Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Rekening Gendut, DPR Tantang KPK

Kompas.com - 03/01/2013, 14:59 WIB
Sabrina Asril

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Wakil Bendahara Umum Partai Golkar Bambang Soesatyo mendesak Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk segera menindaklanjuti temuan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) terkait 20 rekening gendut para anggota Badan Anggaran (Banggar) DPR. Bambang, yang juga anggota Banggar dari Fraksi Partai Golkar itu, merasa yakin dirinya tidak masuk dalam daftar pemilik rekening gendut di Banggar.

"Insya Allah tidak karena profil dan transaksi saya tidak ada yang mencurigakan. Ini karena transaksi waktu aktif menjadi pengusaha sejak tahun 1985 sebelum jadi DPR, jauh lebih besar. Sekarang datar-datar saja," ujar Bambang, Kamis (2/1/2013), saat dihubungi wartawan.

Menurut Bambang, KPK harus segera menindaklanjuti temuan PPATK agar seluruh anggota Banggar tidak terkena fitnah dan memperburuk citra parlemen. "Penegak hukum harus segera memanggil pemilik rekening yang menurut PPATK mencurigakan itu untuk diminta klarifikasi. Kalau anggota DPR tersebut bisa menjelaskan asal-usul transaksinya dan wajar, penegak hukum harus memulihkan nama baik," kata Bambang.

Anggota Komisi III DPR ini menyadari bahwa setiap pejabat memang berpeluang melakukan tindakan tidak terpuji karena memiliki banyak peluang, kekuasaan, dan kewenangan. Namun, Bambang membantah jika disebutkan semua anggota Banggar DPR melakukan permainan anggaran. Di sisi lain, Bambang menilai, temuan PPATK bisa menjadi bahan evaluasi bagi para anggota dewan.

"Saya mengapresiasi langkah PPATK yang terus-menerus memantau pergerakan transaksi anggota DPR sehingga diharapkan ke depan para pejabat, termasuk anggota DPR, berpikir seribu kali untuk menggaruk uang negara," ucapnya.

Hingga kini, PPATK telah melaporkan 20 anggota Badan Anggaran DPR yang memiliki rekening gendut dan terindikasi korupsi kepada KPK. Dari 20 orang itu, ada yang akumulasi nilai transaksinya mencapai ratusan miliar rupiah.

"Nilai transaksi mencurigakan yang dilakukan para anggota Banggar itu berkisar ratusan juta rupiah hingga miliaran rupiah per transaksi. Jika diakumulasikan, ada yang nilai transaksinya mencapai ratusan miliar rupiah," kata Kepala PPATK Muhammad Yusuf.

Menurut Yusuf, ada beberapa pertimbangan yang digunakan untuk menyatakan para anggota Banggar itu terindikasi korupsi. Pertama, kegiatan Banggar rawan korupsi karena mengurus ratusan triliun rupiah anggaran negara. Kedua, frekuensi transaksi keuangan anggota Banggar itu tidak sesuai profilnya sebagai anggota DPR. Aliran masuk ke rekening anggota Banggar umumnya transaksi tunai sehingga PPATK tidak bisa mendeteksi asal uang itu.

Ikuti berita terkait dalam topik:
Rekening Gendut DPR

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Delegasi DPR RI Kunjungi Swedia Terkait Program Makan Siang Gratis

    Delegasi DPR RI Kunjungi Swedia Terkait Program Makan Siang Gratis

    Nasional
    Hari Ke-11 Penerbangan Haji Indonesia, 7.2481 Jemaah Tiba di Madinah, 8 Wafat

    Hari Ke-11 Penerbangan Haji Indonesia, 7.2481 Jemaah Tiba di Madinah, 8 Wafat

    Nasional
    Ketua KPU Protes Aduan Asusila Jadi Konsumsi Publik, Ungkit Konsekuensi Hukum

    Ketua KPU Protes Aduan Asusila Jadi Konsumsi Publik, Ungkit Konsekuensi Hukum

    Nasional
    Sindir Bobby, PDI-P: Ada yang Gabung Partai karena Idealisme, Ada karena Kepentingan Praktis Kekuasaan

    Sindir Bobby, PDI-P: Ada yang Gabung Partai karena Idealisme, Ada karena Kepentingan Praktis Kekuasaan

    Nasional
    Eks Kakorlantas Polri Djoko Susilo Ajukan PK Lagi, Kilas Balik 'Cicak Vs Buaya Jilid 2'

    Eks Kakorlantas Polri Djoko Susilo Ajukan PK Lagi, Kilas Balik "Cicak Vs Buaya Jilid 2"

    Nasional
    JK Singgung IKN, Proyek Tiba-tiba yang Tak Ada di Janji Kampanye Jokowi

    JK Singgung IKN, Proyek Tiba-tiba yang Tak Ada di Janji Kampanye Jokowi

    Nasional
    Soal Peluang Ahok Maju Pilkada DKI atau Sumut, Sekjen PDI-P: Belum Dibahas, tetapi Kepemimpinannya Diakui

    Soal Peluang Ahok Maju Pilkada DKI atau Sumut, Sekjen PDI-P: Belum Dibahas, tetapi Kepemimpinannya Diakui

    Nasional
    Dukung Jokowi Gabung Parpol, Projo: Terlalu Muda untuk Pensiun ...

    Dukung Jokowi Gabung Parpol, Projo: Terlalu Muda untuk Pensiun ...

    Nasional
    PT Telkom Sebut Dugaan Korupsi yang Diusut KPK Berawal dari Audit Internal Perusahaan

    PT Telkom Sebut Dugaan Korupsi yang Diusut KPK Berawal dari Audit Internal Perusahaan

    Nasional
    Solusi Wapres Atasi Kuliah Mahal: Ditanggung Pemerintah, Mahasiswa dan Kampus

    Solusi Wapres Atasi Kuliah Mahal: Ditanggung Pemerintah, Mahasiswa dan Kampus

    Nasional
    Ketua KPU Bantah Dugaan Asusila dengan Anggota PPLN

    Ketua KPU Bantah Dugaan Asusila dengan Anggota PPLN

    Nasional
    Soal Kemungkinan Usung Anies di Pilkada DKI, Sekjen PDI-P: DPP Dengarkan Harapan Rakyat

    Soal Kemungkinan Usung Anies di Pilkada DKI, Sekjen PDI-P: DPP Dengarkan Harapan Rakyat

    Nasional
    DPR Pastikan Hasil Pertemuan Parlemen di WWF Ke-10 Akan Disampaikan ke IPU

    DPR Pastikan Hasil Pertemuan Parlemen di WWF Ke-10 Akan Disampaikan ke IPU

    Nasional
    Komisi II Pertimbangkan Bentuk Panja untuk Evaluasi Gaya Hidup dan Dugaan Asusila di KPU

    Komisi II Pertimbangkan Bentuk Panja untuk Evaluasi Gaya Hidup dan Dugaan Asusila di KPU

    Nasional
    Djoko Susilo PK Lagi, Ketua KPK Singgung Kepastian Hukum

    Djoko Susilo PK Lagi, Ketua KPK Singgung Kepastian Hukum

    Nasional
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com