuh parpol itu bercokol orang-orang pintar. "Kondisi ini memprihatinkan bagi proses pemilu dan demokrasi yang kita bangun," katanya.
Ternyata, di era Reformasi di segala bidang, parpol-lah yang hingga kini masih pada status quo, stagnan, tak berubah, dan tak jelas arahnya. "Partai tidak banyak berubah perilakunya. Soal pencalegan pun sangat tinggi nuansa transaksi kandidatnya. Transaksi kandidat caleg masih menjadi jurus parpol untuk mengambil keuntungan," kata Abdullah.
Selama biaya politik di negeri ini sangat mahal, maka perilaku buruk itu akan terus terpelihara dan meregenerasi. Mulai dari perekrutan anggota hingga penjaringan caleg, tak akan banyak yang diharapkan sebagai sarana rekrutmen politik yang bisa memberi kontribusi positif terhadap pendidikan politik di negeri ini.
"Parpol butuh uang banyak menjelang pemilu, itu intinya," kata Abdullah. Idealnya proses pencalegan adalah arena yang tepat bagi parpol dalam membangun dan memperbaiki citra.
Bagaimanapun, kata Abdullah, parpol adalah instrumen awal dalam melahirkan calon pejabat publik, utamanya gambaran DPR kita ke depan. Artinya, jika parpol tak melakukan seleksi yang ketat dalam proses pencalegan, permisif terhadap isu korupsi, maka akan ada implikasi serius pula terhadap gambaran masa depan parlemen dan demokrasi kita.
Seharusnya, parpol punya kriteria yang jelas untuk merekrut anggota ataupun caleg. "Kriteria misalnya memiliki integritas yang jelas, visi dan misi yang jelas ketika caleg akan diusung sebagai kandidat legislatif," papar Abdullah.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.