Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Keputusan Majelis Tinggi Demokrat Digugat

Kompas.com - 27/03/2013, 15:52 WIB
Sandro Gatra

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Keputusan Majelis Tinggi Partai Demokrat terkait berhentinya Anas Urbaningrum sebagai Ketua Umum DPP Partai Demokrat digugat secara perdata ke Pengadilan Jakarta Pusat. Langkah Majelis Tinggi dinilai tidak sesuai dengan anggaran dasar anggaran rumah tangga (ADART) Partai Demokrat.

Gugatan itu dilayangkan Sekretaris Departemen Penanggulangan Teror DPP Demokrat Andy Soebjakto Molanggato. Gugatan sudah dimasukkan pada 19 Maret 2013 .

Andy mempermasalahkan rapat yang digelar di kediamanan Ketua Majelis Tinggi Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono pada 8 Februari 2013, atau setelah Anas menyatakan berhenti sebagai Ketum Demokrat. Ketika itu, SBY menggunakan istilah rapat Majelis Tinggi Diperluas.

Rapat tersebut mengikutsertakan para menteri asal Demokrat ditambah Ketua Fraksi Demokrat di DPR Nurhayati Ali Assegaf. Menurut Andy, rapat itu inkonstitusional lantaran dalam ADART hanya diatur rapat Majelis Tinggi.

"Tidak ada rapat Majelis Tinggi Diperluas dalam ADART. Menteri Demokrat dan Ketua Fraksi juga tak bisa ikut rapat," kata Andy saat jumpa pers di Jakarta, Selasa (27/3/2013).

Lantaran menganggap rapat Majelis Tinggi inkonstitusional, Andy menganggap 8 keputusan rapat juga inkonstitusional. Keputusan rapat itu diantaranya SBY bertugas, berwenang, dan bertanggung jawab untuk memimpin penyelamatan dan konsolidasi partai. Selain itu, segala keputusan, kebijakan, dan tindakan partai ditentukan dan dijalankan Majelis Tinggi partai. SBY mengambil keputusan dan arahan yang penting dan strategis.

Andy menambahkan, substansi keputusan rapat juga bertentangan dengan ADART lantaran bukan kewenangan Majelis Tinggi. Tak hanya keputusan Majelis Tinggi, Andy juga mempermasalahkan proses di internal partai setelah itu seperti pembentukan satuan tugas yang mengurus seleksi calon legislatif, proses administrasi surat menyurat yang dilakukan Majelis Tinggi, hingga kongres luar biasa (KLB) Demokrat di Bali.

"Semua urusan administrasi sesuai ADART dilakukan oleh DPP, bukan Majelis Tinggi. KLB nanti juga jadi bagian dari salah konstitusi," kata Andy.

Untuk itu, Andy berharap agar Kementerian Hukum dan HAM serta Komisi Pemilihan Umum tidak mengesahkan seluruh hasil rapat Majelis Tinggi Diperluas dan keputusan rapat lainnya. Selain itu, ia meminta tidak disahkannya perubahan kepengurusan DPP Demokrat nantinya hingga gugatanya berkekuatan hukum tetap.

"Saya tegaskan, tidak ada maksud jelek, niat negatif kecuali untuk memberikan pendidikan politik, untuk menguji kebenaran hukum apakah langkah Majelis Tinggi konstitusional atau tidak. Tidak ada wadah lain kecuali melalui jalur hukum. Semuanya ini untuk menegakkan konstitusi," pungkas Andy.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Anggap Jokowi Bukan Kader Lagi, Ini Alasan PDI-P Tak Tarik Menterinya dari Kabinet

    Anggap Jokowi Bukan Kader Lagi, Ini Alasan PDI-P Tak Tarik Menterinya dari Kabinet

    Nasional
    Rancangan Peraturan KPU, Calon Kepala Daerah Daftar Pilkada 2024 Tak Perlu Lampirkan Tim Kampanye

    Rancangan Peraturan KPU, Calon Kepala Daerah Daftar Pilkada 2024 Tak Perlu Lampirkan Tim Kampanye

    Nasional
    Nasdem dan PKB Dukung Prabowo-Gibran, PAN Sebut Jatah Kursi Menteri Parpol Koalisi Tak Terganggu

    Nasdem dan PKB Dukung Prabowo-Gibran, PAN Sebut Jatah Kursi Menteri Parpol Koalisi Tak Terganggu

    Nasional
    Bilang Jokowi Sangat Nyaman, PAN Janjikan Jabatan Berpengaruh

    Bilang Jokowi Sangat Nyaman, PAN Janjikan Jabatan Berpengaruh

    Nasional
    KPU Godok Aturan Baru Calon Kepala Daerah Pakai Ijazah Luar Negeri

    KPU Godok Aturan Baru Calon Kepala Daerah Pakai Ijazah Luar Negeri

    Nasional
    Status Perkawinan Prabowo-Titiek Tertulis 'Pernah', Apa Maknanya?

    Status Perkawinan Prabowo-Titiek Tertulis "Pernah", Apa Maknanya?

    Nasional
    Wamenhan Terima Kunjungan Panglima AU Singapura, Bahas Area Latihan Militer

    Wamenhan Terima Kunjungan Panglima AU Singapura, Bahas Area Latihan Militer

    Nasional
    Pengamat: Anies Ditinggal Semua Partai Pengusungnya, Terancam Tak Punya Jabatan Apa Pun

    Pengamat: Anies Ditinggal Semua Partai Pengusungnya, Terancam Tak Punya Jabatan Apa Pun

    Nasional
    Pilkada 2024: Usia Calon Gubernur Minimum 30 Tahun, Bupati/Wali Kota 25 Tahun

    Pilkada 2024: Usia Calon Gubernur Minimum 30 Tahun, Bupati/Wali Kota 25 Tahun

    Nasional
    Menlu Sebut Judi 'Online' Jadi Kejahatan Transnasional, Mengatasinya Perlu Kerja Sama Antarnegara

    Menlu Sebut Judi "Online" Jadi Kejahatan Transnasional, Mengatasinya Perlu Kerja Sama Antarnegara

    Nasional
    PDI-P Percaya Diri Hadapi Pilkada 2024, Klaim Tak Terdampak Jokowi 'Effect'

    PDI-P Percaya Diri Hadapi Pilkada 2024, Klaim Tak Terdampak Jokowi "Effect"

    Nasional
    Harap Kemelut Nurul Ghufron dan Dewas Segera Selesai, Nawawi: KPK Bisa Fokus pada Kerja Berkualitas

    Harap Kemelut Nurul Ghufron dan Dewas Segera Selesai, Nawawi: KPK Bisa Fokus pada Kerja Berkualitas

    Nasional
    Hasto Ungkap Jokowi Susun Skenario 3 Periode sejak Menang Pilpres 2019

    Hasto Ungkap Jokowi Susun Skenario 3 Periode sejak Menang Pilpres 2019

    Nasional
    Ikut Kabinet atau Oposisi?

    Ikut Kabinet atau Oposisi?

    Nasional
    Gugat KPU ke PTUN, Tim Hukum PDI-P: Uji Kesalahan Prosedur Pemilu

    Gugat KPU ke PTUN, Tim Hukum PDI-P: Uji Kesalahan Prosedur Pemilu

    Nasional
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com