JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua Dewan Pembina Partai Gerindra Prabowo Subianto mengungkapkan alasannya terjun ke dunia politik. Purnawirawan jenderal bintang tiga ini mengaku prihatin melihat banyak penyimpangan yang terjadi di negeri ini. Prabowo, dalam pembelajaran politiknya, mengaku mempertanyakan banyak hal, termasuk soal "serangan fajar".
"Saya melihat ada keanehan-keanehan dalam arah perjalanan bangsa dan sebagai anak bangsa. Saya ingin meluruskan arah itu. Makanya saya belajar politik," ujar Prabowo, Selasa (18/12/2012), saat memberikan kuliah umum dalam diskusi Soegeng Sarijadi Syndicate di Hotel Four Seasons, Jakarta.
Prabowo menilai politik adalah usaha untuk memperbaiki kehidupan rakyat. Implementasi dari politik adalah pemilu. Atas hal itu, Prabowo akhirnya mulai memberanikan diri dengan ikut Pemilu. Pada tahun 2009 silam, Prabowo masuk dalam bursa cawapres bersanding dengan Megawati Soekarnoputri, namun akhirnya gagal dalam meraup suara. Prabowo mengatakan, dalam perjalanan memahami politik, ia sempat berdebat di depan para guru besar Universitas Indonesia.
Ketika itu, ia mempertanyakan antara ketidaksesuaian teori dengan realita politik yang ada di Indonesia, terutama dalam fenomena "serangan fajar" yang acap kali dilakukan dalam pemilihan. Menurutnya, di dalam teori politik yang diajarkan hanya kebenaran. Padahal, dalam realita yang ada, politik hanya ditafsirkan yang menang dan kalah.
"Saya tanya ke mereka, kenapa serangan fajar tidak diajarkan di fakultas kita? Kalau tidak belajar serangan fajar, tidak akan mengerti politik Indonesia," ucap mantan Panglima Komando Strategi Angkatan Darat itu.
Pengalaman Prabowo akan serangan fajar terjadi saat dirinya ikut dalam Pemilu lalu. Ia mengatakan saat itu dirinya tengah memaparkan visi dan misinya menjadi cawapres. Namun, rakyat tidak tertarik dan hanya bertanya apa yang bisa diberikan kepada rakyat. "Jadi visi dan misi ini rupanya tidak terlalu penting. Saya belajar politik di sini," kata Prabowo.
Pengalamannya dengan "serangan fajar" juga terjadi dalam Musyawarah Nasional (Munas) partai. "Teknik untuk memenangkan Munas lagi-lagi serangan fajar, jam 3 pagi koper-koper masuk hotel. Ini realitasnya," ucap Prabowo.
Sehingga, lanjutnya, idealisme berdemokrasi, cita-cita Pancasila menjadi tidak berkorelasi dengan realitas yang ada. Meski demikian, Prabowo menilai bahwa saat ini Indonesia juga tengah belajar berdemokrasi. Sehingga, penyimpangan-penyimpangan itu juga termasuk dalam konsekuensi pembelajaran.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.