Ganja 21 kilogram
Di Kabupaten Bogor, Jawa Barat, petugas Kepolisian Sektor Parung juga berhasil mengamankan 21 paket besar berisi ganja dengan berat lebih kurang 21 kilogram. Paket itu ditemukan di Kampung Babakan Wetan, Kecamatan Parung, Minggu (16/12/2012) malam.
Polisi juga mengamankan kurir ganja tersebut, Iman. Menurut Kepala Unit Reserse Kriminal Polsek Parung Ajun Komisaris Nelson, Iman mengaku hanya menjadi kurir, sedangkan ganja itu milik Edo. Berdasarkan pengakuan Iman, ia hanya mendapat upah kirim Rp 50.000 per kilogram.
”Dia bertugas mengirim ganja kepada pembeli karena sistem pembayaran ganja langsung kepada Edo. Biasanya mereka janjian melalui telepon untuk menentukan tempat memberikan ganja,” kata Nelson.
Menurut Iman, selain 21 kilogram ganja, sebelumnya dia juga sudah mengantar 9 kilogram ganja kepada lima pembeli dengan harga jual Rp 2,4 juta per kilogram.
Berbagai upaya
Menurut Gun Gun Siswadi, berbagai upaya pencegahan dan pemberantasan harus dilakukan. Jika dibandingkan dengan jumlah penduduk, angka prevalensi tahun 2015 itu menjadi 2,8 persen.
Arah pencegahan, antara lain, perlu dilakukan sehingga 97,2 persen penduduk Indonesia imun terhadap penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika. Dengan demikian, angka prevalensi dapat ditekan sampai di bawah 2,8 persen pada 2015.
Selain itu, upaya pencegahan juga perlu dilakukan untuk menjadikan pemakai narkotika mendapatkan layanan rehabilitasi medis dan sosial secara bertahap.
Direktur Advokasi BNN Brigadir Jenderal (Pol) Victor Pudjiadi mengatakan, semua pemangku kepentingan, baik BNN, kementerian terkait, lapisan masyarakat, maupun pers, perlu mencegah agar angka penyalahgunaan narkotika tidak bertambah.
”Jangan sampai penduduk yang belum terkena narkotika, yaitu 97,2 persen, akhirnya terkena narkotika,” kata Victor.
Oleh karena itu, permintaan terhadap narkotika harus ditekan. Caranya adalah perlu ditumbuhkan kesadaran yang tinggi dari masyarakat untuk menolak narkotika.
Kalau penolakan masyarakat terhadap narkotika besar dan tumbuh, permintaan terhadap narkotika akan berkurang. Dengan demikian, bandar besar narkotika akan kehilangan pasar di Indonesia.
Sementara itu, berdasarkan data yang dihimpun, fakta yang terjadi justru menunjukkan sebaliknya. Para gembong narkoba justru mendapat banyak keringanan hukuman dan kembali melakukan perbuatannya.
Terpidana mati Meirika Franola atau Ola, misalnya, mendapatkan grasi dari Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Setelah itu, dia justru kembali menjalankan praktik haramnya dari balik penjara.
Belum lama ini, Majelis Kehormatan Hakim juga memecat dengan tidak hormat Hakim Agung Achmad Yamanie. Dia diberhentikan dengan tidak hormat karena melanggar kode etik terkait vonis peninjauan kembali (PK) terpidana gembong narkotika, Hanky Gunawan.
Dalam PK, Hanky yang divonis hukuman mati di tingkat kasasi mendapat pembatalan hukuman menjadi 15 tahun penjara. Namun, dalam amar putusan PK yang dikirim ke Pengadilan Negeri Surabaya, tercatat 12 tahun penjara, bukan 15 tahun penjara. (FER/PIN/GAL)
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.