Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Susno Takkan Penuhi Panggilan Kejaksaan

Kompas.com - 22/03/2013, 13:11 WIB
Dian Maharani

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Mantan Kepala Badan Reserse Kriminal Polri Komisaris Jenderal (Purn) Susno Duadji, melalui kuasa hukumnya Fredrich Yunadi, mengatakan tidak akan mendatangi Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan untuk menjalankan eksekusinya. Pihak Susno menganggap tidak ada panggilan eksekusi oleh jaksa.

"Oh, tidak mungkin (datang), kita anggap itu tidak ada panggilan. Kan kita sudah jawab tertulis. Surat panggilan itu dianggap tidak ada karena tidak memiliki nilai hukum," kata Fredrich di kantornya, Jakarta Selatan, Jumat (22/3/2013).

Fredrich mengatakan, surat panggilan oleh jaksa eksekutor tidak sah. Sebab, surat panggilan tersebut tidak ditandatangani oleh Kepala Kejari Jaksel Masyhudi, tetapi oleh Kasi Pidus Arief Zahrulyani. Hal itu pun dilaporkan ke Bareskrim Polri atas dugaan penyalahgunaan wewenang dan jabatan.

Kejaksaan sendiri menegaskan bahwa surat tersebut sah dan tidak masalah jika tidak ditandatangani oleh Kepala Kejari Jaksel. "Silakan saja bagaimana jaksa menafsirkan. Yang pasti, kami tetap patuh dan tunduk pada hukum. Kalau ternyata nanti ada jaksa yang melanggar tindak pidana seperti yang saya sebutkan, kan mereka melanggar risiko hukum," ujarnya.

Seperti diketahui, pihak Kejari Jaksel telah mengirimkan surat panggilan eksekusi ketiga untuk Susno. Kehadiran Susno pun ditunggu hingga batas waktu terakhir, yakni Senin (25/3/2013). Menurut Fredrich, Susno hanya mematuhi proses hukum yang jelas. Di samping itu, juru bicara Susno, Avian Tumengkol, mengatakan, Susno adalah seseorang yang patuh pada hukum. Susno tak berniat untuk melarikan diri dari kasusnya.

"Susno ada di Indonesia dan sama sekali tidak ada niat untuk menghindar dari panggilan kejaksaan. Komjen Susno bisa dipastikan akan taat dan patuh hukum," katanya.

Susno juga bersikeras tidak dapat dieksekusi untuk hukuman penjara 3 tahun 6 bulan. Menurutnya, putusan Mahkamah Agung yang menolak kasasinya tidak tertulis perintah penahanan. Putusan tersebut hanya menolak permohonan kasasi dan membebankan biaya perkara kepada terdakwa sebesar Rp 2.500. Selain itu, pihak Susno menilai, putusan Pengadilan Tinggi DKI Jakarta cacat hukum karena salah dalam menuliskan nomor putusan Kejari Jaksel.

Sebelumnya, Pengadilan Negeri Jakarta Selatan memutuskan Susno bersalah dalam dua perkara korupsi, yakni kasus penanganan perkara PT Salmah Arowana Lestari (SAL) dan kasus dana pengamanan Pilkada Jawa Barat 2008. Dalam kasus PT SAL, Susno terbukti bersalah menyalahgunakan kewenangannya saat menjabat Kepala Bareskrim Polri dengan menerima hadiah sebesar Rp 500 juta untuk mempercepat penyidikan kasus tersebut.

Adapun dalam kasus Pilkada Jabar, Susno yang saat itu menjabat Kepala Polda Jabar dinyatakan bersalah memotong dana pengamanan sebesar Rp 4,2 miliar untuk kepentingan pribadi. Susno yang telah pensiun dari Polri pada Juli 2012 itu mengajukan banding, tetapi ditolak oleh Pengadilan Tinggi DKI Jakarta sehingga dia tetap dihukum 3 tahun 6 bulan penjara.

Setelah dikeluarkan putusan Pengadilan Tinggi DKI Jakarta pada 9 November 2011 lalu, Susno kemudian mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung, tetapi permohonan kasasi ini ditolak.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Profil Mayjen Dian Andriani, Jenderal Bintang 2 Perempuan Pertama TNI AD

    Profil Mayjen Dian Andriani, Jenderal Bintang 2 Perempuan Pertama TNI AD

    Nasional
    Status Gunung Ibu di Halmahera Meningkat, Warga Dilarang Beraktivitas hingga Radius 7 Kilometer

    Status Gunung Ibu di Halmahera Meningkat, Warga Dilarang Beraktivitas hingga Radius 7 Kilometer

    Nasional
    Anies Mau Istirahat Usai Pilpres, Refly Harun: Masak Pemimpin Perubahan Rehat

    Anies Mau Istirahat Usai Pilpres, Refly Harun: Masak Pemimpin Perubahan Rehat

    Nasional
    Istana Disebut Belum Terima Draf Revisi UU Kementerian Negara

    Istana Disebut Belum Terima Draf Revisi UU Kementerian Negara

    Nasional
    Grace dan Juri Jadi Stafsus, Ngabalin Sebut Murni karena Kebutuhan Jokowi

    Grace dan Juri Jadi Stafsus, Ngabalin Sebut Murni karena Kebutuhan Jokowi

    Nasional
    Revisi UU Kementerian Disetujui, RUU Perampasan Aset Hilang

    Revisi UU Kementerian Disetujui, RUU Perampasan Aset Hilang

    Nasional
    [POPULER NASIONAL] Babak Baru Kasus Vina Cirebon | 'Crazy Rich' di Antara 21 Tersangka Korupsi Timah

    [POPULER NASIONAL] Babak Baru Kasus Vina Cirebon | "Crazy Rich" di Antara 21 Tersangka Korupsi Timah

    Nasional
    Tanggal 21 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

    Tanggal 21 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

    Nasional
    Kemendikbud Sebut Kuliah Bersifat Tersier, Pimpinan Komisi X: Tidak Semestinya Disampaikan

    Kemendikbud Sebut Kuliah Bersifat Tersier, Pimpinan Komisi X: Tidak Semestinya Disampaikan

    Nasional
    Wapres Minta Alumni Tebuireng Bangun Konsep Besar Pembangunan Umat

    Wapres Minta Alumni Tebuireng Bangun Konsep Besar Pembangunan Umat

    Nasional
    Khofifah-Emil Dardak Mohon Doa Menang Pilkada Jatim 2024 Usai Didukung Demokrat-Golkar

    Khofifah-Emil Dardak Mohon Doa Menang Pilkada Jatim 2024 Usai Didukung Demokrat-Golkar

    Nasional
    Pertamina Raih Penghargaan di InaBuyer 2024, Kado untuk Kebangkitan UMKM

    Pertamina Raih Penghargaan di InaBuyer 2024, Kado untuk Kebangkitan UMKM

    Nasional
    Soal Isu Raffi Ahmad Maju Pilkada 2024, Airlangga: Bisa OTW ke Jateng dan Jakarta, Kan Dia MC

    Soal Isu Raffi Ahmad Maju Pilkada 2024, Airlangga: Bisa OTW ke Jateng dan Jakarta, Kan Dia MC

    Nasional
    Cegah MERS-CoV Masuk Indonesia, Kemenkes Akan Pantau Kepulangan Jemaah Haji

    Cegah MERS-CoV Masuk Indonesia, Kemenkes Akan Pantau Kepulangan Jemaah Haji

    Nasional
    Dari 372 Badan Publik, KIP Sebut Hanya 122 yang Informatif

    Dari 372 Badan Publik, KIP Sebut Hanya 122 yang Informatif

    Nasional
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com